Epilog (End)

4.8K 292 176
                                    

Alaska, 2018

"Misinya di Indonesia nih, Bos," Benny melempar berkas yang barusan diterimanya dari bagian administrasi ke arah Rico.

Rico menangkap berkas itu. "Kasusnya?"

"Human trafficking," jawab Benny.

Rico mengerutkan kening saat memeriksa berkas di tangannya.

"Join atau tim kita?" tanya Valentine.

"Tim kita. Tapi, katanya udah dipilih siapa aja yang dikirim ke sana. Rico Ketua Timnya, tapi keputusan harus disetujui Spy kita. Dia informannya," terang Benny.

Valentine bersiul. "Dari Indonesia juga?"

"Katanya," balas Beny. "Bentar lagi juga ke sini dia."

"Cowok atau cewek?" tanya Valentine lagi.

"Confidential," sebut Benny.

Valentine mendengus. "Padahal bentar lagi juga ketemu. Tapi kalo cewek, kesempatan kalian, kan?"

"Gue aja, mungkin. Rico nggak pernah tertarik sama cewek lain selain ..." Benny menghentikan kalimatnya saat merasakan tatapan tajam Rico.

"Wah, gue baru tau kalo Rico sepolos itu," ucap Valentine geli.

"Lo pernah denger tentang Alpha (Ketua Tim) yang sampe sekarang masih nyari cinta pertamanya?" sebut Benny.

Rico mendecakkan lidah kesal, sementara Valentine menatap Rico takjub.

"Itu elo, Ric?" Cewek berambut coklat itu menuding Rico.

"Daripada kalian ngurusin masalah itu, mending kalian mulai fokus sama misi baru kita, deh," Rico mengalihkan pembicaraan.

"Tapi seriusan, deh. Alpha yang katanya paling jago nyamar dan sembunyi, tapi nggak bisa nemuin cinta pertamanya itu beneran elo?" Valentine masih tak percaya dengan kenyataan itu.

"Dan kemungkinan besar, dia ada di Indonesia. Nggak ada rekaman keluar-masuknya ke luar negeri soalnya," Benny berkata.

"Wow, Ketua. Wow." Valentine bersiul lagi.

Rico menghela napas. "Jam berapa dia sampe ke sini?" dia bertanya pada Benny.

Benny menunduk menatap jam tangannya. "Berdasarkan info dari bagian administrasi tadi, setengah menit lagi."

Rico melompat turun dari meja dan menarik sebuah kursi sebelum duduk di sana. Benny mengambil tempat di samping Rico, dan Valentine duduk di seberang meja di depan Benny.

Rico mengeluarkan dua copy-an berkas di tangannya, melemparnya ke arah Valentine, dan menggeser satu lagi ke depan Benny. Lalu, ia menyiapkan satu lagi untuk Spy mereka.

"Sepuluh," Benny menyebutkan, "sembilan."

Sesuai hitungan Benny, tepat hitungan "Satu," lolos dari bibir Benny, pintu ruangan terbuka. Suara ketukan hak tinggi memenuhi ruangan meeting. Di sebelahnya, Rico mendengar kesiap kaget Benny, tapi Rico mengabaikannya. Siapa pun Spy-nya, setidaknya Rico tahu dua hal tentangnya.

Dia wanita. Dan dia cantik.

Tapi, saat Rico berdiri untuk menyapa Spy itu, udara seketika tertahan di paru-parunya. Rico nyaris tak bisa mempercayai apa yang ada di hadapannya. Bahkan meski sepuluh tahun telah berlalu, Rico masih bisa mengenali gadis itu. Satu-satunya gadis yang menggenggam hati Rico.

"Long time no see," ucap gadis itu. "Masih inget gue, kan?"

Rico menelan ludah. "Gue ..." Rico berdehem ketika mendapati tenggorokannya seolah terekat erat. "Kayala." Rico menyebutkan satu nama yang tak akan pernah dia lupakan.

Gadis di depannya tersenyum. Dingin. Lebih dingin dari sebelumnya.

"Kali ini, gue yang menang, kan?" gadis itu berkata. Ia menelengkan kepala, membuat helaian rambut yang terselip di belakang telinganya terjatuh dan menggantung di sisi wajahnya. "Gue yang nemuin lo lebih dulu."

Rico mengerjapkan mata, berusaha meyakinkan diri jika ini bukan hanya halusinasinya. Dia kembali berdehem.

"Lo ... gimana lo bisa ada di sini? Dan itu pun sebagai ... Spy?" Kenyataan itu mengusik Rico sebenarnya. Spy adalah misi terberat kedua setelah Grey.

Senyum dingin lagi. Tapi, itu bahkan tak mengusik kecantikan gadis itu. Masih.

"Udah gue bilang, buat nemuin lo. Cowok brengsek yang udah ngebohongin gue dan pergi gitu aja," ucap Aya dingin. "Lo juga ... nggak lupa tentang itu, kan?"

Rico menatap gadis itu tak percaya. Dia teringat saat terakhir kali melihat gadis itu sepuluh tahun lalu. Dia ... datang kemari karena itu? Dan apa katanya tadi? Rico berbohong padanya? Rico memang tidak mengatakan kebenaran tentang dirinya, tapi dia tidak berbohong saat ia mengatakan ...

"Gue suka sama lo," Rico berkata, tegas.

Di depannya, Aya mengerutkan kening, tak terlalu suka mendengarnya.

"Dan gue nggak pernah bohong tentang itu," Rico melanjutkan. "Dulu, sekarang, besok, dan nggak tau sampe kapan, itu nggak bakal berubah. Gue suka sama elo. Bahkan, gue cinta sama elo, Kay. Dan karena lo udah dateng sendiri ke gue kayak gini, sekarang gue nggak punya alasan buat ngelepasin elo lagi. Gue nggak sebodoh itu."

Mengabaikan keterkejutan Aya, Rico meraih tangan Aya, menarik gadis itu ke arahnya, tapi hanya satu detik setelah bibirnya menyentuh bibir gadis itu, dia merasakan kakinya dijegal dari belakang, membuatnya kehilangan keseimbangan dan dengan mudahnya terjatuh saat Aya mendorongnya.

Rico mendengus tak percaya saat melihat Aya berdiri di depannya, menatapnya kesal.

"Nggak sebodoh itu?" Aya mendengus pelan. "Gue baru tau."

Gadis itu lalu mengambil copy-an berkas dari meja dan duduk, sementara Benny dan Valentine mendadak tersedak aneh, berusaha menyembunyikan tawa mereka.

Rico melompat berdiri dengan satu sentakan mudah dan menatap Aya lekat, tapi gadis itu sepenuhnya mengabaikannya.

"Lo bener tentang satu hal," Rico berkata.

Aya melirik Rico sekilas, sebelum kembali mengabaikannya dan mulai membaca berkas di tangannya.

"Gue emang bodoh. Karena, masalah perasaan emang nggak se-simple itu."

Di depannya, tangan Aya yang sudah hendak membalik berkasnya, terhenti. Dan Rico tak dapat menahan senyumnya. Setidaknya, gadis itu tidak benar-benar membencinya.

"Dan itu tadi ciuman pertama gue, omong-omong," Rico menambahkan, membuat Benny dan Valentine sibuk menahan tawa, sementara Aya berdehem canggung di depannya. "Dan lo juga, kayaknya."

Aya menarik napas tajam.

"Seneng bisa ketemu lo lagi, Kay," ungkap Rico. Jujur.

Di depannya, Aya mendengus kasar. "Seneng bisa ngebanting lo juga akhirnya," balas gadis itu. Rico bahkan tersenyum mendengarnya.

Setidaknya, gadis ini kembali padanya. Atau lebih tepatnya, datang padanya. Tidak heran jika Rico tidak pernah berhasil menemukannya selama sepuluh tahun terakhir ini. Gadis ini bukan lawan yang mudah. Tidak pernah mudah.

- To be Continued -  

Note: 

Dear Beloved Readers, 

Are you enjoyed the story? Makasih banget udah setia ngikutin Rico dan Aya. xoxo
Jadi, gimana nih, lanjut nggak? *ketawa evil

Tenang aja, nanti Author usahain lanjut, kok. ;) 

So, please keep supporting me and my story as well. Author akan berusaha untuk memberikan karya-karya yang seru dan menghibur. 

Sudah, sampai sini aja dulu Rico-Aya nya.. Sampai jumpa di cerita baru besok Senin.. ;) 

Atau mungkin besok. *ketawa evil lagi

Maunya kapan, nih? Kapan-kapan? *Author lagi gaje

Pokoknya, ikutin juga cerita-cerita baru dari Author nanti, ya.. ;) 

Love, 
Ally Jane 


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang