Bagian Delapan (2)

1.3K 188 18
                                    

Bagian Delapan 

Jangan Mendorongku Menjauh Ketika Kau Menggenggam Hatiku Begitu Erat (2)


Rico sempat melihat kengerian di mata cewek itu, sebelum berganti keterkejutan, lalu dengan cepat beralih menjadi amarah. Cewek itu melirik ke atas, merasakan tangan Rico yang masih mengusap kepalanya, dan dia tampak tak terlalu suka dengan itu.

"Lo ini ngapain, sih?!" Seruan marah Aya diikuti dorongan kerasnya di dada Rico, membuat Rico harus mundur. "Lo ngapain di sini?" galak cewek itu.

"Jagain lo. Om lo besok harus kerja, ada meeting penting sama klien. Tante lo harus jagain dan ngurusin Alvie sama Vila. Amel juga besok ada ulangan. Nggak gampang sih, ngeyakinin mereka kalo gue bisa jagain lo buat malem ini. Gue sampe harus bohong kalo besok kita nggak ada pelajaran. Persiapan acara ulang tahun sekolah," urai Rico.

"Ulang tahun sekolah masih bulan depan, tau!" sengit Aya.

"Persiapannya sebulan lebih awal nggak ada salahnya, kan? Toh biasanya sekolah kita ngundang anak-anak dari SMP-SMP di acara ulang tahunnya. Jadi, mestinya banyak persiapan, kan?" balas Rico.

"Bukan berarti kita nggak bakal ada pelajaran," sinis Aya. "Tapi kalo elo sih, pasti tiap hari juga nggak ada pelajaran. Tas lo juga pasti kosong, sih. Pulpen aja mungkin elo nggak bawa," tuduhnya.

Rico tidak mendebat dan malah berkata, "Ini masih jam setengah satu. Pagi. Kepagian nih lo bangunnya. Gue aja belum sempet tidur. Lo kalo nggak tidur, gue yang tidur, ya? Udah ngantuk nih gue."

Aya menyipitkan mata tak suka.

Rico bangkit dari duduknya, berjalan ke meja di samping tempat tidur cewek itu. "Minum, nggak? Mumpung sekalian, nih."

Aya menatap Rico tak suka. Tapi saat Rico membawa dua gelas berisi air, menyodorkan satu gelasnya pada Aya, cewek itu menerimanya. Saat Aya mengembalikan gelasnya yang masih setengah terisi, Rico tak bisa menahan komentarnya,

"Tau gini, tadi satu gelas aja buat berdua ya, Kay?"

Aya mendesis kesal sebagai balasannya. Syukurlah Rico sudah mengamankan gelasnya dari tangan cewek itu, atau dia mungkin akan mendapat siraman setengah gelas air tadi.

Kembali ke tempat duduknya, Rico menggeser tangan kanan Aya di sisi tempat tidur, sebelum dia meletakkan tangannya sendiri di sana dan menyandarkan kepalanya di atasnya.

"Lo mau ngapain?" tuntut Aya.

"Tidur. Gue ngantuk," jawab Rico tanpa mengangkat kepalanya.

"Di sofa sana, jangan di sini," usir Aya.

"Ntar kalo lo haus, laper, atau pengen ke kamar mandi, biar gampang kalo ngebangunin gue," ucap Rico seraya memejamkan matanya.

"Gue nggak ..."

"Dan kalo lo takut," Rico menyela, mengangkat tangan kirinya. "Lo bisa pegangan ke gue."

Aya mendesis kesal sebagai jawabannya.

"Gue denger sih, katanya di sini ada suster ngesotnya gitu," kata Rico lagi. "Ini kan, malem Jumat. Siapa tau ntar ada kunjungan rutin."

Rico mendengar Aya mengumpat kesal padanya dan Rico tersenyum. Lalu, selama setidaknya sepuluh menit, dia bisa merasakan Aya yang masih terbangun. Dia lalu mendengar desahan berat napas Aya. Apa dia tidak mengantuk?

Iseng, Rico mengetukkan sepatunya di lantai di bawah tempat tidur Aya. Rico harus menahan senyumnya saat merasakan ketegangan Aya.

"Ric." Dia mendengar Aya memanggilnya, tapi Rico masih memejamkan matanya. "Ish, ngapain juga sih dia pake nyebut-nyebut suster ngesot resek itu," geramnya.

Tapi kemudian, Rico merasakan Aya meraih tangannya, menggenggamnya erat. Rico menahan napas saat merasakan perutnya bergolak. Uh, cewek ini, dia benar-benar tak sadar apa yang dia lakukan pada Rico.

Tapi lima menit kemudian, Rico bisa mendengar napas teratur Aya. Saat Rico mengangkat kepalanya, dilihatnya cewek itu sudah kembali lelap. Tatapan Rico jatuh ke tangan Aya yang masih menggenggam tangannya, tapi sudah tidak seerat tadi. Meski kemudian, ganti Rico yang menggenggam tangan cewek itu. Dalam hati berharap, dia tidak akan harus melepaskan tangan ini.

***    

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang