Di zaman yang serba canggih ini kalian harus pintar menggunakan segalanya dengan benar dan tepat, jika salah kalian akan rugi. Begitu juga pada orang zaman dulu yang katanya perawan gak boleh makan sembarang lah, perawan harus bangun pagi, perawan itu harus rajin mandi, perawan kalau nyapu harus bersih kalau nggak nanti punya jodohnya berewok, perawan dilarang keluar lebih dari jam sembilan malam, perawan harus sopan, lemah lembut, anggun. Dan kenapa tradisi ini masih berlanjut kepadaku.
"Teteh! Ya ampun, bangun Heh!" teriak sang Nyai Kanjeng Ratu yang sedang membangunkan putri kesayangannya.
Dihari minggu pagi-udah agak siang bagi sang ratu-aku yang tengah berbaring tidur mendengar suara indah sang ratu yang menggema disetiap sudut kamarku.
"Gua siram ya! Udah bawa ember nih." mendengar ancaman yang akan membuat tubuh dan kasur kesayanganku akan lepek karena air akhirnya aku memutuskan untuk bangun dari tidur cantikku.
Celana pada pakaian tidur yang aku kenakan sedikit besar dan panjang, saat aku akan berdiri dari ranjang King size, kaki kecilku tak sengaja menginjak celana yang panjang itu sehingga aku terjatuh dengan mendaratnya bokong seksi yang empuk ini.
"Makanya, kalau perawan tuh bangun pagi. Ini jam sembilan masih molor dikasur." sungguh aku sudah muak dengan ucapan yang setiap pada hari libur ini mampir ke telingaku.
"Buru, bantu gua beres-beres, abis gitu lu mandi. Bau ketek lu." memang orang tua yang sangat sopan, orang tua yang selama ini mengandung dan melahirkan aku ke dunia ini dan tumbuh menjadi gadis cantik yang mirip seperti adik baginya.
Mama memang janda, ia tidak menikah lagi setelah dua kali menikah dan bercerai lagi. Suami pertama mama meninggal, suami kedua mama cerai karena alasan pribadi, entah aku tidak ingin tahu. Walau begitu, mama adalah orang terbaik yang aku miliki. Ia tak pernah putus asa untuk menafkahi ketiga anaknya. Padahal semua anaknya nyebelin, rese, bandel, pokoknya gak ada deh yang bakal kuat kalau ada diposisi mama selain dia. Usia mama denganku tidak jauh, hanya beda dua puluh tahun. Mama masih muda, tapi ia memilih jalan sendiri untuk keluarga kecilnya. Sungguh mulia sekali hatinya. Aku ingin seperti mama yang selalu bekerja keras dan berbakti kepada orang tua.
"Kalau disuruh beres-beres rumah jangan suka akting nangis didepan mama." ucap sang mama yang sedang memasak didapur, sedangkan aku sedang mengepel ruangan yang jaraknya dekat dapur, sambil memasang headset untuk mendengarkan lagu kesukaanku.
"Apaan sih ma, orang lagi menghayati lagunya."
"Teh, sini! Cobain pepes ikan kembung mama."
Gak tau orang lagi ngepel kali ya?
"Udah mama aja yang rasain, beda lidah."
"Justru beda lidah, mama suruh Teteh cobain masakan mama. Buru sini!"
Ck, emak-emak ribet. Padahal sama aja kali lidah anak sama emaknya.
"Muka nya asem gitu sih, teh? Emang gak enak?" tanya mama saat aku sudah memasukkan ikan beserta bumbu kedalam mulut, belum sempat aku kunyah, aku sudah berlari keluar rumah untuk memuntahkan makanan nya.
"A.. A.. A-sin." ucapku dengan nada merinding saat membayangkan akan memakan ikan pepes yang terasa seperti garam tersebut.
"Ah masa?" aku hanya menganggukan kepala sambil bergidik ngeri.
"Ini kalau pake nasi mah kagak." respon mama sungguh sangat biasa, segitunya mama suka rasa asin, gak ngeri darah tinggi apa ya?
"Udah ah, mau ngepel malah diracunin sama ikan."
"Ooohhh... Awas lu ya makan! Gak gua tinggalin, semua bakal gua yang makan!"
Ck, sensi emak-emak.
"Ya udah sih, tinggal goreng telor." setelah itu aku gak mau denger ocehan emak-emak yang panjangnya udah kayak kereta api, dan kembali melanjutkan pekerjaan rumah, yaitu mengepel lantai.
***
"Bilangnya asin, tapi nambah dua piring." celetuk sang ratu yang melihat sang putri menyendokkan nasi kedalam piringnya yang habis tak tersisa.
Dibahas bae.
"Males goreng telor. " ucapku sambil mengunyah makanan yang dibuat mama tadi.
"Gak asin ah." celetuk Furqon yang menyimak obrolan panas dari sang ratu dan sang putri.
"Tuh, si Ukon aja kagak ngerasa asin."
Mulai deh, disini aku sering banget jadi orang yang selalu mengalah.
-bukan ngalah, tapi lu nya aja yang salah.
"Bacot." ocehku pelan sehingga tak terdengar oleh sang lawan bicara.
"Cuci piringnya masing-masing ya.. Pangeran dan putri-putriku kan sudah bisa mengerjakannya." sang ratu yang memang telah usai makan meninggalkan meja makan dan pergi ke teras depan.
Ini piring sang ratu siapa yang cuci?
"Piring punya ratu, tolong putri pertama yang mencuci ya." gimana bisa dia mendengar gerutu sang putri?
"Teh, dede gak boleh cuci piring kata mama." ini lagi, si kecil asylla yang berusia lima tahun. Masa iya aku semua yang cuci?
"Ukon bantu ya teh." senangnya ada yang bantu.
"Doa." Lanjutnya, dan melarikan diri.
"KURANG ASEM!"
***
Kulihat mama sedang asik melamun, apa ada yang lagi dipikirin ya? Coba tanya? Ah entar kalau nanya dikira kepo, emak-emak kalau udah mikirin hutang pasti jadi gini nih."Ma, ngapain sih?" setelah beberapa menit mengumpulkan keberanian, akhirnya bisa muncul juga buat nanya mama.
"Piring udah beres?" malah balik nanya.
"Udah." setelah pertanyaannya dijawab sang ratu malah berdiri dan meninggalkan putrinya yang keheranan atas sikapnya.
Dih, bocah ngapa ya?
"Mama gak sadar ya, tadi Iyam ngomong apa?" tanya aku saat menghampiri mama yang sedang membuat puding cokelat kesukaanku.
"Apaan?" kebiasaan yang selalu nanya balik.
"Gak jadi deh ah, udah males ngomong lagi." selama beberapa menit terdiam, mama kembali bicara.
"Cari cetakan gih buat puding."
"Dimana?"
"Nih, dihidung gua! Cari lah di lemari piring."
Kenapa selalu Putri yang salah.. Huhuhu..
***
Setelah beberapa jam sibuk merias diri di kamar dan puas dengan hasil wajah yang cantik serta pakaian yang pas di hari minggu ini, akhirnya aku menggunakan tas kecil yang biasa kubawa ketika pergi. Sebelum keluar kamar sebaiknya aku memotret diri selagi cantik.Saat aku membuka pintu..
"Astagfirullah." aku beristigfar pelan, karena yang sekarang berada dihadapanku adalah sang ratu dengan tampang datar yang sedang melihat kearahku dengan tatapan menilai. "Ma, ngapain deh?"
"Mau kemana lu?" balik nanya lagi.
"Pergi lah.. " ucapku setengah meledek.
" Kemana?"
"Kenapa? Mau ikut?" tanyaku memastikan agar mama tidak kepo.
"Kagak, cuma tanya lu mau kemana? Sama siapa? Ngapain aja disana?"
Uuuugghhh... Perhatiannya mamaku ini. Terhura-eh, terharu.
Sebelum menjawab pertanyaan mama aku mengambil napas panjang dan menghembuskan pelan, "Iyam mau ke Bogor, sama teman Iyam, disana Iyam mau nonton sama teman."
Respon mama hanya ber'oh' panjang, dan berbalik untuk turun tangga meninggalkan anaknya ini yang cantik sedang melongo. Tau gitu gak usah dijawab, ko kesel. Sabar Maryam.
![](https://img.wattpad.com/cover/152731132-288-k337701.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love (Slow Update)
De Todo"Jika kamu mencintai dua orang, pilihlah yang kedua, karena jika kamu mencintai yg pertama dengan tulus, kamu tidak akan mencintai yang ke dua." Seorang perempuan yang bimbang memilih laki-laki yang pantas untuknya, membuat pikiran buruk dari siapa...