Bagian Lima (1)

1.5K 175 7
                                    

Bagian Lima 

Kenapa Kau Harus Menolongku Ketika Aku Begitu Membencimu? (1)


"Awas, deh! Menuh-menuhin jalan aja!" bentak Aya pada teman-teman Rico yang bergerombol di depan pintu kelasnya saat jam istirahat.

Aya bisa merasakan tatapan Rico dan teman-temannya tertuju padanya, tapi dia tak peduli. Tanpa sedikit pun merasa bersalah, Aya berjalan melewati mereka. Isha yang berjalan di sisinya bertanya cemas,

"Kamu kenapa sih, Ay? Berantem lagi sama Rico?"

"Jangan sebut nama dia, Sha. Lagi sensi denger namanya juga," tukas Aya.

Aya baru saja duduk, mengambil komik dari dalam tas, ketika teman-teman Rico membuat ribut di pintu kelas. Mereka tampak menertawakan salah seorang murid kelas sepuluh yang lewat.

Aya memfokuskan diri pada bacaannya, mengabaikan keributan itu. Tapi, keributan itu berlanjut ketika Fina dengan heboh menyuruh anak-anak itu minggir. Membuat para pembuat onar itu malah sengaja menghalangi jalan Fina. Tentu saja Fina jadi semakin heboh.

Aya membanting komiknya ke meja dan berdiri.

"Heh, kalian!" Aya berteriak ke arah pintu kelasnya. "Bisa nggak sih, kalo nggak berisik? Ganggu ketenangan orang aja!"

"Eits, Neng Aya ngamuk," Benny berkata seraya masuk ke dalam kelas. Di belakangnya, Rico mengikuti.

"Ini masih jam istirahat. Mereka kan, nggak bikin ribut pas pelajaran," Rico membela teman-temannya.

Aya melipat tangan di dada. "Orang-orang kayak lo ama temen-temen lo itu tuh, yang bikin negara kita penuh sama preman. Kerjaannya bikin ribut, kalo nggak gangguin orang lewat. Nongkrong juga di jalan umum, ganggu pengguna jalan lain. Tiap ditegur, nggak terima. Kalo pada mau jadi preman, jangan sekolah aja sekalian. Preman nggak butuh sekolah, kan? Taunya cuma bikin ribut doang."

Sorot di mata Rico tampak berbahaya saat cowok itu berjalan ke tempatnya, tapi Aya tidak gentar.

"Dan lo," cowok itu berkata tepat di depan wajah Aya, "pasti belum pernah ketemu preman beneran, ya? Belum pernah diganggu ama mereka juga, pasti."

Aya menatap Rico lekat, tak berniat untuk mundur.

"Apa bedanya mereka sama lo dan temen-temen lo itu?" tantangnya.

Rico mendengus kasar. "Kalo gue kayak preman-preman itu, sekarang ini lo pasti udah babak belur."

"Lo mau ngehajar cewek?" dengus Aya meledek.

"Preman-preman yang belum pernah lo temuin itu, ya. Jadi, lo pengen gue jadi kayak mereka?" Rico balik menantang.

Aya mengangkat dagunya. "Lo pikir gue takut?"

Mata Rico menyipit tajam. Detik berikutnya, Aya memekik kaget ketika Rico memegangi bahunya dan mendorong Aya hingga punggungnya menabrak tembok di sisi meja.

Aya bisa mendengar kepanikan di kanan-kirinya, tapi perhatiannya kini hanya terfokus pada Rico yang berdiri di depannya.

"Kalo lo marah sama gue, marah aja sama gue. Jangan bawa temen-temen gue," cowok itu berkata, matanya menatap tepat ke mata Aya. "Bahkan meskipun lo lagi PMS, omongan lo tadi keterlaluan banget, Ay."

Ketika cowok itu mundur dan tersenyum santai padanya, Aya merasa begitu marah.

"Kepala lo nggak pa-pa? Nggak kebentur tembok, kan? Tadi gue dorongnya udah ati-ati banget biar kepala lo nggak sampe ngebentur tembok." Cowok itu bahkan tampak begitu santai mengatakannya. Dia mengulurkan tangan ke kepala Aya. "Coba gue cek, siapa tau ..."

Aya menepis tangan Rico kasar. "Jangan sentuh gue," desis Aya marah. "Dan jangan pernah muncul lagi di depan gue. Jijik gue liat lo."

Di depannya, Rico menarik napas dalam, menunduk. "Kita kan, sekelas. Nggak mungkin lah gue nggak muncul di depan lo. Jadi sori, buat yang satu itu gue nggak bisa. Meskipun lo jijik, lo tetep harus liat gue."

Setelah mengatakan itu, Rico berbalik dan pergi begitu saja. Meninggalkan kelas itu, diikuti Benny dan gerombolannya.

"Ya ampun, Ay, kamu tuh nekat banget, sih? Untung tadi kamu nggak diapa-apain sama Rico." Aya mendengar suara cemas Isha, tapi tatapannya masih tertuju ke arah pintu.

"Dasar cowok brengsek." Aya mendesiskan umpatan kesal.

***    

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang