Setelah makan, gue cuma duduk di kasur sambil nungguin Kyungsoo cuci piring. Itu karena katanya dia enggak mau gue capek, soalnya dia tahu gue baru beresin rumah habis-habisan. Ternyata alasan kenapa keluarga gue tiba-tiba makan pun karena dia yang bayarin. Biar katanya bisa jemput gue ke rumah dan ngasih surprise, tapi guenya malah ke luar.
Akhirnya Kyungsoo ke kamar, duduk di samping gue. Dia cuma menghela napas dan bilang, "Enggak ada yang mau diomongin?"
"Ngapain juga?" tanya gue ketus. Perlahan tangan Kyungsoo meraba tangan gue, sangat hati-hati sampai gue noleh ke dia. Kyungsoo senyum sambil ngangguk-ngangguk.
"Ya udah, enggak apa-apa."
Lama-lama gue udah enggak tahan, akhirnya gue duduk menghadap ke dia dengan perasaan yang campur aduk. Gue langsung genggam tangannya dan nunduk, merhatiin tangan yang ternyata lebih gede dari gue itu.
"Maaf saya cuma baca pesan kamu beberapa hari kemarin," ujarnya mengusap-usap tangan gue dengan lembut. Dia paham betul kalau gue susah buat ngomong. "habisnya pas saya mau balas, kamu kayak mau ngetik sesuatu tapi enggak jadi terus. Kan saya jadi penasaran."
"Makanya enggak saya balas. Setiap malam saya tungguin kamu beres ngetik, nyatanya kamu enggak ngirim apa-apa."
"Kemarin, akhirnya kamu chat saya lagi. Kamu ... ngetik 'I Miss You'," ujar dia dengan tambahan senyum tipisnya. "saya senang. Tapi udah itu malah dihapus pesannya. Kan saya jadi bingung harus respons kayak gimana ..."
Ternyata pesan gue kemarin sempat dia baca. Ya tuhan, gue malu banget, kepergok gini rasanya mau terbang ke planet Mars aja dan menyendiri di sana!!!
"Kamu ... benar-benar rindu sama saya?" tanya dia hati-hati. Secara spontan gue peluk Kyungsoo, biar enggak harus bicara sambil tatap muka. Gue tenggelamkan wajah gue ke lehernya.
Gue bilang, "Iya. Saya rindu sama Professor."
Akhirnya ...
Setelahnya, gue merasakan Kyungsoo membalas pelukkan ini. Dia ngusap-ngusap punggung sambil sesekali mencium wangi tubuh gue yang -katanya- dia suka. Pelan-pelan dia juga lepasin pelukkan dan natap gue dengan pandangan yang teduh.
"Emm ... Aku sangat senang."
Hanya itu yang dia ucapkan. Akhirnya gue berani untuk tersenyum ke arahnya, walaupun masih malu. Ternyata dia enggak ngejek gue seperti apa yang dibayangkan. Perlahan tangan dia terulur buat ngusap-ngusap pipi gue.
"Aku suka berangan-angan setiap saat. Bahagia seperti apa yang dapat aku rasakan saat kamu lebih dulu mengucapkan kata rindu padaku," ucapnya dan detik itu juga dia langsung menunjukkan raut geli. "Ih, aneh ya kalau saya pakai 'aku-kamu'."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prof. Astigmatism
FanfictionJatuh cinta ... Bisa berawal cuma dari bertatapan. Miliknya, sangat menusuk tapi membuat penasaran. Siapa sangka? Professor muda dengan tatapan tajam itu akan menjadi suami dari seorang cewek yang jomblo dari lahir? Jadi, mari kita belajar mencint...