Bagian Enam (5)

1.4K 192 31
                                    

Bagian Enam 

Kenapa Kau Harus Memegang Tanganku Ketika Kau Begitu Membenciku? (5)


"Jadi, ini acaranya, om lo udah pesen tempat di restoran buat makan malam bareng sekeluarga, dan pas tante lo berangkat, lo sama Amel bakal nyiapin kado dan kuenya di rumah. Jadi, sebelum tante lo pergi, lo nggak bisa pulang ke rumah?" Rico menyebutkan rencana Aya dan sepupunya.

Aya mengangguk seraya menyeruput jus stroberinya.

"Dan lo rencananya kumpul di sini sama sepupu lo itu sebelum balik ke rumah?" tanya Rico lagi.

Aya mengangguk. "Soalnya, gue bilang kalo gue juga ada acara di sekolah sampe sore. Jadi, ntar Alvie ama Vila berangkat dulu sama Om dan Tante ke restoran. Begitu mereka berangkat, gue sama Amel bakal naruh kadonya di rumah."

"Kenapa nggak tadi kita bawa aja sekalian kadonya?" tuntut Rico. "Apa gue ambil mobil dulu biar nggak ribet bawanya?"

Aya menggeleng. "Gue kan udah bilang, tadi itu niatnya gue nggak ngajak elo. Mau naik angkot aja, makanya barang-barangnya ntar diambil Amel, biar gue nggak ribet bawanya," jelasnya.

"Jadi, tadi itu beneran ngajakin gue jalan-jalan?" Suara Rico terdengar geli.

Aya berdehem, memutuskan untuk tak menjawab. Dan kewajibannya itu terselamatkan oleh kedatangan Amel.

"Gue udah ambil semua. Ntar tinggal ambil kuenya, trus kita pulang, baru nyusul Mama sama Papa," kata Amel begitu dia duduk di kursi sebelah Aya. "Dan ... eh, Rico?"

Aya menarik turun tangan Amel yang melambai riang ke arah Rico. Aya menatap Amel kesala sebelum menyapa Daffa, teman Amel yang pastinya mengantar Amel mengambil hadiah-hadiah yang sudah dibeli Aya tadi,

"Hai, Daff."

Daffa tersenyum dan mengangguk pada Aya, sebelum tatapannya tertuju pada Rico. Aya tersenyum geli. Amel mungkin tidak menyadari, tapi Daffa yang saat ini berstatus sebagai sahabat Amel, adalah cowok yang hanya, dan selalu melihat sepupunya itu.

"Eh, Daff, ini nih, cowoknya Aya yang aku ceritain waktu itu," Amel tiba-tiba nyerocos, membuat Aya memukul punggungnya. Sepupunya itu mengaduh. "Biasa aja sih, Ay. Kalo ngambek berarti beneran, tuh."

Aya mendesis kesal, tapi di depannya Daffa tampak lebih rileks dan mengangguk pada Rico.

"Dia ini temen pertama yang dibawa Aya ke rumah, lho," kata Amel berapi-api. "Mama-Papa juga udah kenal sama dia."

"Nggak usah bawel, deh," desis Aya. "Lo udah cek semua hadiahnya?"

Amel mengangguk. "Tapi, itu kok ada satu set piring bagus banget itu, kamu juga yang beli?"

Aya mengerutkan kening. "Tadi gue beli gelas aja. Buat hadiahnya si Alvie sama Vila. Buat ganti yang di Bandung dulu kita nggak jadi beli. Tapi ... piring apaan, sih?"

"Waktu di Bandung itu, tante lo sempat liat piring begitu, tapi nggak jadi beli gara-gara insiden gue itu. Kebetulan tadi ada. Jadi sekalian," Rico tiba-tiba menjelaskan.

Aya menatap cowok itu, bingung, tak percaya. "Tapi ... lo ngapain ..."

"Gue bukannya nggak kenal ama tante lo, kan?" sahut Rico enteng. "Dan kalo lo udah mau balik, ayo gue anter sekalian."

"Eh, Rico ikut aja sekalian ke acara makan malamnya kalo gitu," cetus Amel.

Aya menatap sepupunya itu dengan kaget. "Kenapa?"

"Kan, dia udah beliin hadiah juga. Daffa tadi juga ngeyel beliin hadiah buat Mama. Biar mereka ikut aja sekalian," jelas Amel.

Aya tak tahu harus menanggapi bagaimana, tapi Daffa dan Rico sudah menjawab bersamaan,

"Nggak usah, deh."

Aya menatap kedua cowok itu dengan kening berkerut.

"Itu kan, acara keluarga," Daffa berkata.

"Tapi, kalian kan, udah kenal Mama-Papa juga. Nggak pa-pa, kok," Amel berkeras.

Rico dan Daffa menggeleng.

"Salam aja deh buat mamamu, ya," Daffa berpesan seraya tersenyum.

Rico menatap Aya dan berkata, "Kalo lo mau bilang makasih ke gue, besok lo bisa nemenin gue jalan." Cowok itu bahkan masih bisa mengerdip padanya, membuat Aya mendesis kesal sementara Amel sudah terbahak.

"Lo balik aja, deh. Gue bareng sama Amel," Aya mengusir Rico. Apa cowok itu lupa, sesorean ini Aya mengajaknya karena ...

"Masa iya, lo mau gangguin mereka? Nggak peka banget," komentar Rico.

Amel tersenyum geli. "Bilang aja, kamunya pengen bareng sama Aya."

Aya mendesis ke arah sepupunya itu, sementara Rico bahkan tak mendebat.

"Ini rumah lo udah kosong belum?" Rico bertanya pada Amel.

Amel mengangguk. "Barusan Alvie ngabarin kalo mereka udah berangkat."

Rico mengangguk, lalu menarik Aya berdiri bersamanya. "Walaupun lo nggak suka, tapi kencan kita buat hari ini harus berakhir dulu. Dilanjut besok, oke?"

Aya mendengus dengan tatapan kesal pada Rico, tapi cowok itu bahkan dengan cueknya menarik Aya pergi. Tapi saat ini, Aya juga tak punya keinginan untuk memberontak. Setidaknya hari ini, dia sudah memutuskan untuk mengalah.

Hanya hari ini.

***

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang