Five

35 11 0
                                        

"Boleh ya?"

"Gak." ucapku ketus sambil memainkan ponselku yang sedang membalas pesan yang bermunculan.

"Dikit aja." ucapnya yang terus-menerus membujukku.

"Enggak."

"Cobain dulu."

"No! "

"Rasanya enak."

"Gak mau."

"Ih coba dulu, pasti ketagihan tau."

"Ogah ih! "

"Padahal bagus loh."

"Apanya?"

"Bibir kamu tuh seksi."

"Gak ada! Dikira bibir gua apaan dibilang seksi, gak mempan, pake segala ngerayu gua!"

"Ya elah, padahal sayang banget tuh kalau dibiarin kering gitu."

"Mesum anjir!"

"Makanya dikit aja, cepet kok gak bakal perih, manis malah."

"Dibilang kagak mau! Bocah budek kali yaa?!" sumpah rasanya aku ingin menenggelamkan nih orang satu.

"Susah emang bujuk lu mah, padahal enak loh ini, mahal harganya. Masih baik gua mau nawarin bibir lu buat cobain liptint gua." Lena teman keperawatanku yang satu ini memang gigih banget buat dapetin sesuatu. Tapi gak aku juga dong yang dipaksa buat pakai barang begituan, sekalinya merias wajah, aku cuma pakai pelembab dan bedak aja. Kalau pewarna bibir tidak punya, dan tidak ingin pakai.

-Oooh.. Jadi dari tadi bahas soal pewarna bibir toh, kirain apaan.
-Nah loh, pada mikir apa emang?. Hahaha.

"Ya udah deh, nih. Tapi dikit aja ya, jangan banyak-banyak." pasrahku pada Lena. Kalau gak diturutin entar ngambek, terus nangis, terus ngadu dah ke emaknya. Berabe.

Setelah mendapat respon dari teriakan senang yang dikeluarkan dari mulut cempreng Lena, aku hanya pasrah saja melihat dia mulai mengoles bibirku yang katanya seksi. Emang dia tau bibir yang bahenol dan kurus, ada ada saja Lena.

Rasanya geli gimana gitu, diolesi cairan merah yang memiliki aroma strawberry dan manis. Aku baru tahu kalau pewarna bibir bisa semanis ini.

Lena mengarahkanku untuk meratakan pewarna bibir itu dengan menyatukan kedua bibirku lalu melepas lagi dan menutup lagi, begitu hingga bibirku berwarna agak merah. Hasilnya lumayan lah, aku jadi tidak sepucat tadi.

"Hayo.. Lagi pada ngapain?" pertanyaan yang muncul saat pintu kamar terbuka dari Tantri, pemilik kamar ini.

Setelah mengenal beberapa teman dikelas, aku bisa bermain dirumah mereka, termasuk saat ini aku sedang bermain dirumah Tantri bersama Dilah dan Lena.

"Gua dipaksa nyobain lipstik punya Lena." ucapku cuek sambil melihat pantulan diriku dicermin lemari milik Tantri.

"Dih, punya Lenong? Jangan percaya, itu punya gua lah." ucap Tantri saat kulihat dari cermin ia berada diatas kasur dibelakangku. Kudengar Lena hanya cengengesan disampingku.

"Najong, era gua mah." (era : malu.) tawa Dilah meledak saat mengucapkan bahasa norak nya itu.

"Ya kan gua belum beli Tan, kalau udah beli baru deh gua pake." cicit Lena membela diri sendiri.

"Ya elah, Len, asal lu mau mah pake aja sih. Gak pelit gua mah." ucap Tantri tulus.

"Uughh.. Ma'aciww Tantri!!" respon yang sangat jijik, hanya Lena seorang yang seperti itu.

Second Love (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang