BAB 3

5.8K 463 27
                                    

Andmesh–Kumau Dia

***

Saat ini kelas XI IPA 3 sedang melaksanakan ulangan harian kimia. Beberapa murid tampak kebingungan melihat soal dan ada juga yang termenung menunggu hidayah. Ulangan harian saja soalnya sudah Masya Allah, apalagi ujian tengah semester.

Berbeda dengan Alsa yang sudah selesai mengerjakan soal, kini ia hanya menunggu teman-temannya selesai. Ia merasa harus ke toilet, kadang panggilan alam tidak bisa dicegah.

"Kenapa, Al?" tanya Zahra.

"Kebanyakan minum." Alsa menampakkan giginya yang rapi. "Bentar ya, aku ke toilet dulu."

Alsa pun memberikan kertas ulangannya pada Ibu Ester selaku guru kimia. Setelah itu baru ia meminta izin untuk ke toilet.

"Ibu, Alsa izin ke toilet ya," pamit Alsa.

"Iya jangan lama-lama." Alsa mengangguk patuh.

Alsa pun berlari kecil agar bisa sampai dengan cepat, sebab letak toilet berada jauh dari kelasnya. Ia harus melewati gudang untuk sampai ke sana. Ditambah lagi banyak anak bolos yang merokok di gudang, seperti sekarang.

"Bismillahirrahmanirrahim," ujar Alsa memberanikan diri agar bisa melewati gudang tersebut.

Akhirnya ia lolos dari anak bolos itu. Lagipula Alsa sangat heran, mengapa guru tidak menangkap para pembolos itu? Apa guru-guru tidak tahu jika banyak siswa yang bolos di gudang?

Setelah sampai di toilet dan berhasil menuntaskan panggilan alam. Alsa pun kembali menuju kelas dengan langkah santai. Saat hendak melewati gudang dirinya diberhentikan paksa oleh seseorang.

Dari segerombolan anak bolos itu ada satu orang yang berdiri mendekati Alsa, sedangkan yang lainnya hanya duduk menonton sambil menghisap rokok. Asap rokok membuat Alsa terbatuk seketika.

"Hei cantik, mau kemana? Mending bolos bareng gue," goda laki-laki tersebut.

Alsa tetap berjalan, ia tidak peduli dengan perkataan lelaki itu. Lebih baik menghindar daripada nanti menimbulkan fitnah yang semakin menjadi.

Sedangkan Lelaki itu merasa tidak terima karena Alsa mengacuhkannya. Saat Alsa hendak berbalik, lelaki itu langsung menarik lengan Alsa dengan kencang agar Alsa tidak bisa lari. Ia sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk gadis itu lari darinya.

"Aww!" ringis Alsa saat tangannya ditarik paksa. Sungguh kejadian ini membuatnya takut pada Allah karena sudah bersentuhan dengan yang bukan mahramnya.

"Lepassin!" teriak Alsa.

Alsa meronta keras agar tangannya dapat terlepas, namun hal itu gagal karena genggaman Lelaki itu terlalu kuat. Tidak ada cara lain selain berteriak minta tolong.

"Tolong!"

Pandangan tak mengenakkan terlihat saat Lelaki di hadapan Alsa tertawa. Seakan-akan meremehkan teriakannya.

Sial. Alsa baru teringat jika para Guru tidak mungkin mendengar teriakannya sebab letak gudang sangat berada di ujung. Lantas, bagaimana Alsa bisa lari dari sekumpulan anak bolos ini?

"LEPASIN!"

Terdengar suara menakutkan untuk didengar. Mendengar suara tersebut, laki-laki yang menggenggam tangan Alsa segera melepaskannya. Alsa bersyukur terlepas dari genggaman laki-laki yang bukan mahram-nya.

"Ngapain Lo ganggu dia?" tanya lelaki yang sudah mengembalikan uang Alsa. Sungguh, tatapannya saja begitu mengintimidasi lawan.

"So-sorry, Bos. Gue kira lo bakal suka gue dapat mangsa." Lelaki itu menundukkan kepala, ia takut jika Bos-nya murka. Tidak habis pikir jika ketua kelompok mereka membebaskan Gadis cantik begitu saja.

"Jangan dia, gue gak suka."

Kemudian lelaki yang menarik Alsa berlari meninggalkan tempat bersama gerombolan anak bolos lainnya, sehingga menyisakan mereka berdua di depan gudang.

Alsa mengucapkan syukur kepada Allah sebab telah membantunya lewat perantara. Ia pun memberanikan diri untuk menatap wajah preman sekolah yang telah membantunya. Sedangkan, Lelaki itu telah lebih dulu berjalan mendekat, lantas Alsa bergerak mundur. Tanpa Alsa sadari lelaki itu tersenyum ke arahnya.

"Kenapa sendiri?" tanya lelaki itu.

Lamunan Alsa terbuyar mendengar suara berat lelaki itu. "Oh, gak pa-pa. Makasih ya udah nolongin." Alsa mengulas senyum. "Kalo gitu aku pamit ke kelas dulu."

"Gak mau ditemenin?"

"Gak usah aku bisa sendiri," jawab Alsa cepat.

Buru-buru gadis itu berjalan meninggalkan lelaki yang kini sedang menatap punggungnya sebelum benar-benar menghilang dari pandangan.

Lelaki itu bersilang dada dengan bibir kanan terangkat ke atas. Masih teringat jelas senyum Alsa yang mampu membuatnya candu dan ia akan menjadikan gadis itu sebagai objek selanjutnya.

"Gue cariin ternyata Lo di sini." Seseorang menepuk pundaknya tiba-tiba.

"Ganggu aja Lo," ujar lelaki itu dengan wajah datar dan terlihat masa bodoh.

"Wiss, santai, Bro. Lagian ngapain bolos di gudang? Biasanya di kantin belakang." Seketika pikiran Fahri-sahabat lelaki itu- berkelana. "Jangan-jangan Lo habis mabuk. Lo mabuk?" Fahri dengan cepat mengguncang tubuh sahabatnya untuk menyadarkan kondisi jika benar-benar mabuk.

"Apaan Lo! Gue gak mabuk."

Aprian Pratama--nama lelaki itu, ia mendorong balik Fahri yang otaknya sedang tidak sinkron.

Fahri cengengesan melihat wajah Rian yang hendak memarahinya. Jika sudah begini tidak ada cara lain selain lari. Belum sempat ia berlari, Rian sudah lebih dulu menarik kerah bajunya. Walaupun keduanya bersahabat, Rian tetap dengan sifat asli yang tidak berubah. Sesuatu yang mengusik ketenangan harus mendapatkan risiko termasuk hal sepele sekalipun.

"Gak bisa kabur lo!" ujar Rian yang masih menarik kerah Fahri agar lelaki itu bertanggung jawab atas perkataannya.

"Yan, gue cuma bercanda. Lagian enggak mungkin juga lo mabuk."

"Kalo iya kenapa?" tanya Rian. Seketika Fahri menutup rapat mulutnya. "Gue mabuk juga bukan urusan Lo."

"Oke-oke, gue minta maaf. Sekarang Lo mau gue ngapain?" Fahri yang sudah paham dengan sifat Rian memilih untuk bertanggungjawab. Jika 'Raja Rimba' sudah murka, tidak ada yang bisa membantah.

"Hajar Rio."

"Ngapain gue hajar Rio? Buat masalah apa, tuh, bocah?" tanya Fahri sambil membenarkan bajunya yang berantakan.

"Rio atau lo yang gue hajar?!"

"Mending Rio lah. Kalo gue yang di hajar siapa yang ngehajar Rio."

Fahri memilih pergi daripada ia yang menjadi sasaran empuk. Bisa-bisa tubuhnya remuk dihajar Rian.

Rian pun berjalan menyusuri lorong kelas tanpa takut bertemu guru. Tidak ada yang ia takutkan di sekolah ini selain kehilangan kebebasan menjalani hidup.

"Gue harus bisa dapatin tuh cewek," ujar Rian bermonolog. Dengan bibir sedikit terangkat ke atas seakan menunjukkan jika ia bisa menaklukkan Gadis berkerudung tersebut.

****

REVISI!

Halo, gimana mau lanjut ga?
Mampir ke instagram ku @kimelsxri

Bantu votmen ♥️ share ya Bucinnestar ✨

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang