10

3K 577 35
                                    

“Mahasiswa Professor yang centil itu kok kayak lalat, sih? Akhir-akhir ini selalu ada di sekeliling saya,” celetuk gue yang lagi rebahan di kasur. Malamnya, Kyungsoo yang lagi berkutat dengan laptop langsung noleh dengan kening yang mengerut.

“Mahasiswa sama yang centil tuh banyak,” sahutnya bikin gue mencibir pelan.

“Ituloh, yang waktu itu dateng ke ruangan pas saya nganterin buku,” ucap gue dan dia sama sekali enggak ngasih respons. “Ternyata dia anak majikan saya.”

  "..."

Gue sampai mikir ini orang kayaknya tuli sama bisu, soalnya diem mulu. Padahal gue berusaha untuk membuka obrolan biar hubungan kami tuh enggak kaku. Eh, yang ada gue kena kacang.

Susah emang punya suami yang kayak es batu.

“Kenapa kamu panggil saya Professor?” tanya dia tanpa melihat ke gue. Omongan gue dianggap angin, dia malah nanya yang lain. Bener-bener ngeselin spesies macam dia. “Hmm?”

“Terus mau dipanggil apa? Mas?” tanya gue malas. Dia cuma enggak tahu alasan dibalik gue manggil dia Professor itu apa. Karena sesungguhnya, setelah gue manggil dia “Professor”, maka dalam hati gue bakalan nambahin “Asti” sebagai pelengkap.

Oke, gue emang pengecut karena ngejek dia cuma dalem hati doang.

“Lebih baik Mas daripada Prof,” jawab dia bikin gue merinding. Geli banget sumpah, selama hidup gue cuma manggil Mas ke tukang gojek doang. Tapi masa iya suami gue disamain sama tukang gojek, kan?

Di saat gue lagi ngelamun, tiba-tiba Kyungsoo simpan laptopnya dengan sedikit buru-buru dan tiduran di samping gue. Enggak lupa narik selimut dan meluk gue dengan beringas.

Eh-- ini apa-apaan, sih?!” pekik gue tertahan karena dia langsung nutupin mulut gue pake tangannya. Bahkan kaki gue dia tahan dengan kakinya. Udah bak guling aja rasanya, ya tuhan.

CKLEK!

Gue merem otomatis pas ada seseorang yang masuk ke dalam kamar tanpa ketuk pintu dulu. Cukup lama jedanya, dan akhirnya pintu tertutup lagi. Sebenarnya gue capek kayak gini terus hampir tiap malam. Yang masuk tadi adalah ibu mertua gue, dia selalu mastiin kalau hubungan kami baik-baik aja dengan cara malem-malem masuk ke kamar.

Untungnya Kyungsoo ngasih tahu gue dari awal, jadinya peluk-pelukkan gini udah biasa. Yah, walaupun setelah gue buka mata ...

“...”

“...”

... Sialnya dada gue selalu berdebar agak cepat dari biasanya. Karena apa? Karena mata Kyungsoo yang hitam dan tajam itu akan langsung bertubukkan dengan mata gue.

	Perlahan Kyungsoo melepaskan pelukannya dan duduk lagi, dia ngerjain apa yang tadi tertunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perlahan Kyungsoo melepaskan pelukannya dan duduk lagi, dia ngerjain apa yang tadi tertunda.

“Patungan aja, yuk! Kita beli rumah atau sewa apartemen,” celetuk gue sambil meringkuk di atas kasur. Kyungsoo cuma bergumam ngerespons ucapan itu, selalu, dan gue mulai terbiasa. “Saya tuh capek setiap malam harus drama kayak gini. Mending kita pisah aja sama orang tua.”

“Nanti saja.”

“Kapan sih nantinya? Professor tuh enggak ngerti apa kalau saya enggak nyaman?” tanya gue menuntut. “Lagian emang enggak baik juga sama-sama orang tua terus, yang ada mereka nanti ikut campur urusan rumah tangga kita.”

Enggak lama Kyungsoo matiin laptopnya dan tidur memunggungi gue. Enggak ada ucapan selamat malam. Bahkan untuk menyahut dan menghargai omongan gue aja enggak.

Lama-lama makan hati berurusan sama dia, tuh. Gue kayak enggak dianggap sebagai istri.

“Terserah! Dari awal emang saya enggak pernah dianggap!” celetuk gue dan tidur memunggungi Kyungsoo. Hening.













👀

BRUK!

Setelah gue lempar asal tas, gue langsung membanting diri ke kasur tanpa memperdulikan kalau tadi ibu mertua sempat manggil dan nanyain keadaan gue. Udah beberapa hari sejak Inha selalu jelekkin gue, dan udah beberapa hari pula gue dapat masalah sama pengunjung.

Inha melakukan segala cara supaya gue tampak salah di mata ibunya, padahal udah jelas-jelas gue enggak salah. Gue tanya ada apa sama dia, dan itu cewek malah ketawa kayak orang gila. Dikira dia ini sinetron apa? Gue enggak peka!

Selama beberapa hari ini juga gue jadi agak ketus sama mertua gue, soalnya dia selalu nanyain apakah gue udah nyuci bajunya Kyungsoo, masak buat Kyungsoo, segala pekerjaan rumah dia tanyain sama gue. Padahal jelas-jelas gue lagi capek dan banyak masalah.

Enggak lama seseorang masuk, dan itu kak Irene. Dia langsung duduk di deket gue yang masih enggan buat bangun.

“Dek, kalau ada masalah tuh ya omongin. Jangan dipendam, kami tuh khawatir. Kamu juga jadi ketus sama keluarga, enggak baik. Kita kan sama-sama menantu,” ujar dia bikin gue bangun.

“Aku bener-bener enggak maksud, Kak. Aku lagi banyak masalah, bawaannya pengen marah. Aku bener-bener enggak bisa tampak baik-baik aja walau itu di depan ibu mertua,” sahut gue dan kak Irene cuma ngangguk sambil senyum.

“Kalau kamu enggak tahan, mending pisah rumah aja. Ajak Kyungsoo, daripada kamu jadi dicap jelek sama ibu,” ujar dia dan gue cuma bisa meluk kak Irene. Rasanya gue pengen curhat sama dia, tapi enggak tahu harus darimana.

Penyebab kesal gue tuh terlalu bercabang. Ada dari soal pekerjaan, dari soal Kyungsoo yang enggak pernah dengerin curhatan gue soal rumah atau Inha, dan soal keluarganya yang semakin hari selalu menekan gue. Ini terlalu tiba-tiba, gue belum cukup kuat menerima semuanya.

“Aku udah ngajak kak, tapi dia selalu ngasih jawaban yang enggak pasti.” Kak Irene mengangguk setuju, gue yakin dia pasti paham banget karakter Kyungsoo selama tinggal di sini.

“Masalahnya bukan pada keadaan kamu, Mia,” ujar kak Irene melepaskan pelukan gue dan ngasih tatapan lembut. “Kamunya belum mau dewasa. Kamu lebih milih kerja daripada ngurus rumah, bahkan lebih milih jalan sama Wonho daripada mendekatkan diri dengan suami kamu.”

Gue tercengang beberapa saat, soal darimana kak Irene tahu kedekatan gue sama Wonho.

“Ibu makin cerewet sama kamu itu karena dia pernah lihat kamu jalan sama Wonho, jadi dia khawatir. Untungnya Kyungsoo selalu menjelaskan sama ibu kalau Wonho tuh sahabat kamu. Tapi walau begitu, ibu tetep takut.”

“Kamu emang enggak bisa buka hati buat Kyungsoo? Kalau kamu ngajaknya baik-baik buat pindah rumah, dia pasti mau dengerin. Alasan kamu harus masuk akal kenapa mau pindah,” lanjut kak Irene lembut. “Kamu pernah bilang cuma mau nikah sekali, tapi kenapa enggak mencoba buat membangun rumah tangga yang baik sama Kyungsoo?”

Gue udah coba, kak Irene cuma enggak tahu. Selama ini gue udah berusaha buat buka hati pada Kyungsoo. Gue udah mencoba menjalankan peran istri dengan baik, bahkan sering ngajak ngobrol. Tapi, Kyungsoo kayak enggak pernah mau buat menerima gue. Dia selalu sibuk dengan dunianya sendiri.



Apalagi ... dia enggak pernah mencoba menatap mata gue dengan lembut. Dia selalu mengeluarkan tatapan tajam ke semua orang, dan gue benci itu!

Prof. AstigmatismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang