Part 16

2.4K 317 11
                                    

할 말이 없다는 건
때때로, 너무 많은 말이
하고 싶다는 의미이기도 하다
(Tak ada yang ingin dikatakan
Terkadang, berarti terlalu ada banyak yang ingin dikatakan)
🌹🌹🌹

Selamat membaca, guys
🍁🍁🍁

Keesokan harinya, saat membuka mata, pagi Min Hee diawali dengan senyuman tanpa alasan. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, tapi suasana hatinya tidak seburuk kemarin.

Sebenarnya, ia kurang tahu apa yang akan diceritakannya pada Won Woo jika bertemu nanti. Ia sudah menyelesaikan kegelisahannya tentang ayah pada Min Jae, dan itu cukup meringankan beban hatinya selama beberapa waktu terakhir. Walau ia juga tahu, kalau permasalahan itu tidak memiliki penyelesaian.

Pada kenyataannya yang ia inginkan adalah menghabiskan waktu dengan Won Woo, sepertinya begitu. Ia ingin merajut kembali waktu yang terabaikan di masa lalu bersama teman kecilnya itu.

Huh teman kecil, Min Hee meratap lagi. Ia akui pertemanan bukanlah hal yang buruk, tapi keinginan terbesarnya saat ini adalah merubah pertemanan itu menjadi hubungan yang hanya bisa dilakukan dengan hanya dua orang saja, yang lebih spesial tentunya.

Seperti halnya ikan yang tidak bisa meninggalkan perairan, apakah balasan cintaku juga semustahil itu, tanya Min Hee dalam hatinya.

Min Hee membereskan tempat tidurnya, lalu menyiapkan sarapan di dapur. Pikirannya masih terpaku pada perihal yang akan dikatakannya pada Won Woo. Mungkin Won Woo tidak akan marah jika ia hanya berkata: Aku ingin kau di sini, atau aku membutuhkanmu sekarang.

Min Hee jadi penasaran tentang alasan Won Woo menolaknya waktu itu, alasan kenapa laki-laki itu bilang kalau ia tidak mau memacari temannya sendiri. Rasanya sulit untuk diterima, karena itu berarti Min Hee tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan Won Woo selamanya. Tapi membayangkan jika selama ini tak punya teman seperti Won Woo juga sangat mengerikan.

“O, Won Woo Hyung,” pekik Min Jae.

Min Hee menoleh dan mendapati Min Jae yang tengah berdiri di anak tangga terakhir menuju lantai bawah, di sampingnya ada sosok jangkung menggunakan baju hangat berwarna abu-abu.

“Kau datang?” Min Hee berusaha agar ia tidak terlihat terlalu senang, tapi sepertinya gagal.

“Aku akan sarapan di sini,” jawabnya.

“O-oke,” sambung Min Hee. Ia mencoba fokus kembali pada masakannya, semoga saja enak, lebih enak dari biasanya.

“Apa kakakmu masih suka pulang malam?” tanya Won Woo pada Min Jae.

Min Hee segera menimpali. “Aku sudah tidak kerja sambilan lagi, aku memutuskan untuk berhenti,” katanya.

Kedua laki-laki itu saling memandang setelah mendengar penjelasan Min Hee, entah apa maksudnya.

Tiba-tiba ponsel Min Hee berdering, ada notifikasi pesan dari seseorang. Gadis itu membukanya, tapi matanya terus curi pandang pada Won Woo yang menatapnya dengan horor. Tebaknya Won Woo mungkin berpikir bahwa pesan itu dari laki-laki yang mengantarnya kemarin malam, yang ternyata benar.

Tangan Min Hee jadi berkeringat dingin dan ia gusar di tempatnya berdiri. Isi pesannya biasa, hanya: Selamat beraktifitas dan semoga harimu menyenangkan, Min Hee. Lalu ada ikon cium di bagian akhir, Min Hee langsung bergidik.

“Dari laki-laki itu, ya?” tanya Won Woo yang membuat Min Hee serasa disambar petir.

“Bukan, bukan. Dari temanku, Yu Ra,” jawab Min Hee gelagapan. Ia pasti cari mati telah membohongi seorang Jeon Won Woo yang paling tidak suka dengan kebohongan.

“Aku tahu kau memberikan nomormu padanya semalam,” kata Won Woo lagi.

Tuh kan Won Woo mendengarnya, ratap Min Hee dalam hati. “Kalau aku menjelaskan alasannya, kau pasti tidak akan percaya.”

“Aku sudah tahu alasannya,” sambung laki-laki itu mendekat ke arah Min Hee, lalu duduk di meja makan. “Karena temanmu Yu Ra, kan? Kau tidak mau laki-laki itu mengganggu temanmu, tapi kau bersedia diganggu olehnya.” Won Woo tertawa meremehkan.

Jantung Min Hee rasanya berhenti seketika, ia ketakutan sekali.

“Sedang apa?” tanya Won Woo yang berubah datar lagi. “Lanjutkan masakmu!”

Hyung, berhentilah mengerjai Min Hee Noona! Dia itu bodoh, pasti percaya semua ucapanmu,” kata Min Jae yang juga ikut duduk di meja makan.

Min Hee jadi terharu punya adik laki-laki seperti Min Jae, walaupun masih kecil tapi sudah bisa melindungi kakaknya. Tapi apa katanya? Bodoh?

“Jadi kau hanya sedang mengerjaiku saja?” protes Min Hee. “Kupikir kau cem...”

Tunggu dulu! Min Hee baru menyadari situasi yang sebenarnya terjadi. Ia takut dengan marah Won Woo, tapi itu tandanya laki-laki itu sedang cemburu padanya. Ia senang jika Won Woo tak marah padanya, tapi itu berarti Won Woo sama sekali tak punya perasaan suka padanya.

Dua hari yang lalu ia meminta Won Woo untuk marah padanya, kemarin malam ia minta agar Won Woo tak marah padanya, tapi hari ini ia agak berharap Won Woo marah padanya yang berarti laki-laki itu sedang cemburu. Ia kembali dibuat bingung harus bagaimana.

“Sudah kubilang,” kata Min Jae.

Won Woo menanggapinya dengan senyuman, tapi senyuman itu ditujukan untuk Min Jae bukan Min Hee. “Kau benar. Dia tidak bisa mengisi otaknya hanya dengan satu pendirian saja,” ucapnya.

“Apa maksudnya itu?” tanya Min Hee yang kebingungan dengan percakapan dua laki-laki di depannya.

“Selalu ada dua hal dalam otakmu, iya kan?” kata Won Woo.

“Jika pikiranmu bercabang, itu akan membuatmu selalu ragu, selalu repot sendiri, selalu bingung untuk menentukan pilihan,” kata Min Jae menyambung kalimat Won Woo.

“Lalu berakhir dengan tidak ada jawaban sama sekali,” lanjut Won Woo lagi.

“Tapi setidaknya aku punya naluri jika akalku sudah tak bisa memilih, tidak seperti kau yang tidak berperasaan,” cemooh Min Hee pada Won Woo.

“Jika aku tidak berperasaan seperti yang kau bilang, lalu untuk apa aku mau repot-repot datang kemari?” tanya Won Woo.

Benar juga, jawab Min Hee dalam hati.

“Terus kau maunya aku bagaimana?” rengek Min Hee sudah bingung. Ia sadar kalau ia sedang dikerjai, tapi ia tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak terjerat ke dalam permainan Won Woo.

***

TBC

Jangan lupa vomentnya yaa
😉😉😉

Tell Me We're Not Friend || Jeon Won Woo || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang