너 아닌 다른 사람을
만날 수는 있겠지만
너 아닌 다른 사람에게는
줄 수 없는 마음이어서.
(Meskipun aku bisa berkencan dengan orang lain yang bukan dirimu, aku tidak bisa memberikan hatiku pada orang lain selain padamu).
☘☘☘Selamat membaca, guys
🍁🍁🍁
Hubungan Won Woo dan Min Hee pun semakin membaik setelah beberapa kejadian menimpa mereka belakangan hari ini. Utamanya saat ia mendengar dari Ji Soo kalau Min Hee baru saja dicium secara paksa oleh laki-laki brengsek yang pernah dekat dengan gadis itu.
Won Woo segera tahu kalau ia harus melakukan sesuatu, jadi ia mencium Min Hee malam itu. Awalnya ia tidak pernah membayangkan satu kali pun hal semacam ini akan terjadi padanya dan Min Hee, tapi ciuman di kamarnya waktu itu mengikis keraguannya dalam satu entakan.
Entah kenapa, malam itu Min Hee terlihat sangat cantik walaupun habis menangis.
Sayangnya, ia kembali terbawa emosi saat menemukan tumpukan surat di dalam kotak surat rumah Min Hee esok paginya, apalagi dengan beberapa hadiah tambahan yang tergeletak di bawahnya karena tidak muat.
Tidak hanya itu saja, yang paling membuatnya terganggu adalah sebuah kotak yang berisi alat kontrasepsi dari seseorang yang entah siapa untuk Min Hee. Untunglah Min Hee tidak tahu benda apa itu!
Karena merasa khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada Min Hee, ia sebisa mungkin meluangkan waktu untuk mengantar jemput gadis itu ke kampus. Ia juga jadi sering makan malam di rumah Min Hee karena perasaan tidak tenang meninggalkan gadis itu.
Sempat terbersit juga dalam benaknya untuk memberi kesempatan hati mereka berkembang ke arah sebuah hubungan yang lebih serius, tanpa mengindahkan lagi ucapannya bertahun-tahun lalu, kalau ia tidak akan memacari Min Hee.
Tapi dengan sikap Min Hee yang cemburuan, ia sengaja memilih jalan aman agar pertemanan mereka tidak jadi korban. Hanya saja, waktu itu tiba-tiba Min Hee terkesan menghindarinya. Hal itu berawal dari pertemuan mereka dengan Lu Si di kediaman Won Woo.
Sebenarnya Won Woo juga terkejut akan kehadiran Lu Si yang tanpa kabar terlebih dulu, tapi apa boleh buat.
Lu Si menanyakan kesanggupannya untuk pergi ke persidangan sebagai seorang juri, dan ia menerima tawaran itu tanpa pikir panjang. Ia jadi tak enak hati pada Min Hee yang duduk di sebelahnya, ia yakin gadis itu pasti ingin tahu apa yang sedang dibicarakannya dengan Lu Si.
Setelah Won Woo mengizinkan Lu Si mengambil sebuah berkas di kamarnya, Min Hee pun mulai melayangkan protesnya yang sempat tertahan sejak awal pertemuan.
Gadis itu berkata. “Tapi aku tak suka ada wanita lain masuk ke kamarmu!”
Won Woo sadar seharusnya ia tak mengizinkan Lu Si masuk ke kamarnya, karena ia yang paling mengetahui perasaan Min Hee padanya, setidaknya ia harus menjaga hati Min Hee melebihi siapapun. Tapi apa daya, ketidakpekaannya dan kecemburuan Min Hee sama-sama tidak ada yang mau mengalah.
“Dasar cemburuan!” Akhirnya hanya itu yang bisa dilontarkan oleh mulut Won Woo, ia pun memfokuskan lagi pada permainan di ponselnya untuk meminimalisir kecanggungan.
“Aku pulang!” kata Min Hee kemudian.
Won Woo terhenyak, memandangi Min Hee yang pergi meninggalkannya dengan kekesalan. Ia sangat ingin mencegahnya, tapi ia tidak punya alasan jika ditanya kenapa. Jadi tubuhnya malah membatu di tempat.
Jika mereka pacaran pasti kata putus sudah dilontarkan berulang kali oleh gadis itu, pikir Won Woo.
Setelah menunggu beberapa saat, Won Woo pun mulai curiga kenapa Lu Si belum turun-turun juga dari tadi, padahal seingatnya berkas itu bisa langsung ditemukan di atas meja belajarnya. Ia pun pergi ke lantai atas untuk memeriksa.
“Kenapa lama sekali?” tanya Won Woo saat membuka pintu kamarnya. Dilihatnya, Lu Si ternyata sedang membaca surat cinta Min Hee untuknya. Tidak hanya itu, foto masa kecil Won Woo dan Min Hee juga tergeletak sembarangan di atas kasur.
“Dia menyukaimu. Bagaimana denganmu? Apa kau juga menyukainya?” Alih-alih menjawab, Lu Si malah bertanya.
“Ini barang pribadiku,” kata Won Woo sembari merebut surat yang ada di tangan Lu Si dengan sigap.
“Aku menyukaimu, Won Woo-ya,” ucap Lu Si dengan tenang.
“Kau tahu kalau aku hanya menganggapmu sebagai mentor saja,” kata Won Woo memberi tahu.
“Tidak! Kita bisa lebih dari itu,” ucap Lu Si sembari mengikis jarak dengan seorang laki-laki bermata elang di depannya. “Aku pernah bilang, kita bisa berkencan tanpa harus memiliki perasaan itu.”
Tangan lentik Lu Si sudah berhasil menggerayami sekitaran leher Won Woo dengan lembut. Aroma parfum wanita itu pun langsung menggoda pertahanan Won Woo sebagai seorang laki-laki biasa.
Wajah Lu Si mendekat ke leher Won Woo dan mengecupnya pelan.
Bisa dipastikan bahwa Won Woo langsung jadi lumpuh seketika dan serasa bukan miliknya lagi. Ia hanya bisa diam melihat Lu Si yang semakin mendominasinya.
Lu Si mencium bibir Won Woo dengan panas, melumatnya dengan konstan dan sesekali mengulumnya. Saat mencapai titik tertentu, lidahnya berusaha membuka mulut Won Woo lebih lebar lagi dan menikmati suasana itu cukup lama.
Walaupun Won Woo tidak membalas sama sekali, ia juga tidak menolak sedikit pun perlakuan Lu Si padanya. Bukan karena ia mau, tapi tubuhnya benar-benar terkunci entah oleh apa.
Tiba-tiba, sebuah dering ponsel bergema dan memutus kontak fisik antara Won Woo dan Lu Si secara paksa. Won Woo menerima panggilan yang ternyata dari ayahnya.
“Halo!” kata Won Woo dengan suara yang agak sedikit gemetar.
“Won Woo-ya, sepertinya kita tidak jadi makan di luar. Aku dan ibumu akan tetap pulang sore dan membeli makanan untuk makan malam kita nanti,” ucap Tuan Jeon memberi tahu.
“Aku mengerti,” jawab Won Woo.
“Ahjussi!” panggil Lu Si cepat-cepat, sebelum sambungan terputus.
“Oh, Lu Si! Kau sedang di sana juga rupanya,” kata Tuan Jeon.
“Ahjussi, apa aku juga boleh bergabung makan malam di sini? Kebetulan orang tuaku sedang pergi ke luar kota, jadi aku sendirian di rumah,” keluh Lu Si sedang membeli hati Tuan Jeon. Setidaknya itu yang dipikirkan Won Woo saat melihatnya.
“Tentu saja boleh. Kami akan mengusahakan pulang lebih awal. Baik-baiklah di sana!” kata Tuan Jeon, kemudian menutup teleponnya.
Won Woo yang merasa bahwa Lu Si telah melewati batas langsung mengeluarkan protesnya. “Apa yang sedang kau lakukan sebenarnya?” tanyanya tak sabaran.
“Yang mana?” tanya Lu Si menantang. “Yang tadi atau yang barusan?”
Won Woo hendak menjawab, tapi ia bahkan sudah tidak mau berbincang dengan wanita itu.
“Ini berkasnya, kan?” tanya Lu Si lalu memeriksa tumpukan kertas A4 yang tergeletak di atas meja belajar Won Woo.
Won Woo tak menjawabnya. Ia justru mengarahkan pandangannya ke kamar Min Hee yang tidak berpenghuni.
Hatinya jadi gundah. Mungkin ia merasa bersalah karena telah melakukan hal yang jika diketahui Min Hee pasti akan menyakiti perasaan gadis itu, tebaknya.
Tapi ia bahkan tidak tahu kenapa ia harus merasa bersalah.
Apa yang sebenarnya Won Woo rasakan terhadap Min Hee, Won Woo juga ingin mengetahuinya.
***
TBC
Jangan lupa vomentnya yaa
😉😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me We're Not Friend || Jeon Won Woo || ✔
Fanfiction[Romance] Mencintai adalah salah satu kreatifitas hati, tapi bagaimana jika karya agung itu sama sekali tidak diindahkan, malah terbengkalai dan berdebu di suatu tempat yang tak terjamah? 31 Mei 2018 - 31 Agustus 2018