One

120 19 0
                                    

Ini kisahku.

Hidup dengan dikelilingi oleh pria yang mencintaimu, apakah menyenangkan? Bagiku rumit, aku mencoba menyangkal setiap perlakuannya terhadapku. Aku tidak terlalu cantik, aku tidak begitu baik, aku juga tidak terlalu pintar. Seorang laki-laki yang sudah lama kukenal, Dia memang baik, dia tampan, tajir dan royal. Kita pernah hidup bersama saat usia tujuh tahun, kita sering menghabiskan waktu bersama setiap hari, makanan dan minuman favorit telah kami hapal dengan baik, pakaian dan perlengkapan sekolah yang sama membuat kita saling ketergantungan, namun keadaan yang merubah kita menjadi canggung adalah saat dimana ia menyatakan perasaannya kepadaku. Waktu itu kami masih menginjak sekolah dasar, tapi perasaannya seolah ia sudah remaja. Aku tak tahu pasti itu hanya candaan yang ia buat atau memang isi hatinya. Yang aku katakan saat ia menyatakan perasaannya adalah "makasih".

Saat itu ujian nasional telah dekat, aku tak ingin buang waktu untuk sekedar menjalin hubungan yang hanya akan bertahan sebentar, maka dari itu berhari-hari aku menghindar dan sampai dimana saat hari perpisahan tiba.

"Aku mau bicara sama kamu." ucapnya setelah memanggil namaku berkali-kali hingga ia berada tepat dihadapanku untuk mencegah aku berlari.

"Ya udah."

"Tapi gak disini." kami masih di halaman belakang gedung acara perpisahan saat itu, dan memang sudah selesai acara sehingga aku bisa langsung berlari ke halaman belakang untuk menghindar kontak langsung darinya.

"Disini aja emang kenapa?" tanyaku was-was takut ada yang melihat kami berdua disini.

"Ikut aku." perintahnya, dan aku mengganguk mengikutinya.

Ternyata ia membawaku ke sisi gedung yang hanya terdapat rumput liar dan tanaman ilalang yang tingginya melewati tubuh kami, saat itu aku masih takjub dengan tempat ini.

"Kamu gak ada perasaan apapun sama aku?"

"Hah?" pertanyaannya mengejutkanku sampai aku tersadar bahwa dia kini telah memandangku dan menggenggam erat kedua tanganku.

"Aku punya perasaan lebih dari seorang teman sama kamu, apa kamu gak merasakan yang sama?" ulangnya untuk memperjelas pendengaranku.

"A-aku gak tau."

"Hmm... Ya udah, aku cuma mau bilang itu sebelum aku pergi. Jaga diri kamu baik-baik, tunggu aku datang kerumah kamu ya. Nanti aku bakal ajak kamu ke suatu tempat." diakhir ucapannya dia seperti tersenyum sedih kearahku masih dengan memegang erat kedua tanganku. Aku hanya menggangguk kikuk saat ia menghela napas panjang, seolah merasa lega akan hal yang ia lakukan.

****
Tiga tahun sudah aku menjadi siswa SMP, dan kini aku akan melanjutkan ke sekolah SMA yang aku inginkan. Awalnya aku tertarik ajakan teman yang ingin bersekolah di sekolah kesehatan, aku mencoba daftar dan lulus tes disana dengan beberapa teman-temanku. Hingga aku ingin mencoba untuk masuk sekolah SMA Negeri yang ibu aku bilang. Tidak ada tes bagi siswa yang mendaftar nonakademik, maka dari itu aku lulus. Tapi, sayang aku harus bersekolah di sekolah kesehatan tujuan awalku. Ibu tetap bangga dengan hasil yang aku raih, ia tetap mendukung dan berusaha keras agar bisa menyekolahkanku disana.

Aku memang tidak memiliki ayah, tapi dengan kerja keras aku berusaha agar bisa menjadi tulang punggung keluarga.

Kehidupanku selama beberapa bulan bersekolah di SMK kesehatan normal dan menyenangkan bisa memiliki pengalaman untuk menjadi bagian dari rumah sakit. Aku memilih untuk mengambil jurusan farmasi, karena aku takut darah aku tidak jadi masuk ke jurusan keperawatan. Tapi aku senang, aku merasa harus bisa menjalani semua ini dengan kerja keras dari usahaku.

Dan selama dia pergi, aku tidak merasakan kesendirian. Aku mendapat teman yang dapat membawaku menjadi lebih baik. Dan selama ia pergi pun, aku sudah menjalin hubungan dengan beberapa laki-laki yang sempat mencuri hatiku. Tidak banyak, namun cukup untuk membuat aku mengerti arti sebuah hubungan yang bernama pacaran.

Second Love (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang