"Assalamu'alaikum Ipeh!" seru Alvin di sebrang telepon.
"Ya Bang, ada apa ya?" tanya Ipeh di bawah tatapan bingung Kayla, dengan maksud siapa Peh?
"Aku mau ke Serang nih, ada acara. Boleh mampir ke tempat kamu nggak? Atau kita bisa ketemuan?" kata Alvin.
Ipeh tergeragap, "Oh... iya... eh, ke kosan aku? Aduh...."
"Kalau nggak boleh ya nggak apa-apa." Kata Alvin lagi.
"Hmm....Boleh, ntar aku temuin kamu di mana?"
"Tempatnya di....." Alvin menyebutkan sebuah tempat dimana lokasi acara berlangsung. Alvin menutup telepon setelah berjanji akan tiba di Serang sejam kemudian. Lantas Kayla sibuk bertanya tentang identitas si penelepon.
"Kamu ngapain ketemu sama dia? Penting?" tanya Kayla.
"Nggak juga sih, nggak enak aja karena dia itu fans gue." Jawab Ipeh santai.
"Hahaha..... oke deh, gue ikut."
Mereka berdua bersiap menuju lokasi seminar kepenulisan yang di sana Alvin sebagai pembicara. Ipeh menggeleng-gelengkan kepalanya, ternyata selain pecinta sejarah, Alvin juga ketua wilayah komunitas kepenulisan di Indonesia. Retorikanya saat memaparkan materi membuat hadirin terpukau, termasuk Kayla.
"Ini sih, tipe gue Peh." Gumam Kayla.
Ipeh mengerutkan dahi, "Nggak salah? Kayla yang terkenal sebagai Princess Elsa, akhwat paling cool senusantara, ternyata seleranya macam Bang Alvin?" ujar Ipeh. Kayla masih terpaku menatap ke depan, Alvin masih menjelaskan materi. Menjawab pertanyaan peserta.
"Masih ada yang bertanya lagi?" tanya moderator.
Refleks Kayla mengangkat tangannya. Moderator menunjuk Kayla yang belum sadar bahwa tangannya terangkat dan Alvin tengah menatapnya. Heran. Ini orang dari tadi senyum-senyum terus.
"Ya silakan." Kata moderator, kemudian Ipeh mencubit lengan Kayla. Buruan woy lo mau nanya apa?
Kayla kaget, dia sebenarnya tidak tahu mau bertanya apa. Maka untuk menyelamatkan wajahnya, dia berusaha menyatukan apa yang dia pikirkan dengan ketahanan mentalnya.
"Ya, saya.... mau tanya.... Gimana ya, caranya, supaya, tulisan kita, bisa, lolos sidang skripsi?" kata Kayla terbata-bata. Namun di ujung kalimat, Alvin tersenyum. Ipeh tepuk jidat. Para peserta menahan tawa. Kayla pun sadar apa yang dia katakan. Namun moderator sudah mempersilakan Alvin untuk menjawab. Kayla malu setengah mati, dan apa jawaban Alvin pun dia tak memperhatikan. Hanya Ipeh yang terus terkikik geli di kursinya.
Usai acara, Alvin mendatangi kursi Ipeh.
"Hebat sekali tadi Bang. Selamat ya. Oya kenalin ini sahabat saya, Kayla." Kata Ipeh. Alvin menyalaminya jarak jauh. Kayla hanya menganggukkan kepala dengan pipi bersemu merah.
"Oya Ipeh, ini ada oleh-oleh buat kamu." Ujar Alvin sambil mengeluarkan sebuah novel karya Alvin. Ipeh senang sekali menerimanya. Kayla masih menenggelamkan wajahnya pada rasa malu.
"Boleh main ke tempat kamu nggak?" tanya Alvin.
Kayla menggeleng samar, Ipeh merasa tak enak kalau menolak sebab dia datang dari jauh. Jadi dia berencana akan mempersilakan Alvin ke kosannya, bertemu dengan bu Pipit. Jadilah mereka pulang, Alvin berjalan di belakang Ipeh dan Kayla.
Memasuki pintu pagar, Alvin berdecak. "Jadi ini kosan kamu?"
Ipeh berharap, Alvin hanya mampir sebentar. Dia merasa tak enak karena didatangi teman lelakinya. Maka Ipeh mengetuk pintu rumah bu Pipit, yang keluar adalah Satria yang kebetulan sedang ada di rumah. Dia jaga malam.
"Assalamu'alaikum. Bang, maaf, ada teman saya datang." Kata Ipeh.
"Wa'alaikumsalam! Terus?"
"Hmm... Boleh kan?"
"Mana tamunya?"
Ipeh menunjuk Alvin dengan isyarat mata. Alvin menyalami Satria."Assalamu'alaikum, saya Alvin. Temannya Ipeh."
"Oh." Sahut Satria. "Satria!" serunya tegas. Kemudian mempersilakan Alvin masuk ke ruang tamu. Ipeh dan Kayla pamit ke kamarnya di belakang.
Bu Pipit muncul dari dapur. "Siapa ini?"
Alvin menyapa bu Pipit. "Saya Alvin, temannya Ipeh dari Tangerang."
"Temannya Ipeh? Emang dia punya teman lelaki? Kamu bermaksud melamar Ipeh?" todong bu Pipit. Alvin gelagapan.
"Nggak kok Bu."
"Lantas, kenapa seorang lelaki dewasa mendatangi kediaman perempuan dewasa kalau tujuannya bukan untuk melamar? Nak, dengar. Saya pemilik kosan ini. Ipeh itu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Anak saya ada tiga. Yang pertama, Amru sudah menikah dan tinggal dengan keluarga kecilnya. Yang kedua, ini Satria, seorang dokter di Rumah Sakit Umum lulusan Universitas Gajah Mada. Yang ketiga, Safira. Gadis manis kesayangan kami." Jelas bu Pipit, membuat Alvin melongo. Dengan gugup dia menjawab.
"Ibu yang baik, saya datang kemari bukan untuk melamar Ipeh. Sama sekali bukan. Saya hanya ingin berkunjung..."
"Lelaki dewasa tidak perlu mengunjungi perempuan dewasa. Kecuali ada maksud khusus di dalamnya." Lanjut bu Pipit. Satria memandangi ibunya dengan rasa malu. Maka dia pamit ke belakang untuk membuatkan minuman.
Alvin tersenyum untuk mencairkan suasana. "Maaf Bu, sekali lagi maaf. Saya tidak akan lama, sebentar lagi saya pamit."
"Ya sudah, kalau udah nggak ada perlu apa-apa lagi. Saya nggak ngusir sih, Cuma kalau kamu mau pulang, masa saya larang?"
Alvin tersenyum kaku, niatnya hanya ingin mengunjungi Ipeh tanpa maksud apa-apa justru membuat bu Pipit salah paham. Satria datang lagi membawa minuman, tetapi Alvin sudah berdiri pamitan. Satria menyuruhnya minum. Alvin menurut dengan canggung. Lalu Satria mengantarnya sampai pintu pagar.
"Well, yah saya nggak kenal kamu sebetulnya, tapi kalau nggak salah saya pernah lihat kamu di.... Jakarta ya? Saat saya ada workshop di sebuah hotel." Kata Satria.
Alvin mengangguk. "Ya, rasanya memang kita pernah bertemu."
"Saya minta maaf atas sikap Mama. Beliau orangnya susah ditebak, sesuai mood-nya. Mungkin kalau lain kali kamu datang lagi, siapa tahu mood-nya bagus." Kata Satria, tak enak hati.
"Ya, saya maklumi. Nggak masalah." Ujar Alvin. Ipeh datang dari kamar belakang, menenteng tas kresek dan diberikannya ke Alvin.
"Bang, makasih ya oleh-olehnya. Ini ada sedikit oleh-oleh khas Banten. Kue gipang . Maaf seadanya."
"Makasih ya." Jawab Alvin seraya menerima bungkusan plastik tersebut. "Peh, suatu saat boleh nggak main ke rumah kamu, bukan di sini?"
Ipeh kaget, lalu hanya mengangguk malu. Alvin pamit setelah ojek onlinenya datang. Mengantarnya ke terminal.
"Gue nggak kenal siapa dia. Tapi mewakili Mama, gue minta maaf. Kayaknya Mama nggak rela kalau lo dikunjungi cowok." Kata Satria sebelum masuk rumah.
Ipeh tak begitu paham maksud Satria. Dia bergegas kembali ke kamarnya, lalu ponselnya berdering mengagetkannya. Ipeh buka pesan yang masuk itu
tadinya aku nggak begitu peduli dengan lelaki bernama Satria saat di hotel itu. tapi sekarang aku tahu siapa dia, dan sepertinya aku harus segera berkunjung ke rumah orangtuamu.
Ipeh terkejut membaca pesan itu, seperti sebuah ancaman baginya. Sementara bu Pipit mulai mengomel tidak jelas, lantaran Satria belum juga menemukan calon istri. Bu Pipit berjanji akan mencarikan jodoh bagi anak bujangnya itu.(*)