BAB 33

2.2K 198 17
                                    

Assalamu'alaikum, Bucinnestar 💜

Yang suka overthinking dilarang reading hahaha!

****

Tabu–Brisia Jodie

"Kepada rintik hujan yang kadang jatuh tak di undang. Perlahan aku menyadari bahwa kita hanya angan di malam hari"

****

Semakin hari Alsa dan Rian berteman dekat, bahkan lelaki itu rela bangun pagi untuk bisa berangkat lebih awal agar bisa main ke kelas Alsa. Terhitung sudah berapa kali mereka jadi perbincangan guru-guru karena kelakuan Rian yang sangat bucin dengan gadis berhijab yang sebentar lagi akan mengikuti olimpiade biologi mewakili sekolah.

Rian sekarang sudah jarang merokok, dia lebih sering mengunyah permen karet. Dia juga hanya sesekali datang ke tongkrongan dan lebih memilih mencari informasi mencari mamanya.

"Kak, enggak masuk kelas? Udah bel," ujar Alsa mengingatkan Rian. Gadis itu sudah tidak canggung lagi, namun sebisa mungkin menjaga batasan.

Fokus Rian terbuyar saat suara Gadis itu memecahkan konsentrasinya yang sedang bermain ponsel.

Rian menoleh ke arah Alsa yang duduk berseberangan dengannya. "Masih mau di sini," jawab lelaki itu dengan senyum tipis-tipis.

Alsa mengangguk. Dia sendiri tidak bisa melarang apa yang mau dilakukan Kakak kelasnya. Palingan nanti saat guru datang Rian baru beranjak pergi dan menghebohkan kelas. Lagi dan lagi Alsa akan menjadi sasaran teman-teman dan guru yang mengajar.

"Kamu capek Al?" tanya Rian tiba-tiba pada Gadis yang melihatnya bingung.

"Alhamdulilah, enggak. Kenapa Kak? Kak Rian capek?" Alsa bertanya dengan suara pelan, tidak ingin yang lain mendengar. Bisa heboh kalau semua tahu. Zahra saja sudah senyum-senyum mendengarnya bicara seperti itu. Padahal pelan, tapi tetap saja terdengar olehnya.

"Capek." Rian mengangguk.

Alsa jadi prihatin mendengarnya. Dia berpikir kalau kakak kelasnya itu memang sedang ada beban tersendiri saat ini. "Kalo capek jangan dipaksa," ujar Alsa tersenyum.

"Belum bisa Al," tukas Rian, lalu berdiri. "Aku masih mau berjuang demi kamu," lanjut Lelaki itu dengan lantang. Jiwanya pantang menyerah. Tapi dari raut wajah tidak bisa dibohongi, Rian sangat kelelahan.

Bukan lagi deg-degan, Alsa juga malu dibuatnya. Rian sungguh lelaki paling romantis tapi tidak tahu tempat. Dimana dan kapan pun selalu mengeluarkan jurus gombalan untuk Alsa.

"Aduh Kak Rian pulang ke kelas gih, Bu Dewi pasti lagi otewe ke sini," sela Zahra mengusir secara halus. "Bucinnya nanti lagi pas istirahat." Zahra mengangkat jari 'v' menge–peace.

Rian berdecih kesal. "Ganggu aja Lu, Zah."

Tak ingin terjadi keributan cepat-cepat Alsa menyuruh Rian untuk segera pergi dari kelasnya dengan cara baik-baik.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang