"WOOJIN!" Teriak gue seraya menutup mata. Gue ga sanggup kalau harus liat tubuh Woojin yang hancur berkeping-keping karena bom barusan.
Seseorang tiba-tiba memeluk gue erat. Tangan dingin orang itu menyentuh pipi gue.
"Bee tenang"
"woojin" gumam gue sembari membuka mata perlahan dan benar sosok Woojin lah yang sedang memeluk gue.
"Beruntung itu hanya bom ringan Bee" ucap Woojin dengan nada bergetar. Gue yakin, Woojin juga pastu takut karena bom barusan ,meski sekarang dia berpura-pura baik-baik saja.
"WOOJIN WOOJINNNNNN WOY!"
teriak seseorang dari luar.Woojin nyuruh gue untuk tetap dikamar sementara dia keluar menemui orang itu.
"Masuk hyung" gue dengar Woojin nyuruh orang itu masuk. Perlahan gue buka pintu kamar dan mengintip mereka berdua dari sela pintu kamar.
"Lo gapapa?" tanya tamu itu yang ternyata adalah sosok Daniel.
"Gapapa."
"Bee?"
"Hmm..gapapa juga, tapi kok bisa lo tau?" tanya Woojin penasaran.
"Lucas yang bilang, katanya sehabis pulang dari rumah lo dia liat geng motor mengarah kesini"
"Ohhh"
"Tadi ada bom?"
"Hmm" Woojin ngangguk.
"Menurut lo siapa?"
"Hyunjin? Boss Hwang? Atau-" Woojin terdiam sejenak dengan tampang yang tidak enak dilihat. "Tuan Hwang atau ayah gue?"
"Entahlah" sahut Daniel seperti orang pasrah.
Gue yang masih ngintip sibuk berpikir dan mencerna pembicara an mereka. Apa maksud Woojin membawa-bawa ayah gue dan ayah nya sebagai calon tersangka pembom-an kali ini.
Gue bergeleng cepat saat membayangkan ayah gue lah pembom nya.
"Ga mungkin ga mungkin" gumam gue seraya bageleng. Ayah gue ga mungkin kan punya niatan membunuh anaknya sendiri.
"Apa yang ga mungkin?" tanya seseorang saat gue sedang sibuk bergeleng.
Gue mendongak dan mendapati sosok Woojin dan Daniel yang sedari tadi berdiri didepan gue.
"Ah emm gapapa" elak gue.
"Ga ada yang ga mungkin. Semua berkemungkinan besar jadi pelakunya." Daniel lah yang bicara.
"Maksud lo?" tanya gue.
"Bahkan Woojin juga berkemungkinan untuk membunuh lo!" gue langsung menatap Daniel heran sementara Woojin hanya terdiam seribu bahasa dan menutup matanya seperti orang pasrah. Seperti mungkin saja nanti itu akan terjadi.
"Gue pulang ya" ucap Daniel lalu langsung pergi bahkan sebelum dapat anggukan dari kami berdua.
"Bee, gue bakal--" Woojin meneguk kasar ludah nya sendiri lalu melanjutkan ucapan nya. "Melindungi lo sebisa mungkin" tapi gue ga denger suara menyakinkan dari Woojin. Dia berkata seperti itu seolah-olah hanya sebuah kata.
Gue tertidur dengan gelisah nya dikamar yang ada bekas peluru nya ini.
Bahkan gue bermimpi buruk sekilas.
Gue mati.
Dan,
Sosok Park Woojin lah yang menembakkan peluru tepat ke arah kepala gue.
Beruntung itu hanya sekedar mimpi.
Saat gue terbangun, tanpa gue sadari ada air mata yang mengalir dari mata gue.
Gue berjalan ingin menghampiri Woojin yang tidur di sofa. Tapi orang itu tidak ada ditempat saat ini, dan gue lihat pintu depan terbuka.
Gue berjalan ke arah pintu depan dan mendapati sosok Woojin yang asik menghirup sebatang rokok didepan sana.
"Jin" panggil gue. Woojin menoleh kebelakang lalu menepuk-nepuk tempat disebelahnya untuk menyuruh gue duduk disana.
"Kenapa bangun?" tanya nya.
"Ga bisa tidur." sahut gue seraya menatap ke atas langit yang tidak ada Bintang. "Mimpi buruk" lanjut gue.
"Mimpi apa?"
"Emmm..rahasia"
Gue ga yakin buat ceritain perihal mimpi gue malam ini. Takut Woojin merasa tidak nyaman lagi kalau ada didekat gue."Tidur lagi gih" suruh nya. Tapi gue bergeleng. Sebenarnya mata gue ngantuk banget, tapi sepertinya gue masih takut untuk bermimpi lagi.
"Yaudah mending kita masuk" dia langsung melemparkan rokok nya ketanah lalu menginjaknya sampai rokok itu mati.
Gue dan Woojin hanya saling dia diruang tengah seraya menonton TV.
Mata gue memang nonton TV tapi yang ada dipikiran gue sekarang hanya ingatan tentang mimpi barusan.
Sesekali gue melihat wajah Woojin dan tiba-tiba hati gue terasa sakit saat teringat bahwa wajah itulah yang mengarahkan pistol ke arah gue.
Gue menghela napas panjang dan berharap itu semua hanya terjadi dialam mimpi, tidak di dunia nyata.
Tbc...