Bagian Tiga - Apa yang Dia Coba Lakukan Dengan Hidupku? (2)

1.7K 198 24
                                    

Aya menatap ke kursi di depannya dengan kesal. Rico dengan Alvie dan Vila tampak asyik bermain game entah apa, sementara Rico menjawab pertanyaan yang dilontarkan Om Tyo dan Tante Yani padanya sesekali. Senggolan pelan di lengannyalah yang akhirnya memaksa Aya memalingkan tatap dari Rico.

"Gitu amat ngeliatinnya." Amel tampak geli.

"Lo nggak usah ikut-ikut, deh," Aya mendesis penuh peringatan.

Amel mengangguk, tapi tiba-tiba dia tertawa, membuat semua orang di mobil, kecuali Om Tyo yang sedang menyetir, menoleh ke arahnya dengan keheranan. Hanya Aya yang tampak kesal.

"Aya lucu, nih. Katanya cuma temen tapi dari tadi ngeliatin Rico mulu," sembur Amel, membuat Aya melotot padanya.

Sementara Alvie dan Vila sudah menyorakinya.

"Heh, anak kecil nggak usah ikut-ikut. Pada nggak tau juga," omel Aya. Dia lalu menatap Amel. "Gue nggak ngeliatin dia, ya!" elaknya.

Tapi, ketiga bersaudara itu bukannya berhenti, malah sibuk menertawakannya. Aya bisa merasakan wajahnya memerah. Saat Rico menatapnya, Aya sengaja memalingkan wajah, menghindari tatapan cowok itu.

"Duh, Rico, maaf ya. Anak-anak Tante emang pada usil semua. Suka banget ngegodain Aya." Didengarnya Tante Yani berbicara.

"Nggak pa-pa kok, Te. Nggak tiap hari bisa liat Aya digodain ama sepupu-sepupunya. Kalo di sekolah, nggak ada yang berani gangguin dia soalnya, Te. Murid teladan soalnya," sebut Rico.

"Aya? Murid teladan di sekolah?" Amel meragukan, membuat Aya kembali melotot kesal padanya.

"Iya," Rico menjawab. "Kesayangannya guru-guru di sekolah dia. Udah pinter, nggak suka bikin masalah, rajin, baik."

"Wah ... Om baru tau kalo Aya jadi murid teladan di sekolah. Om cuma tau kalo dia dapet peringkat satu di kelas, tapi udah, itu aja," Om Tyo berkomentar. "Kalo di sekolah, Aya temennya banyak, nggak?"

Rico menoleh ke belakang. Aya melemparkan tatapan tajam pada cowok itu.

"Dia punya sahabat, Om. Ke mana-mana barengan terus. Namanya Isha. Emangnya Isha belum pernah main ke rumah, Om?" tanya Ruco.

"Belum pernah satupun temennya main ke rumah. Ya, kamu ini yang pertama main ke rumah," ucap Om Tyo.

"Iya, Ric. Tante sama Om sampe khawatir kalo dia nggak punya temen di sekolah," ucap Tante Yani. "Tapi syukur deh, kalo dia punya temen kayak kamu gini."

Aya memutar mata. Syukur dari mananya coba? Sial yang ada.

"Kapan-kapan temenmu yang namanya Isha itu diajak main ke rumah juga, Ay," Tante Yani berkata.

"Isha sibuk, Te. Dia ikut ekskul cheerleader, tuh. Sering ikut lomba, jadi sering latihan juga," Aya beralasan. Padahal, beberapa kali memang Isha ingin main ke rumahnya, tapi Aya selalu mencegahnya dengan berbagai macam alasan.

Aya hanya tidak ingin berteman terlalu dekat dengan orang lain. Tidak lagi.

"Ya kalo pas libur gini kan, dia bisa diajak main ke rumah," Tante Yani berkata.

"Dia juga lagi liburan ama keluarganya kali, Tante," jawab Aya.

"Padahal Tante penasaran sama temenmu itu," kata tantenya.

"Iya nih, aku juga penasaran," Amel nyeletuk. "Besok aku anterin ke sekolahmu deh, Ay. Sekalian aku pengen liat temenmu yang namanya Isha itu."

"Nggak usah kali, Mel," tolak Aya cepat. "Gue ogah dianter."

"Ih, yang nganter kan aku, bukan Mama atau Papa," kata Amel.

"Sama aja. Gue ogah dianter," Aya berkeras.

"Emangnya kenapa kalo dianter?" Rico bertanya, yang langsung mendapat tatapan tajam Aya.

"Katanya malu kalo dianter. Makanya, dia lebih suka berangkat sendiri naik angkot," terang omnya.

Rico menoleh ke belakang, mengangkat sebelah alis padanya. Cowok itu tahu alasan sebenarnya kenapa Aya lebih suka berangkat sendiri.

"Rico kalo berangkat sekolah bawa kendaraan sendiri atau dianter?" tanya Om Tyo.

"Kadang dianter, kadang nebeng temen, tapi seringnya bawa motor sendiri, Om," Rico menjawab.

"Aya belum punya SIM, sih. Jadi nggak boleh bawa motor sendiri. Amel juga baru belakangan ini bawa motor sendiri. Baru punya SIM," terang Om Tyo.

"Rico udah punya SIM kok, Om. Pas liburan tahun ajaran kemaren," cowok itu berkata.

"Oh. Kalo Aya masih beberapa bulan lagi baru bisa bikin SIM. Januari nanti dia baru tujuh belas tahun," beritahu omnya.

Aya memutar mata. Perlukah omnya mengatakan semua itu pada Rico?

"Tapi, kalo Rico udah bawa motorsendiri, Aya bisa bareng Rico aja berangkatnya, ya? Gitu nggak pa-pa kan, Ric?"tanya omnya dengan sembrono.  

***  

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang