Malamnya, gue mengendap masuk ke dalam kamar dan Kyungsoo lagi rebahan di kasur. Sudah cukup lama dari sejak makan malam, dan dia enggak keluar dari kamar. Anehnya, dia enggak melakukan apa-apa.
“Mas?” panggil gue sambil masuk. Kyungsoo bangun dan mengisyaratkan gue untuk duduk di sampingnya. “Kenapa? Ada masalah?”
Dia cuma menggeleng pelan sambil menyisir rambut gue yang cukup panjang dengan jarinya. Niatnya, gue mau memberitahukan soal surat itu. Tapi kayaknya terlalu kaku kalau langsung to the point.
“Mas tahu Nam Ji Hyun, enggak?” tanya gue bikin dia spontan menggeleng dan menampakkan raut bingung. “Ih, itu aktris Korea yang lagi naik daun.”
“Enggak tahu, kamu jangan kebanyakan Fangirling-an mulu. Emangnya sampai tua nanti mau terus jadi Kpopers?” tanya dia bikin gue ketawa canggung. “Itu album juga numpuk enggak jelas, mending jual aja.”
“Ih, jangan! Sayang tahu, hasil jerih payah. Nanti kalau saya kangen sama Luhan EXO atau Nayeon TWICE, gimana?” tanya gue bikin dia geleng-geleng kepala. Kyungsoo bilang, dia sama sekali enggak paham dunia Kpop.
Walau setelahnya saat gue maksa dia supaya sesekali nonton drama dan lihat comeback idol group, dia mengangguk pasrah.
Kemudian hening, gue dengan ragu mengeluarkan kedua kertas teror.
Raut Kyungsoo langsung berubah, gue menjelaskan dengan pelan kalau dua surat itu gue temukan sudah cukup lama. Sengaja gue enggak memberikan surat siang tadi, karena beberapa alasan.
“Saya selalu berusaha untuk mempercayai ucapan mas, kalau ini hanya surat iseng. Tapi, apa ini sudah keterlaluan namanya, mas? Kalimatnya aja udah ngancam gini,” jelas gue sedikit takut. Kyungsoo hanya menggenggam tangan gue dengan gelagat seperti berusaha menenangkan.
“Sejauh ini enggak ada satupun dari ancaman itu terjadi, kan? Itulah kenapa saya sebut surat iseng, Mia. Karena surat itu hanya sebuah gertakan,” sahutnya dengan lembut. “dengan kamu percaya sama saya saja, saya bersyukur. Berarti kamu enggak termakan sama semua tulisan di surat-surat itu.”
Gue mengangguk, sepertinya udah cukup untuk gue peduli pada surat itu. Benar apa kata Kyungsoo, selama ini hanya surat ancaman dan enggak ada sesuatu yang buruk terjadi.
"Udah, ya. Jangan dibawa pusing," tambahnya sambil tersenyum. "Nanti mas lanjut cari tahu siapa pengirimnya, kalau kamu takut."
Setelah itu, Kyungsoo menarik gue ke pelukannya. Ternyata tanpa gue tahu, suami gue itu sedang mencari tahu pengirimnya.
"Mau saya bantu?" tawar gue dan dia cuma menggeleng.
"Suratnya buat saya, jadi urusannya juga sama saya. Nanti kalau saya butuh bantuan, saya pasti bilang."
Gue menggangguk lagi dan membalas pelukannya. Setidaknya, Kyungsoo memberikan gue kesempatan untuk membantunya.
SREK!
Eh?
Gue langsung mendorongnya pelan dan nyengir, baru saja gue merasakan ada sesuatu di saku jaket. Seketika gue izin ke kamar mandi dan mengeluarkan benda itu. Sebuah tespack.
Mumpung inget, ah.
Harap-harap cemas, gue menunggu hasilnya. Sebenarnya gue belum membicarakan keanehan kondisi tubuh gue pada Kyungsoo. Walau kadang dia mergokkin gue muntah-muntah di pagi hari, tapi dia enggak curiga sama sekali saat gue bilang cuma masuk angin.
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prof. Astigmatism
FanfictionJatuh cinta ... Bisa berawal cuma dari bertatapan. Miliknya, sangat menusuk tapi membuat penasaran. Siapa sangka? Professor muda dengan tatapan tajam itu akan menjadi suami dari seorang cewek yang jomblo dari lahir? Jadi, mari kita belajar mencint...