Fifteen

22 7 0
                                    

"Ma, beneran mau pulang? Emng kuat jalannya?" tanya Maryam yang melihat mamanya mulai berkemas dan merapikan sampah yang ada dimeja kecil.

"Kuat lah, kan digendong elu."

"Ih ogah ah, lagian kalo pulang mau dirawat ama siapa?" Maryam masih khawatir dengan keadaan mamanya yang masih lemas itu, pasalnya semalam sudah tiga balik Maryam mengantar mama kekamar mandi. Dan itu melelahkan, apalagi yang muntah ya?

"Sama elu lah, anak gua bukan lu?"

"Iya lah, anak pertama dan satu-satunya."

"Begitu bae, adek lu kagak lu anggep?" setelah beres merapikan dan mengemas, mama duduk diranjang pesakitan dengan napas yang seperti orang habis lari seratus meter.

"Dibilang, Iyam itu anak pertama dan-"

"Satu-satunya. Iya udah tau, jangan diulang bosen gua dengernya." sang mama tertawa sumbang, bahkan untuk tertawa pun mama terlihat tidak semangat. Lemas dan suntuk.

"Rifky lama amat." mama menunggu Rifky yang kabarnya akan menjemputnya pagi ini.

"Ngarep banget dijemput." ucap Maryam sambil memainkan ponselnya.

"Assalamualaikum.." Rifky datang dan langsung salaman ke mama khidmat.

"Wa'alaikumussalam, Ky bawain dong barang-barang mama, biar gua yang nuntun mama ke mobil lu." Maryam menyerahkan barang-barang yang akan diangkut kedalam mobil, Rifky mengangguk dan melaksanakan titah.

"Elu sih, orang baru sampe kasih minum kek dulu, ini mah langsung suruh angkutin barang. Bego." sewot sang mama kepada anaknya yang mengaku anak pertama dan satu-satunya ini.

"Biarin aja kenapa sih." Maryam dengan cekatan memapah sang mama menuju mobil hitam milik Rifky, sampai sang mama masuk mobil dan disana sudah ada kedua kurcaci yang sangat ia hindari. Siapa lagi kalau bukan Furqon dan Asila. Adiknya.

Asila yang asik dengan ponsel Rifky, Furqon yang sedang memejamkan mata sambil menutup kedua telinganya dengan headset milik Rifky pastinya.

"Salim ma, Iyam mau pamit." setelah menutup pintu mobil yang disamping kemudi, Maryam pamit ke mama yang bingung ingin kemana anaknya itu.

"Eh? Lu mau kemana?" tahan sang mama yang curiga terhadap Maryam dengan memakai pakaian rapi.

"Ada janji sama Arif." ucap Maryam tanpa ragu dan tanpa memikirkan pria yang sedang menata barang-barang dibagasi mobilnya.

"Ouh, ya udah hati-hati, pulangnya jangan sendiri ya." mama yang tahu siapa Syarif mengerti dan setuju saja.

"Oke. Pamit ya Ky, jagain mama gua dirumah, gua pamit bentar."

"Eh, eh. Bentar." Maryam yang baru melewati Rifky ditarik sampai Maryam harus menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh saat dihadapan Rifky.

"Lu gak punya pikiran apa?" Rifky berusaha sabar berbicara kepada Maryam.

"Punya." jawab Maryam santai.

"Terus lu mau kemana?" tanya Rifky dengan sabar.

"Main."

"Cih, dasar bocah. Awas lu ya kalo sampe lupa orang tua." Rifky memperingati dengan serius. Yang dinasehati hanya diam saja, tampak acuh.

"Ky! Buru mama pengen pulang." seruan dari sang mama membuat Rifky melepas Maryam dan berbalik menuju kemudi setelah menutup bagasi mobilnya.

"Dadah keluarga happy!" setelah menyerukan kalimat pongah dengan melambai alay kearah mobil Rifky yang menjauh dari rumah sakit terpadu, Maryam berbalik dan mencari ojek terdekat.

Second Love (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang