[ZihWan] Seandainya 01

457 48 45
                                    

Sore itu, Jaehwan sedang sibuk memilah-milih pakaiannya. Entah sudah berapakali Jaehwan mengganti baju yang dia kenakan. Bergumam sendiri, menilai, sambil menatap pantulan diri di depan cermin.

Jaehwan berdiri, memutar badan, menengokkan kepala memandang cermin. Menatap intens tubuh bagian belakangnya lewat pantulan cermin.

Sweeter hijau tua bertuliskan chuck merupakan korban ketiga atas ketidakpuasan batin Jaehwan untuk dipakai hari ini.

Di lanjutkan dengan kemeja putih polos, yang tereliminasi. Karena menurutnya itu terlalu formal untuk dipakai ke cafe bersama teman-teman.

"Ah, dari belakang t-shirt hitam ini kurang cocok dan terlalu biasa," gerutu Jaehwan kesal.

"Haahh..." helaan nafas untuk yang kesekian kalinya keluar dari mulut Jaehwan. Berjalan ke arah lemari pakaiannya, mengambil kemeja putih lengan panjang polos, dengan beberapa garis di ujung lengan tangan. Garis itu berwarna hitam, kuning dan merah.

Jaehwan melepas t-shirt hitam, memakai kemeja yang tadi dipilihnya. Mengancing dari ujung ke ujung. Memasukkan ujung kemeja kebalik celananya. Merapikannya. Kembali memandangi pantulan diri di kaca. Terlarut, mengagumi keindahan dirinya sendiri. Narsis memang, tapi itulah Jaehwan jika dia sedang sendirian.

"Kurasa ini cocok untuk kupakai kumpul di cafe hari ini," Jaehwan bergumam sambil memegang dagu, mengangguk-anggukan kepalanya membenarkan.

"Ekhemm, astaga Jaehwanie, kau tahu kan, aku menunggumu di bawah sudah 30 menit. Dan apa yang kulihat sekarang? Tampang bodohmu yang sedari tadi tersenyum tidak jelas di depan cermin."

Suara protes lelaki yang lebih muda beberapa bulan dari Jaehwan itu membuat senyum dan pikiran Jaehwan buyar seketika.

"Pabo Nielie, sejak kapan kamu berdiri di situ?"

"Sejak dirimu memasang kemeja itu," jawab Daniel acuh.

"Yak! Kamu kebiasaan mengintip saat aku memilih pakaian!"

"Salahmu sendiri selalu lama kalau berdandan," Daniel menggeleng-geleng, "sampai sekarang aku masih bingung dengan jenis kelaminmu, namja apa yeoja sih?"

Daniel melipat kedua tangan di dada, "nyari baju aja butuh waktu lebih dari sejam, kan aku lelah nungguin kau terus."

Jaehwan yang disindir memanyunkan bibir, pertanda merajuk. "Iih, Nielie, aku ini namja tau! Namja, bukan yeoja, kamu kenapa suka sekali mengatai aku?"

"Tuh, kan, ngambek. Dikasih tau, malah ngambek, aku semakin yakin kalau kau itu yeoja, hahahha," tawa Daniel lepas.

"Ya sudah, kalau kita berdebat seperti ini terus, nanti Zico-hyung marah karena menunggu terlalu lama."

.
.
.

Jaehwan dan Daniel berjalan bersama menuju stasiun kereta. Mereka sudah janjian terlebih dahulu dengan Woojin dan Zico.

Tapi, setelah sampai di sana, hanya ada Zico. Pemuda pirang itu duduk di salah satu kursi tunggu stasiun.

"Hyung!" Jaehwan melambai-lambaikan tangannya ke arah Zico.

Zico yang merasa terpanggil menoleh, membalas lambaian tangan Jaehwan sambil tersenyum ganteng.

"Astaga, Zico-hyung kalau tersenyum semakin terlihat tampan," gumam Jaehwan pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Daniel.

"Aku juga tampan kok, Jaehwanie," aku Daniel menyunggingkan senyum.

"Astaga, Nielie, kamu suka sekali menguping."

CCWT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang