Ten

14 6 0
                                        

Kata hati tidak bisa dibantah lagi untuk sekarang, sebisa mungkin Maryam menahan rasa rindu kepada Syarif. Namun, yang ada sekarang ini adalah sebaliknya, ia tak kuasa menahan rindu yang sudah memuncak.

Dari degupan jantung yang kian tak terkendali seolah ingin meloncat keluar meninggalkan tempatnya, jari-jari tangan dan kaki terasa sangat dingin sampai kuku-kuku berubah warna, aura panas disekujur tubuh semakin membara murka ingin segera disiram dengan air es yang dingin.

Sosok yang didepannya berhasil meruntuhkan kegigihan Maryam akan betapa ia bertekad agar tidak terpengaruh dengan janji lama yang ternyata masih berlaku sampai saat ini.

Tidak hanya sosok Syarif yang kini berada didepannya, namun Bunda yang telah melahirkannya kini ikut hadir sehingga menimbulkan tubuh Maryam tidak terkendali telah memasang senyum indah yang tidak dapat ditolak oleh Maryam begitu melihatnya.

Jika saja semalam Maryam tidak membalas pesan misterius tersebut, mungkin ia tidak mengetahui siapa sosok dibalik layar yang berhasil mengecap dirinya sendiri sebagai gadis paling polos kembali yang pernah dijuluki saat SD dulu.

Bukannya Maryam tidak senang dengan kehadiran Syarif dan Bundanya, tetapi dengan pertemuan pertama yang membuat Maryam malu setengah mampus sehingga ingin menjedotkan kepalanya ketiang rumahnya saat itu juga adalah karena kebodohannya yang tidak menyadari kedatangan mereka secara tiba-tiba didepan rumahnya serta setelan khas bangun tidur yang masih melekat ditubuhnya saat menyapu halaman depan rumahnya tadi.

Gembel. Satu kata itu pas untuk Maryam dengan penampilan rambut panjang yang tidak jelas bentuknya, pakaian tidur dengan lengan dan kaki pendek serta tai mata yang masih betah menempel diujung mata. Sungguh, mau ditaruh dimana tubuhnya saat itu juga saat Bundanya memanggil Maryam yang masih setengah sadar.

Hanya sekitar dua menit untuk Maryam mengganti semua penampilan tubuhnya yang tadinya seperti mayat yang tak ingin ditemukan menjadi sosok gadis alim yang tengah terduduk manis dengan Syarif dan Bundanya saat ini diruang tamu.

"Bun, kenapa gak ngomong mau dateng kerumah? Tau gitu saya rapi-rapi dulu." ucap sang mama yang kini muncul membawakan dua gelas yang berisi teh manis kehadapan meja yang berada didepan Syarif dan Bundanya.

"Gak usah repot-repot apa, Mam." balas Bunda Syarif akrab.

"Ini juga saya maksa Arip biar mampir kerumah Iyam dulu. Saya mah tau dia kangen sama Iyam." lanjut sang Bunda dibarengi candaannya.

Bisa jadi hamparan bunga kecut kalau Maryam salting.

"Si Teteh, bukan mandi malah cuci muka ganti baju doang. Malu tuh ada Arip." sang mama mengomeli sang anak yang masih betah menunduk semakin malu diejek sang mama.

"Gak papa sih, Mam. Ini juga saya sebentar aja mampir, soalnya tadi abis beli kue buat anter Arip ke pesantren lagi." jelas sang Bunda yang masih tersenyum manis kearah mama Maryam dan Maryam.

"Udah mau balik aja, emang dari kapan pulangnya?" tanya sang mama.

"Pulang mah udah dari tiga hari kemaren, cuma baru sempet kesini aja. Maaf ya, Mam saya udah lama gak mampir." jelas sang Bunda.

"Ih, Bunda suka begitu. Saya yang minta maaf kali, belum sempet nengok ke rumah Bunda buat liat si kembar."

"Iya, yang sama-sama sibuk kan beda, Mam. Saya aja masih sibuk ngurus sekolah anak-anak."

Ini dari tadi yang ngobrol emak emak doang, anaknya diem bae.

Bahaya, Maryam malah hanyut dengan pikirannya yang ingin menanyakan sesuatu ke Syarif yang juga tengah gelisah dengan tatapan intens dari Maryam.

Second Love (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang