Sudah hampir satu jam gue duduk dihalte yang gue temukan setelah perjalanan kaki yang lumayan jauh sehabis ditinggal kan oleh Hyunjin.
Gue sudah tidak dapat berpikir lagi harus kemana dan meminta pertolongan pada siapa disaat seperti ini. Ditengah kota yang sepi hanya ada beberapa orang yang lewat dan orang-orang yang lewat itu benar-benar terlihat tidak perduli dengan orang-orang sekitar. Benar-benar hari yang sial bagi gue.
Sekarang apa yang harus gue lakukan, menunggu?
Hehh...menunggu siapa? Woojin? Ahhh dia tidak mungkin datang, seandianya dia benar-benar ingin menolong gue, harusnya saat melihat gue dibawa hyunjin dia sudah menolong pada saat itu. Tapi nyatanya tidak kan, jadi gue benar-benar tidak mengharapkan kedatangan orang itu untuk menolong gue.Tapi sepertinya memang benar ada seseorang yang menolong gue.
Senyum terambang di bibir gue saat melihat sebuah mobik hitam yang sangat gue kenal melaju ke arah gue.
"Bee are u okay?"
sudah jelas orang yang bertanya barusan adalah ayah gue. Gue hanya menjawab nya dengan anggukan tidak bersemangat. Meski sudah di selamat kan ayah sendiri tapi nampaknya hati gue tidak terlalu bahagia. Entahlah.Sepanjang perjalanan gue hanya melamun memandang keluar jendela tapi nampak kami sekarang sedang menuju ke rumah gue dan Woojin bukannya rumah ayah.
"Kita kemana?" tanya gue sebelum mobil berbelok arah.
"Kerumah mu dan Woojin" jawab ayah.
Gue langsung menceritakan perihal Woojin yang membiarkan gue dibawa Hyunjin tapi respon dan jawaban dari ayah gue benar-benar berhasil membuat gue bungkam dan sekarang gue yang merasa bersalah dengan Woojin.
Gue memasuki rumah itu tanpa ayah, ayah langsung pergi setelah mengantar gue.
Gue mendapati Woojin yang sedang duduk di ruang tengah sambil menonton TV.
"Jin" panggil gue yang masih berdiri diambang pintu.
Woojin berbalik dan menatap gue dengan tatapan penuh rasa bersalah nya.
Gue tau dan gue yakin dia pasti sangat merasa bersalah sudah membiarkan gue masuk ke kandang macam tapi setelah gue dengar semua penjelasan dari ayah, gue tau alasan dia dibalik semua itu.
Gue langsung mehampiri nya dan duduk disebelah nya.
"Maaf" lirih nya. Mungkin jika gue ga denger penjelasan ayah, gue ga akan memaafkan Woojin.
"Gue tau alasan lo" ucap gue.
"Bee lo harus bahagia" sahutnya yang kini berani menatap mata gue.
"Sekarang gur bahagia ada disamping lo Jin, bukan disamping Hyunjin" jawab gue.
Woojin mendengus kasar dan menunduk sebentar lalu ia kembali menatap gue dengan serius. "Bee, tidak akan ada happy ending diderita Cinta kita berdua" ucapnya.
Mata gue mulai panas setelah mendengar perkataan nya, gue ingin menyangkal perkataan nya tapi gue sendiri tau kalau perkataan nya benar adanya.
"Lo ingat ga kita pernah bilang lebih baik mata berdua daripada hanya tersisa satu diantara kita?" tanya gue setelah mengingat obrolan kami sewaktu diatas gunung dulu.
Tapi Woojin malah terkekeh. "Benar benar menyedihkan" ucapnya yang membuat gue terheran.
"Jin, menurut lo setelah lo ngasih gue ke Hyunjin gue akan bahagia gitu?" Tanya gue dan dia ngangguk.
"Lo bakal bahagia sama Hyunjin dan karena melihat lo bahagia gue juga akan bahagia" sahutnya.
Gue bergeleng dan berusaha menahan air mata yang sudah tidak terbendung lagi. "Lo ga pernah sadar selama ini kebahagian gue ada di lo" gue nunjuk Woojin beriringan dengan air mata yang sudah berhasil lolos dari mata gue.
"Lo sudah memilih kebahagiaan yang salah" jawabnya.
"Salah? Memangnya selama ini gue bahagia satu pihak? Enggak kan. Gue tau lo juga bahagia kan" tegas gue.
Kini Woojin terdiam dia memijat pelipisnya lalu berkata. "Kenapa gue bisa jatuh Cinta sama lo?"
Seketika seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan. Sakit.
Gue hanya mampu menatap sendu ke arah Woojin.
"Seharusnya kesempatan ini bukan untuk obrolan menyakitkan seperti ini" gumamnya.
Gue hanya diam dan masih menatap nya.
"Maaf" ucapnya sebelum mencium gue dengan ganas namun gue segera mundur dan mendorong tubuhnya.
"Ngapain lo?!" bentak gue.
"Gue mau menjawab pertanyaan lo barusan. Gue bahagia setiap ngeliat lo, gue cewek pertama yang bisa bikin gue deg-deg-an, dan gue benar-benar mencintai lo! Tapi apa? Cinta gue sama seperti pistol yang bisa membunuh lo" ucapnya lalu ia kembali mencium gue,tapi kini gue tidak menolaknya. Beriringan dengan ciuman itu ada tangisan yang sangat menyedihkan ditengah tengah nya.
Kenapa harus cerita Cinta kami semenyakitkan ini.
Tbc...
