“Oh, kamu masak?” tanya seseorang membuat gue menoleh ke belakang. Wonho dengan tampang bangun tidurnya mencuri lihat ke arah masakan. Memang, pagi ini sengaja gue masak.
“Hmm ...”
“Kamu makin cantik ya kalau masak,” celetuk Wonho bikin gue hampir aja menjatuhkan sendok pas lagi mencicipi. Gue menggeram sedangkan dia malah ketawa. Setelah selesai, dan Wonho juga membersihkan dirinya, kami makan bersama.
Pagi ini normal, enggak kayak kemarin-kemarin. Tapi sayangnya rasa normal itu hancur saat gue menerima telpon dari Mira kalau Kyungsoo datang ke rumah Dahyun untuk mencegah Inha yang mau ngadu ke ibu mertua soal kandungannya. Dan katanya, suasana kacau akibat emosi keduanya yang enggak terkontrol.
Gila, emang!
Gue enggak sempat cuci piring dan nyaris nekat lari ke rumah Dahyun kalau aja Wonho enggak bertanya dan memilih mengantarkan gue dengan mobilnya. Karena rumah Dahyun masuk gang, Wonho memakirkan dulu mobilnya di pinggir jalan. Sedangkan gue langsung lari.
BRUK!
“Aduh, nak ... hati-hati.” Gue mendongak setelah baru aja bertubrukkan dengan seseorang. Mata gue membulat sempurna pas tahu kalau yang gue tubruk adalah mamah dan kak Irene.
“Mamah-- ngapain di sini?” tanya gue kaget. Beliau hanya menjawab kalau dia sedang memotong jalan, setelah dari pasar. Mamah ngoceh juga karena gue enggak ikut masak-masak lagi dengan squad yang udah tercipta tanpa gue tahu. Beranggotakan mamah, mbak Lia, kak Irene sama ibu mertua.
Kak Irene juga sempat nanya sama gue dengan raut jengkelnya, seakan gue benar-benar pernah lenyap dari bumi. Tapi gue enggak jawab dan memilih lari ke tujuan awal.
“Mia, kamu mau kemana? Itu ibu mertua sama kakak kamu udah nungguin di mobil! Ayo ikut!” seru mamah yang terakhir gue dengar. Begitu sampai dan baru aja gue buka pintu, orang-orang di dalam memang sibuk berdebat.
“Kenapa diam aja?!” pekik gue menepuk Mira yang berlindung di punggung Chanyeol dan sibuk melerai. Seketika pandangan Inha, Kyungsoo, Chanyeol dan Baekhyun mengarah ke gue. Apalagi suami gue itu langsung menarik tangan gue dengan emosi yang ditahan.
“Kamu darimana aja, Mia?”
“Penting buat mas tahu?” tanya gue sambil menghentakkan tangannya. “Inha, lo gila? Kenapa harus memberitahu ibu mertua soal kandungan itu?”
Dia jawab, “Karena lo masih belum juga menceraikan Prof. Kyungsoo.”
Kyungsoo langsung angkat bicara, dan bersikeras enggak bakal menceraikan gue apapun masalahnya. Di sela-sela debat, gue malah salah fokus dan melihat ada luka baru di sekitaran bibir Inha. Seketika gue mikir, apa dia pulang ke rumahnya dan mendapat pukulan lagi?
Ini gila.
Gue sampai enggak sadar kalau Inha mendekat dan mendorong bahu gue sambil berseru bahwa masalah semakin kacau karena gue. Beruntungnya Wonho menahan laju tubuh gue yang hampir aja jatuh.
SRAK!
Gue dan Wonho saling tatap, gue enggak tahu kalau dia memasukkan semua benda yang ada dalam tas ke dalam tempatnya. Semua, termasuk tespack yang sekarang menjadi sorotan sekitar.
Kalah cepat, Kyungsoo mengambil itu dan menatap gue enggak percaya. Tatapan semua orang sama, penuh tanya dan terkejut.
“Mia-- kamu ...”
“Kenapa kamu enggak bilang sama Kyungsoo?” tanya Chanyeol dan memberi kode pada Mira yang sibuk menggeleng, tanda ia juga baru tahu soal ini.
“Ya tuhan ...” Gue mendengar Inha berbisik pelan sambil menutup mulutnya, sedangkan gue sibuk berperang dengan pikiran. Tentang apa yang harus gue lakukan selanjutnya?
Gue langsung merebut tespack itu dan menyembunyikannya ke belakang, diam-diam memperhatikan tangan Inha yang mengepal seakan ini semua akhir dari hidupnya. Semua orang menyudutkan gue dengan pertanyaan yang sama, tentang kenapa gue menyembunyikan hal ini dari semua orang.
Gue enggak menjawab salah satu di antaranya, karena Kyungsoo keburu memegang tangan gue dengan mata yang penuh binar kebahagiaan. Sedangkan di belakangnya Inha linglung dan berusaha mencari tempat duduk.
Perasaannya pasti terguncang ...
Sama kayak gue, pas pertama kali tahu kalau anak yang ada dalam kandungannya adalah anak Kyungsoo.
“Mia, saya senang sekali kalau kamu hamil. Anak ini--"“Bukan anak mas.” Gue menatap datar mata Kyungsoo yang mendadak terdiam. Begitupun semua orang yang langsung berseru, kembali mengeluarkan pertanyaan akan maksudnya buat gue yang hanya fokus pada Kyungsoo.
“Bohong ...” bisiknya sambil melepaskan genggaman tangan gue. Dia menggeleng dan terus bergumam seakan enggak percaya, dan omongan gue bagai angin lewat. Dia juga masih memaksakan senyum bahagianya saat tahu gue hamil, walau itu jadi sedikit aneh. “... itu pasti anak saya.”
Mira memegang bahu gue dan terus berseru supaya gue menjelaskan kebenarannya. Tapi mata gue malah tertuju ke Inha yang sedang membelakangi kami semua dengan tubuh bergetar.
Lo kenapa sih, Inha? Harusnya ini yang lo mau. Harusnya lo senang dengan omong kosong gue. Tapi-- kenapa lo malah nangis? Kenapa lo menunjukkan sisi lemah lo di depan gue sekarang?
“Mia, ini anak saya. Kenapa kamu bicara omong kosong?” tanya Kyungsoo selembut yang ia bisa. Sampai gue jengah lalu menjauhkan diri dari Mira dan Kyungsoo.
“Saya hamil, dan ini anak Wonho,” ujar gue pelan sambil menatap Kyungsoo dan Inha yang mulai berbalik dengan wajah sembabnya. “dan saya enggak membicarakan omong kosong. Puas?”
Mata gue berkaca-kaca, rasanya berat buat mengatakan kebohongan seperti ini. Apalagi Wonho hampir menyanggah kalau saja gue enggak memegang tangannya di belakang sebagai tanda agar dia diam.
Gue cuma mau Kyungsoo enggak selalu menyalahkan Inha.
Dia harusnya tanggung jawab. Dia harusnya melakukan sesuatu yang berguna. Gue tahu ini konyol, tapi gue paham perasaan Inha. Kami sama-sama hamil, dan kami butuh kenyamanan di saat udah jelas-jelas punya rasa sensitif lebih untuk sekarang.
Sedangkan Kyungsoo? Apa yang dia lakukan selama ini? Mencari gue? Terus setelah kami bertemu, memang apa yang dia lakukan sekarang?
Hanya hal yang enggak berguna, karena terus beradu mulut dengan Inha.
“Mia-"
“Saya hamil, tapi ini anak Wonho! Bukan anak mas!” teriak gue final. Bahkan gue sampai memejamkan mata karena enggak mau kebohongan tercetak jelas di mata gue. Tapi detik berikutnya gue mendengar suara yang cukup keras dari arah pintu.
BRUK!
“Tolong!” Gue melihat kak Irene berurai air mata, sambil berseru minta tolong dan menahan berat tubuh seseorang yang udah enggak sadarkan diri.
Seketika tubuh rasanya lemas, masalah makin keruh karena kebodohan gue.
“Mamah!!!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Prof. Astigmatism
FanfictionJatuh cinta ... Bisa berawal cuma dari bertatapan. Miliknya, sangat menusuk tapi membuat penasaran. Siapa sangka? Professor muda dengan tatapan tajam itu akan menjadi suami dari seorang cewek yang jomblo dari lahir? Jadi, mari kita belajar mencint...