천천히 와도 되니까 꼭 와
(Karena kau boleh terlambat, kau harus tetap datang)
💐💐💐Selamat membaca, guys
🍁🍁🍁Min Hee mengisi baterai ponselnya di dekat kulkas, seraya memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam lemari pendingin itu dengan rapi.
Ketika sudah selesai, ia mengaktifkan ponselnya dan segera mengirimi Won Woo pesan yang berisi: Kapan kau pulang? Kau tidak lupa janjimu, kan?
Lalu ia mengirim pesan yang lain: Cepatlah datang! Aku membuatkanmu sesuatu malam ini... yang istimewa.
Sembari menunggu balasan dari Won Woo. Min Hee memulai aksi kerennya dengan pisau dan penggorengan. Sebenarnya, jika boleh jujur memasak adalah hal yang paling bisa ia banggakan dalam dirinya.
Banyak sekali menu yang ia sajikan di meja, tidak hanya karena keharusannya menepati janjinya pada Min Jae untuk membuatkan yang spesial untuknya, tapi karena Won Woo juga akan datang untuk makan malam hari ini.
Ah jadi tidak sabar, hati Min Hee serasa tersengat listrik menantikan setiap satu detik berikutnya.
Min Hee naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya dengan ponsel dan tas sekolahnya. Saat mengecek ponselnya, ternyata belum ada balasan dari Won Woo. Hatinya pun jadi gelisah.
Ia menyibakkan gordennya dan lampu kamar Won Woo tampak belum menyala, benar-benar tidak menunjukkan ada kehidupan di dalamnya. Ia jadi penasaran apa yang membuat laki-laki itu pulang terlambat.
Karena sudah bingung harus bagaimana dengan hatinya yang malah semakin gundah saja, ia memberanikan diri untuk menelepon. Nomor yang ia hubungi aktif, tapi tidak ada jawaban di seberang sana.
Mungkin dalam perjalanan pulang, tebak Min Hee mencoba berpikir positif. Ia pun mengambil handuknya untuk mandi.
Setelah selesai, ia kembali mengecek ponselnya. Masih belum ada jawaban atau tanda-tanda laki-laki itu sudah pulang ke rumah.
Perasaan Min Hee jadi campur aduk rasanya, antara kesal, kecewa, khawatir dan penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki itu sampai-sampai melupakan janjinya. Atau jika memang tidak bisa, Won Woo bisa memberi tahunya, tidak membuatnya malah menunggu dalam ketidakpastian seperti ini.
“Noona!” panggil Min Jae sesaat setelah pintu dibuka olehnya. “Ayo, makan!”
“O iya, ayo!” Min Hee sebenarnya ingin menunggu sebentar lagi, tapi ia tidak tega menolak ajakan Min Jae yang sudah kelaparan, sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan.
Min Hee duduk berhadapan dengan adiknya di meja makan.
Min Jae menyantap makan malamnya dengan lahap, sedangkan Min Hee tidak begitu bersemangat. “Kau ini kenapa?” tanya Min Jae. “Seperti yang habis putus cinta saja.”
“Apanya yang putus cinta.” Min Hee menyembunyikan kecanggungannya, lalu memakan dengan lahap pula masakannya. Andai saja orang lain yang membuat makanan ini, ia pasti akan memujinya habis-habisan. Tapi karena ia sendiri yang membuatnya, ia hanya bisa bungkam lagi dalam lamunannya.
Won Woo tidak mungkin lupa kan, pikir Min Hee.
“Noona, aku kenyang,” kata Min Jae sambil mengelus perut buncitnya.
“Jangan langsung tidur! Setidaknya biarkan tubuhmu mencerna makanan dulu,” ucap Min Hee. Ia membereskan piring-piring kotor itu dan langsung mencucinya di wastafel, sambil melamun untuk yang ke sekian kalinya.
“Noona, besok adalah akhir pekan, kau tak punya rencana?” tanya Min Jae membuyarkan lamunan kakaknya.
Min Hee bahkan tidak sadar kalau sedari tadi Min Jae ada di sebelahnya mengelap piring-piring basah sebelum dirapikan ke dalam rak piring.
“Apa, ya?” Min Hee berpikir.
Tapi satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan tentang besok adalah mendatangi rumah Won Woo, menemuinya untuk bertanya banyak hal yang tengah terjadi di malam yang penuh mengecewakan ini. Hanya itu.
“Noona, kenapa kau menangis?” tanya Min Jae.
“Hah?” bingung Min Hee. Tapi ada satu tetes air yang mengalir di pipinya saat ia menoleh pada adiknya.
“Ah, ini...” Min Hee mengusapnya dengan lengan atas. “Barusan aku menguap. Kau tak lihat? Pasti tidak. Bikin kaget saja kau ini,” kata Min Hee gelagapan.
Min Jae tahu kalau kakaknya sedang bebohong. Dan Min Hee pun tahu kalau adiknya tidak mudah dibohongi. Tapi satu detik kemudian, keduanya membiarkan kesunyian mengambil alih.
“Noona, aku tidur dulu.” Min Jae menaiki anak tangga dengan gontai.
“Oh iya.” Min Hee mengikutinya dari belakang.
Setelah sampai di lantai dua, mereka berpisah pergi ke kamarnya masing-masing. “Selamat malam, Min Jae,” kata Min Hee.
“Noona juga,” jawab Min Jae sambil menggosok matanya yang hampir menutup di tengah perjalanan.
Min Hee kembali mengecek ponselnya untuk yang terakhir kalinya. Masih belum ada jawaban.
Gadis itu menghela napas berat. “Ini bukan yang pertama, Cha Min Hee,” ucapnya pada dirinya sendiri.
Tapi tangan nakalnya menyibakkan gorden itu sekali lagi, memastikan. Kamar Won Woo masih gelap. Kau dimana, tanya Min Hee dalam hatinya yang cemas.
***
TBC
Jangan lupa vomentnya yaa
😉😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me We're Not Friend || Jeon Won Woo || ✔
Fiksi Penggemar[Romance] Mencintai adalah salah satu kreatifitas hati, tapi bagaimana jika karya agung itu sama sekali tidak diindahkan, malah terbengkalai dan berdebu di suatu tempat yang tak terjamah? 31 Mei 2018 - 31 Agustus 2018