Bagian Lima (5)

1.5K 194 30
                                    

Bagian Lima 

Kenapa Kau Harus Menolongku Ketika Aku Begitu Membencimu? (5)


"Lo kok suka banget sih, di tempat kayak gini?" tanya Rico seraya menarik sebuah buku, lalu mengembalikannya ke rak. Begitu lagi ke buku lainnya. Terus, entah sampai berapa buku menjadi korbannya.

"Gue lagi baca, jangan berisik," Aya mendesis kesal.

"Baca apaan? Belum dibuka gitu bungkusnya," celetuk Rico. "Sini gue bukain dulu, biar lo bisa baca."

Aya menepis tangan Rico seraya menjauhkan novel di tangannya. "Apa gunanya sinopsis kalo ke toko buku buat ngerobek bungkusnya? Emangnya, lo kalo beli makanan, mau yang bungkusnya udah dibuka?"

"Mau aja," Rico menjawab santai. "Di warung makan juga makanannya nggak dibungkus."

"Tapi, nggak bekas diacak-acak orang juga, kan?" sengit Aya. "Ini toko buku," geramnya. "Kalo mau baca isinya tapi nggak yakin mau beli atau nggak, ke perpustakaan sono."

"Kan, yang mau baca elo. Gue cuma mengusahakan sebaik-baiknya buat elo, nih," Rico membela diri.

Aya menatap cowok itu dengan jengkel. "Nggak perlu mengusahakan macem-macem buat gue. Dengan lo diem aja udah syukur gue. Lagian, lo ngapain sih, pake ikutan ke sini? Bukannya lo tadi bilang mau jalan-jalan?"

"Ini juga lagi jalan-jalan." Rico berjalan melewati Aya, lalu kembali ke tempatnya semula, dengan alis terangkat penuh kemenangan.

Aya memutar mata. Butuh usaha keras untuk tidak melemparkan novel di tangannya ke wajah cowok itu. Sayang novelnya.

"Dan jangan berisik," desis Aya.

Rico mengangguk. Memang, setelah itu, Rico tidak lagi mengoceh berisik. Tapi, setiap kali Aya membaca sinopsis novel, dia akan melongok melewati bahunya untuk ikut membaca. Jika tidak begitu, dia akan mengambil sebuah novel dan memutar-mutar dengan tangannya. Meski dia tidak bicara, tingkahnya itu mengundang perhatian pengunjung lain. Beberapa dari mereka bahkan tampak geli menatap Aya dan Rico.

"Lo bisa nggak sih, jauh-jauh dari gue?" Akhirnya Aya tak tahan juga.

Rico menatap Aya. "Gue salah apa lagi, sih?"

"Banyak. Jadi, awas, jangan ganggu gue dan jauh-jauh sana. Ke rak sebelah, kek, ke mana kek," usir Aya kesal.

Rico menghela napas berat, tapi kemudian dia berbalik dan berjalan pergi. Aya mendadak merasa tidak enak juga mengusir Rico seperti itu. Tapi, memang cowok itu yang salah, kan? Untuk apa dia mengikuti Aya?

Setelah mengusir Rico dari sisinya, dan kepalanya, Aya memfokuskan diri pada novel-novel di rak depannya. Aya membawa sebuah novel yang akan dibelinya, kembali membaca sinopsisnya saat berpindah ke rak sebelahnya. Tapi kemudian, sebuah benda menghalangi langkahnya, membuat Aya tersandung dan terhuyung ke depan.

Aya menjerit panik saat dia mendarat di atas lantai. Ah, tidak. Di atas seseorang. Aya menunduk dan mendapati kedua sikunya tidak menabrak lantai, tapi mendarat di dada Rico yang sudah mengerang kesakitan. Teringat luka di kepala cowok itu hari Minggu lalu, Aya reflek menyelipkan tangannya di bawah kepala Rico.

"Kepala lo kebentur lantai, nggak?" cemas Aya.

Rico menggeleng. Dia lantas menunjuk ke dadanya, tempat siku kiri Aya masih bersandar. "Ini ... sakit, Kay. Sumpah."

Aya buru-buru menarik kedua tangannya, membuatnya seluruh badannya jatuh di atas Rico. Cowok itu mengerang kesakitan.

"Kay, seriusan deh, lo mau bunuh gue atau gimana?" gerutu cowok itu seraya memegangi bahu Aya. Rico lalu menggulingkannya ke samping, hingga Aya mendarat di lantai di sebelah cowok itu.

Saat Rico beranjak duduk, satu tangannya yang masih memegang bahu Aya, diselipkan di bawah punggung Aya, menarik Aya hingga dia juga duduk.

"Lo nggak pa-pa?" tanya Aya cemas.

Rico tak menjawab dan malah berdiri, meninggalka Aya duduk sendiri di lantai.

"Gue tanya, lo nggak pa-pa?" ulang Aya lebih keras.

Rico masih tak menjawab, tapi malah mengulurkan tangannya pada Aya. Aya menatap cowok itu kesal, tapi cowok itu mengedik ke sebelah rak. Aya akhirnya tersadar bahwa kini mereka menjadi pusat tontonan orang-orang.

Aya berdehem dan menerima uluran tangan Rico. Begitu dia berdiri, Rico mendekatinya, menepuk punggungnya lembut, membersihkan debunya, sembari berbisik, "Gue nggak pa-pa. Tapi, gue saranin lo buat diet, Kay."

Aya kontan menoleh dan menatap cowok itu tajam. Di sebelahnya, Rico tampak mengulum senyum, dan Aya urung memuntahkan makian kesalnya.

"Gue tadi kesandung," Aya memberi alasan.

"Kesandung gue," Rico menjawab.

Aya mengerutkan kening. Ah, benar juga. "Lo ngapain di bawah situ tadi?" tuntut Aya.

"Baca buku yang di rak bawah, lah. Jangan nyalahin gue. Elo yang jalan nggak sambil liat jalan," gerutu cowok itu seraya membungkuk, mengambil sesuatu dari lantai, lalu menyodorkannya pada Aya. "Gara-gara ini, kan?"

Aya bisa merasakan wajahnya memerah saat melihat novel yang menyita fokusnya hingga dia tersandung ... ah, menabrak Rico.

"Gue udah selesai," kata Aya seraya berbalik dan berjalan pergi ke arah kasir. Dia mengabaikan tatapan orang-orang yang masih menatapnya.

Saat menunggu antrian di kasir, Rico yang sudah berdiri di sebelahnya berbisik padanya,

"Kay, rok lo nyelip, tuh."

Aya menoleh ke belakang dengan panik, tapi roknya baik-baik saja. Lalu, didengarnya Rico tergelak di sebelahnya, lagi-lagi menarik perhatian para pengunjung lain.

Aya menginjak kaki Rico, membuat cowok itu mengaduh, sebelum dia maju ke meja kasir.

Dasar cowok resek menyebalkan.

***    

Let Me Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang