Part 8

2.6K 364 13
                                    

네가 오후 네시에 온다면
나는 세시부터 행복해질 거야
(Jika kau akan datang jam empat sore,
Aku sudah merasa bahagia dari jam tiga)
🌷🌷🌷

Selamat membaca, guys
🍁🍁🍁

Sekitar pukul tiga sore, setelah presentasi yang melelahkan telah usai tepatnya, Min Hee menuju mini market tempatnya bekerja. Di sana sudah ada atasannya.

Min Hee pun menghampiri pak tua itu. “Halo, selamat sore!” sapa Min Hee sembari membungkuk tanda hormat.

“Pak, ada yang ingin saya bicarakan,” kata Min Hee mengawali perakapan seriusnya. “Er...”

Min Hee sebenarnya masih bingung, apakah ia akan memutuskan untuk mengurangi jam kerja saja atau benar-benar berhenti dari sana dan lebih fokus pada Min Jae dan kuliahnya.

Tapi hal yang membuat Min Hee berat untuk memilih berhenti bekerja adalah uang yang ditinggalkan ibunya tidak hanya untuk keperluan Min Hee saja, melainkan Min Jae. Karena pendidikannya lebih tinggi, biaya yang dikeluarkan pun lebih banyak.

Min Hee merasa tak enak hati, bagaimana jika uangnya habis karena biaya kuliahnya. Sebenarnya, Min Hee sudah mencoba mencari beasiswa tapi selalu saja ada syarat yang kurang terpenuhi. Misalnya saja nilai akademiknya. Min Hee memang berhasil masuk jurusan yang bagus, tapi ia bukanlah siswa unggulan di kelas.

Setidaknya Min Hee ingin biaya peninggalan ibu mereka bisa cukup sampai Min Jae lebih besar dari sekarang, bisa mulai kerja sendiri. Sedangkan uang yang selalu dikirim ayah mereka, ah entahlah, Min Hee bahkan tidak yakin apakah sudi menggunakannya atau tidak. Ia benar-benar bingung.

Min Hee menghela napasnya agak berat untuk menyemangati keputusan akhirnya. “Sepertinya...” Ia masih saja menggantung perkataannya, lidahnya terlalu kelu untuk mengucapkannya dengan lantang. “Sepertinya saya tidak bisa lagi kerja di sini,” kata Min Hee akhirnya.

“Kenapa? Ada masalah?” tanya atasannya.

“Sepertinya saya harus lebih fokus pada kuliah saya dulu, Pak,” kata Min Hee sedikit cengengesan. Ia juga merasa tak enak hati pada atasannya karena tiba-tiba ingin berhenti kerja.

Bapak tua di hadapannya tampak berpikir. “Baiklah, tapi hari ini tidak bisa. Belum ada penggantinya,” kata atasannya terdengar tegas.

“Tapi saya tidak bisa sampai malam, Pak,” sambung Min Hee.

“Kalau begitu coba minta Ji Soo untuk mengisi tempatmu,” kata atasannya lagi.

“Baik, Pak. Saya akan mencoba menghubunginya,” ucap Min Hee bersemangat. Kemudian ia pun melakukan apa yang diucapkannya itu.

Setelah telepon tersambung, Min Hee meminta Ji Soo untuk menggantikannya jam tujuh malam nanti. Ia memohon dengan sangat pada laki-laki itu, yang pada akhirnya diiyakan juga.

Sesuai janjinya, Min Hee menjaga market hari ini.

Sekitar jam setengah delapan, Ji Soo baru saja datang. “Maaf ya, ada yang harus aku kerjakan dulu,” ujar Ji Soo.

“Tidak apa-apa, Oppa,” sambung Min Hee. “Aku tetap bersyukur kau mau menggantikanku hari ini.”

“Ngomong-ngomong, kenapa kau tiba-tiba memutuskan berhenti bekerja?” tanya Ji Soo, ia sudah menggunakan baju seragam marketnya.

“Bukan apa-apa, aku hanya ingin lebih fokus kuliah,” jawab Min Hee.

“Kau tidak sakit, kan?” Wajah Ji Soo berubah jadi cemas.

Min Hee melambaikan tangannya. “Eii, tidak. Aku tidak apa-apa,” jawabnya.

“Tapi kau akan sering main ke sini, kan?” tanya Ji Soo lagi sambil menggoda gadis di hadapannya.

Min Hee menyunggingkan senyuman. “Tentu saja,” tuturnya. “Kalau begitu, aku pergi dulu.”

“Hati-hati di jalan!” kata Ji Soo.

Di perjalanan pulang, Min Hee tidak bisa menepis rasa senangnya malam ini. Alasannya? Yang jelas bukan karena ia terbebas dari pekerjaan sebagai tukang kasir di mini market, tapi sebentar lagi ia akan bertemu dengan Won Woo.

Min Hee sudah tidak sabar apa yang akan mereka lakukan nanti. Rasanya seperti ia kembali ke masa anak-anak lagi, dimana ia menemukan banyak kehangatan pada masa itu.

Kira-kira Won Woo akan bicara tentang apa ya, pikir Min Hee. Langkahnya jadi terasa ringan karena memikirkan sahabat laki-lakinya itu.

Tiba-tiba ia menepuk jidatnya karena teringat sesuatu, kalau kulkasnya harus segera diisi. Dengan berberat hati, Min Hee membelokkan kakinya menuju super market. Di sana ia membelanjakan gaji terakhirnya hari ini dengan bahan-bahan dapur yang sudah habis; sayuran, buah-buahan dan daging.

Setelah urusan berbelanja selesai, Min Hee jadi kepikiran untuk membuatkan makan malam untuk Won Woo. Ia pun merogoh ponselnya yang ada di tas untuk melakukan panggilan agar Won Woo tidak makan apapun dulu. Tapi sayangnya, beterai ponselnya habis.

Min Hee pun mempercepat langkahnya.

Ketika di depan gerbang rumahnya, ia sempat menoleh ke kamar Won Woo yang gelap. Apa Won Woo belum pulang ya, pikir Min Hee. Ada bagusnya juga, karena Min Hee jadi punya banyak waktu untuk bersiap-siap.

“Min Jae-ya, aku pulang,” teriak Min Hee. Kemudian adik laki-lakinya turun dari lantai dua.

“Kupikir kau akan lupa, aku hampir saja menerima ajakan Lee Ahjumma,” kata Min Jae.

“Eii, mana pernah aku ingkar janji,” kata Min Hee dengan enteng. “Kau lapar?”

Min Jae mengangguk. “Cepatlah,” suruh Min Jae. Anak laki-laki itu kembali menaiki tangga.

“Mau kemana kau?” tanya Min Hee heran.

“Belajar,” jawab Min Jae.

Min Hee berdecak. “Sejak kapan kau jadi rajin sekali?” cemooh Min Hee.

“Sejak melihat nilaimu yang tambah anjlok,” jawab Min Jae sembari mempercepat jalannya.

Min Hee hampir saja melemparkan buah jeruk pada adik laki-lakinya saking kesalnya. Tapi tidak jadi. Jika dipikir-pikir ada benarnya juga kata Min Jae, setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Min Hee jadi kurang konsentrasi pada pelajaran, apalagi setelah masuk kuliah ia juga bekerja sambilan. Ia pun menghela napasnya sedih.

***

TBC

Jangan lupa vomentnya yaa
😉😉😉

Tell Me We're Not Friend || Jeon Won Woo || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang