Part 30

2.3K 305 56
                                    

그땐
왜 나를 버렸는지 궁금했다.
이젠
왜 너를 버텼는지 모르겠다.
(Saat itu aku penasaran
kenapa kau membuangku.
Sekarang aku tidak tahu
kenapa tahan denganmu).
🍂🍂🍂

Selamat membaca, guys
🍁🍁🍁

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Won Woo, namun tidak melepas kedua tangan Min Hee yang melingkar di tubuhnya.

“Aku sedang memelukmu,” jawab Min Hee apa adanya. Ia pasti sudah gila karena berani melakukan itu pada Won Woo.

“Aku tahu. Tapi kenapa kau tiba-tiba seperti ini?”

“Kau juga seperti ini kemarin.”

“Jadi ini caramu balas dendam?” tanya Won Woo. Laki-laki itu menahan tawa karena hal yang menggelitik pikirannya.

Hmm,” jawab Min Hee sambil menyenderkan kepalanya di punggung Won Woo.

“Bagaimana jika aku membalasnya lagi?” tanya Won Woo, yang dari suaranya terdengar seperti sebuah gurauan untuk menggoda Min Hee.

“Hah?” Min Hee terperanjat. Jantungnya berdenyut hingga rasanya sakit di bagian rongga dadanya.

“Bagaimana jika aku membalasnya lagi?” Won Woo mengulang.

Min Hee berdeham canggung di tempatnya. “Aku hanya perlu membalasnya lagi dan lagi, kan?”

Kemudian Min Hee pun hanya bisa tersenyum, membayangkan pembalasan dendam yang begitu manis antara dirinya dan Won Woo. Ia membatin, semoga saja mereka bisa saling menyukai suatu hari nanti.

Selanjutnya hubungan Min Hee dan Won Woo semakin erat saja, seakan ada tanda-tanda samar bahwa sesuatu yang bagus tengah menanti mereka di sebuah titik yang tepat dan menjanjikan.

Won Woo sebisa mungkin meluangkan waktu untuk mengantar dan menjemput Min Hee ke kampus, terkadang Won Woo juga makan malam di rumah Min Hee, dan percakapan antara mereka semakin menuju sebuah kepastian yang luar biasa indah, setidaknya begitu anggapan Min Hee.

Tapi bahkan bunga yang cantik pun terkadang digerayami seekor ulat. Ada saat dimana Lu Si hadir di tengah-tengah mereka berdua tanpa rasa bersalah, wanita itu selalu saja membuat dirinya sendiri menjadi pemeran utama di berbagai momen.

“Apa kau sudah membaca pesanku?” tanya Lu Si pada Won Woo.

Ironisnya, sampai sekarang Min Hee masih belum tahu siapa sebenarnya Lu Si atau seperti apa hubungan wanita itu dengan Won Woo. Jadi saat Lu Si berbicara tentang pesan, Min Hee sama sekali tak punya ide.

“Sudah,” jawab Won Woo. Ia memberi Lu Si tempat untuk duduk di sebelahnya.

“Bagaimana? Apa kau mau ikut denganku?” tanyanya lagi.

Won Woo mengangguk. “Boleh juga. Lusa, kan?”

“Iya.” Lu Si tersenyum, lalu melirik Min Hee yang sedang memasang wajah konyol karena menahan rasa ingin tahunya.

“O iya, ayah ingin sekali bertemu denganmu. Apa kau bisa menjemputku ke rumah?” tanya Lu Si lagi. Wanita itu seperti sedang sengaja mengalihkan perhatian Won Woo dari Min Hee.

“Bisa,” jawab Won Woo tanpa menoleh, sebab ia sedang fokus pada permainan di ponselnya.

“Sudah lama kau tidak main ke rumah. Ayah pasti akan senang,” kata Lu Si.

Min Hee yang sudah tak tahan dengan celoteh Lu Si, segera mengajak bicara Won Woo saat ada peluang.

“Won Woo-ya,” panggil Min Hee. “Apa kau akan makan malam di rumahku lagi? Aku berencana membuat sesuatu yang spesial malam ini.”

“Sepertinya tidak bisa malam ini. Aku akan makan di luar dengan orang tuaku. Lain kali saja,” jawab Won Woo tak acuh.

Min Hee menghela napas berat. Perasaannya jadi campur aduk setelah penolakan itu: antara malu, kesal dan kecewa.

“Won Woo-ya.” Lu Si memanggil nama Won Woo sembari menyentuh pundaknya. “Apa kau sudah memeriksa berkas yang kuberikan padamu?”

“Sudah, aku sudah memeriksanya semalam,” kata Won Woo. Ia menghentikan permainan di ponselnya.

“Apa aku boleh melihatnya?” tanya Lu Si lagi.

“Oke,” jawab Won Woo. Laki-laki itu hendak bangkit untuk mengambil berkas itu.

“Biar aku saja!” Lu Si ikut bangkit. “Aku yang akan mengambilnya. Di meja belajarmu, kan?”

Won Woo tampak ragu, tapi ia pun mengangguk saja. Sesaat setelah Won Woo duduk lagi, Min Hee berbisik pada Won Woo.

“Kenapa kau membiarkannya masuk ke kamarmu? Dia kan tamu!” kata Min Hee mendongkol.

“Memangnya kenapa?” tanya Won Woo heran. “Jangan berpikir macam-macam! Lu Si itu bukan tipe orang yang akan melakukan hal-hal aneh.”

“Aku kan tidak bilang begitu. Tapi dia itu tamu, orang asing. Rasanya tidak benar saja membiarkan sembarang orang masuk ke kamarmu,” ucap Min Hee.

“Aku cukup mengenal Lu Si, jadi kau tenang saja!” kata Won Woo dengan santai.

Min Hee jadi jengkel. “Tapi aku tidak suka ada wanita lain masuk ke kamarmu!”

Won Woo menghela napas. “Sudah kuduga, kau pasti cemburu lagi,” gumam laki-laki itu yang langsung melanjutkan permainannya dan mengabaikan Min Hee yang sudah cemberut.

“Aku pulang!” kata Min Hee dengan nada kesal.

Kakinya melangkah menjauhi Won Woo yang ternyata kembali anteng dengan permainan di ponselnya.

Sekarang Min Hee tahu cara main Won Woo selama ini. Laki-laki itu dulu menolaknya karena mencari cara aman untuk mempertahankan pertemanan mereka, dengan kata lain laki-laki itu juga tak mau susah-susah mengurusi sifat cemburuannya.

Saat Min Hee pulang, ternyata Min Jae masih belum pulang. Ia pun tidak tahu bagaimana harus mengisi waktu kosongnya untuk apa. Ia merasa bosan jika sendirian, jadi ia memutuskan untuk kembali ke kediaman keluarga Jeon.

Min Hee seketika kehilangan sosok Won Woo yang tadi duduk di ruang tamu. Ia menepis tebakan bahwa teman laki-lakinya itu bisa saja ada di kamarnya yang ada di lantai atas, berdua bersama Lu Si.

Tapi ia sudah mulai menghitung langkah menuju lantai atas dengan kaki yang gemetar, matanya pun terasa pedih tanpa alasan yang jelas. Sebenarnya, ia harap tidak pernah mengetahui alasan itu sampai akhir.

Setelah berhadapan dengan pintu kamar Won Woo, knop pintu terkepal oleh tangan lemasnya yang tak kuasa untuk membuka karena rasa takut untuk melihat apa yang terjadi di dalam sana.

Baginya kini, ia adalah pandora yang dihadapkan dengan kotak penuh rahasia. Walaupun ia ingin membunuh rasa penasarannya, ia juga tak kuasa untuk mengetahui kenyataan yang harus dihadapi jika pintu kamar itu sampai terbuka.

Tapi setidaknya kedua telinganya masih berfungsi untuk menangkap suara kecil dari dalam. Sebuah suara decakan mirip saat seseorang sedang mengulum permen, namun lebih bernafsu.

Tidak, kan?

Won Woo tidak mungkin sedang melakukannya, kan?

Dengan Lu Si. Saat ini Won Woo sedang melakukan hal itu dengan Lu Si di dalam kamar.

Air mata jatuh dari pelupuk matanya tanpa terkendali, seperti air hujan yang turun di malam musim gugur, begitu dingin dan sepi di sekelilingnya.

Ia berjalan mundur dengan pelan. Jika ada tempat yang paling tidak ingin dikunjunginya, maka tempat itu adalah sebuah ruangan yang ada di hadapannya kini.

Hal yang ditemui selanjutnya pun adalah hari-hari tanpa Won Woo.

Tapi ada hal penting yang terabaikan olehnya, bahwa pergi dari sisi Won Woo adalah pekerjaan yang hampir mustahil untuk dilakukannya.

***

TBC

Jangan lupa vomentnya yaa
😉😉😉

Tell Me We're Not Friend || Jeon Won Woo || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang