Seventeen

9 3 2
                                    

"Teh, dari mana sih, lu jam segini baru pulang?" celetuk mama Maryam saat Maryam memasuki pintu masuk rumah dengan salam yang tidak terjawab oleh penghuni rumah.

"Abis keluar." jawab Maryam malas, ia terlalu lelah memikirkan seseorang yang tadi mengajak makan bersama dan seseorang yang mengabarinya lewat pesan whatsapp nya.

"Gua juga tau lu dari luar, dari mana maksudnya?" sang mama mulai emosi dengan jawaban tidak jelas dari anak pertamanya.

"Makan sama temen." Maryam duduk di sofa TV setelah menjawab pertanyaan dari sang mama.

"Enak bener lu, gua mah belom juga masak kagak ada bahan buat di masak."

"Nih, Iyam beliin ayam bakar tadi di jalan." Maryam memberikan kantong plastik berisi bungkusan nasi beserta lauk.

"Punya duit lu?" sang mama bertanya dengan ekspresi meledek.

"Makan aja udah, nanya mulu." Maryam bangkit dari sofa dan bersiap untuk mandi dan melakukan sholat magrib.

"Heh? Entar gua keracunan nih makan dikasih sama orang gak ikhlas."

Maryam berbalik dan berdecak malas untuk menjawab pertanyaan yang tidak berfaedah.

"Duit temen Iyam yang rela beli makanan untuk orang yang lagi kelaperan." Maryam menjawab sedikit keras dan tertawa. Dan melanjutkan untuk ke kamar mandi sebagai pelarian sebelum sang mama mengomel.

"Sialan! Awas lu ya!" sang mama berusaha menggapai Maryam,tetapi Maryam terlebih dahulu masuk kamar mandi dan mengunci pintunya.

Interaksi dua perempuan yang berbeda usia membuat keadaan rumah yang sepi menjadi lebih terlihat hidup. Karena, jadwal setiap hari bagi Furqon dan Asylla setelah magrib ialah pergi untuk mengaji. Jadilah sang mama sendirian jika Maryam belum pulang saat magrib tiba.

Ponsel Maryam yang tergeletak diatas meja sofa dan membuat mama Maryam mengalihkan matanya dari TV yang menyala menayangkan acara Hitam-Putih. Tertera dilayar ponsel Maryam nama Tito Pras yang menjadi sang mama mengerutkan dahi dan bertanya-tanya tentang hubungan antara anaknya dengan tetangga sebelah rumahnya.

"Yah, belom gue jawab Udeh mati duluan." Mama Maryam berdecak kesal karena ponsel yang berdering kini menyisakan layar hitam tanda panggilan berhenti.

Ditempat lain, seseorang yang baru saja berbaring di single bed nya memikirkan alasan apa yang tepat saat ia mencoba menghubungi Maryam tadi. Ia hanya takut Maryam menyalahartikan panggilan WhatsApp tersebut. Mungkin dengan mengirim pesan jika salah memencet sudah dianggap biasa, dan kalau bilang ingin ngomong kenapa gak chatting aja. Pemikiran untuk memulai chat hilang dan tergantikan notif pesan masuk WhatsApp.

Tito segera melihat siapa pengirimnya. Matanya melebar saat tahu Maryam lah yang menanyakan perihal telepon tadi.

Maryam : kenapa nelpon?

Gue harus jawab apa?!!. Tito panik dengan tingkah absurdnya. Ia hanya membaca pesan tersebut, dan memulai aksi sujud dengan kepala ia tutup dengan bantal. Malu.

Me : ...gpp

Dan akhirnya gue bales singkat. Bego.

Maryam : oh ywdh klo gtu gw tdr ya

Kok tidur sih..

Me : bentar

Maryam : kenapa?

Me : have a nice dream😁

Lagi-lagi gue udeh kek orang bego yang susah buat ngajak chat dan gak tau bahan obrolan apa yang harus gue mulai.

Second Love (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang