행복하기 위해 오늘도 열심히 살았는데
내 행복은 오늘 어딨는 걸까
(Hari ini pun aku berusaha hidup bahagia, kira-kira dimana kebahagianku
hari ini berada?)
🌱🌱🌱Selamat membaca, guys
🍁🍁🍁Kaki Min Hee jadi terasa ngilu saat memperpendek jaraknya pada Lu Si. Jika boleh, ia ingin mengubah haluan agar tidak bertemu dengan perempuan itu. Tapi mana bisa begitu. Sebentar lagi ada kelas yang harus ia isi.
Min Hee berjalan sambil memalingkan wajahnya ke sisi kiri, ia harap Lu Si tidak sempat melihatnya.
"Min Hee-ssi," panggil Lu Si santai.
Saat mendengar suara itu, Min Hee merasa jantungnya hampir saja meloncat keluar. Tapi ia harus menyembunyikan ketidaksukaannya pada Lu Si, jadi ia tersenyum seakan mereka adalah teman yang sudah lama kenal.
"Oh, Lu Si-ssi. Sedang apa di sini?" tanya Min Hee berusaha untuk bersikap ramah.
"Aku sedang menunggumu," jawabnya tenang.
Keanggunan Lu Si tersebut membuat Min Hee kikuk di tempatnya. Laki-laki manapun pasti kesulitan untuk berpaling dari Lu Si, pikir Min Hee. Untunglah Won Woo sedang tidak ada di sana!
Telunjuk Min Hee mengacung pada dirinya sendiri. "Menungguku?" Dahinya tidak bisa menolak kerutan keheranan mendengar jawaban Lu Si yang tidak disangka-sangkanya.
"Iya, menunggumu," kata Lu Si lagi mempertegas jawabannya.
Min Hee mulai tak tenang. "A-ada apa?" tanyanya gugup. Padahal seharusnya tidak begitu.
"Aku tidak akan basa-basi. Aku hanya ingin memberi tahumu kalau aku suka pada Won Woo," ucap perempuan berambut pendek itu dengan penuh percaya diri.
Min Hee merasakan ada hembusan angin kematian saat kata-kata lawan bicaranya telah sampai ke telinganya, lalu berubah jadi informasi yang mengerikan setelah otaknya selesai mengolahnya. Ia tidak bernapas, tidak juga mengedip, apalagi langsung menanggapi ucapan Lu Si.
Untuk beberapa saat, pertemuan itu hanya diisi oleh udara yang menipis.
Perlahan suara-suara di sekitar Min Hee jadi mengecil seakan teredam oleh sesuatu. Detik berikutnya, ia mendengar dentingan jarum jam yang menggema dalam benaknya dengan dramatis, diiringi sebuah lagu yang menyayat-nyayat hati.
Ting.
Min Hee menarik napas lalu menghembuskannya. Pandangannya yang sempat kabur kembali menampilkan objek seorang perempuan cantik berambut pendek tengah menatap lurus ke arahnya.
"Er, kenapa kau memberi tahuku hal itu?" tanya Min Hee mulai merasakan kembali kehangatan di tubuhnya.
"Kupikir kau perlu tahu itu," jawab Lu Si, bahkan angin pun tak berhasil menggoyahkan seorang Lu Si.
"Kenapa kau bisa berpikir begitu?" tanya Min Hee lagi.
"Karena kau juga suka pada Won Woo. Iya, kan?" Lu Si mengikis jaraknya dengan Min Hee agar lebih dekat lagi.
Dingin. Itulah yang Min Hee rasakan. Tapi usahanya untuk melawan kekalahan tidak selemah yang dibayangkan. Jika ini memang perang, ia berani untuk maju paling depan. Toh, kemarin Won Woo menciumnya.
Min Hee berdeham sebelum melanjutkan. "Aku... aku harap kita bisa bersaing secara sehat."
Lu Si tertawa kecil, tangannya menutup mulutnya yang terbuka. "Kau ini sangat lucu juga ya, Min Hee-ssi. Aku datang kemari bukan untuk bersaing denganmu. Kau pikir itu mungkin?"
Min Hee diam. Tapi ia cukup tahu kalau Lu Si sudah mulai meluncurkan serangan lewat kata-katanya. Jujur ia suka dengan situasi ini, mengetahui kedok Lu Si yang sebenarnya membuatnya lebih leluasa dalam memutuskan untuk membenci perempuan yang tepat ada di depannya itu.
"Asal kau tahu, aku dan Won Woo sedang dalam hubungan yang baik. Dia bahkan menciumku kemarin," kata Min Hee mengikuti permainan Lu Si.
Raut wajah Lu Si, entah kenapa selalu saja terkendali. Sama sekali tidak ada kekhawatiran, kegundahan atau semacamnya.
Lu Si tersenyum. "Bukankah dia cukup handal melakukannya?" tanya Lu Si.
Min Hee membulatkan matanya. Kali ini bukan dingin yang menjalari tubuhnya, tapi panas api yang membara. Tepatnya seperti arang yang bertemu dengan angin.
Belum sempat Min Hee menimpali, Lu Si sudah pamit untuk pergi. Ia ingin sekali menjambak rambut yang lewat tepat di depan matanya itu, tapi ia segera tersadarkan kalau sebentar lagi kelas akan segera dimulai. Untuk saat ini, ia membiarkan Lu Si pergi.
Min Hee pun berlari menuju kelasnya untuk mengikuti mata kuliah hari ini.
Setelah hari itu diisi oleh pidato berkepanjangan dari Dosen Lee, Min Hee akhirnya terbebas dari siksaan kantuk saat mendengarkan kelas dosen tersebut. Ia meregangkan tangannya yang pegal, lalu membuka ponselnya.
Min Hee mencari kontak Won Woo dan mengusap tanda telepon berwarna hijau di layar. Saat tersambung, perasaannya yang sempat layu bermekaran kembali karena suara laki-laki itu.
"Kau jadi menjemputku?" tanyanya dengan manja.
"Tentu saja. Aku sedang dalam perjalanan sekarang," jawab Won Woo di seberang telepon sana.
Min Hee tentunya sangat senang karena hal itu. "Cepatlah datang!" katanya masih manja.
Tidak ada jawaban di seberang sana. Tebaknya, Won Woo pasti sedang mengerutkan dahi karena Min Hee tiba-tiba jadi manja seperti ini.
Setelah kosong beberapa saat, suara berat Won Woo kembali terdengar. "Jangan pergi kemana-mana dan hanya tunggu aku di sana. Kau paham?"
"Paham," jawab Min Hee dengan antusias. Ia pun melangkah keluar kelas untuk menunggu Won Woo di depan gedung fakultasnya.
***
TBC
Jangan lupa vomentnya yaa
😉😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me We're Not Friend || Jeon Won Woo || ✔
Fanfiction[Romance] Mencintai adalah salah satu kreatifitas hati, tapi bagaimana jika karya agung itu sama sekali tidak diindahkan, malah terbengkalai dan berdebu di suatu tempat yang tak terjamah? 31 Mei 2018 - 31 Agustus 2018