Tri

479 33 4
                                    

Setengah jam berlalu diisi upacara pembukaan MOPD yang dibina oleh kepala sekolah. Baru beberapa menit setelah beliau meninggalkan mimbar, para pengampu mos yang berasal dari kakak kelas berseragam putih abu-abu nan rapi dan beratribut lengkap itu berbaris di podium lapangan upacara. Salah satu dari mereka maju menaiki mimbar. Kemudian memberikan sedikit pidato dengan senyum yang tak jemu dia rekahkan. Membuatnya kelihatan bersinar dan ramah.

"Kayaknya kak Rendra bakal lengser jabatan deh, Fa. Hehehe," bisik Winda yang berdiri di samping Zifa. Dia menyenggol bahunya, menyuruh Zifa menengok Jihan yang ternyata tengah tersenyum-senyum sendiri dengan semburat gembira yang begitu memancar dari matanya. Mengamati kakak kelas yang tengah berceloteh di mimbar itu.

Zifa tergelak.

Tiba-tiba saja seseorang berdeham di belakangnya. Zifa dan Winda kontan menoleh. Seorang cowok berpakaian putih abu-abu telah berdiri tepat di tengah mereka. Dia mematung sejenak.

"Gimana, Dek, rasanya kalau ada orang bicara tapi nggak didengerin?" bisiknya. Wajahnya terus mengahadap ke depan. Kelihatan begitu serius. Berwibawa.

Beberapa anak sempat menoleh. Melihat ada kakak kelas, mereka langsung terperangah dan memalingkan wajah lagi ke depan.

Winda tertunduk segan. Sementara Zifa masih berani saja mendongak menatap wajahnya. Matanya menelusuri dada cowok tersebut, bermaksud membaca namanya pada bet. Namun tak terlihat jelas karena terlalu jauh dari jarak pandangnya.

"Pasti kesal, kan? Karena itu hargai orang yang lagi bicara di depan sana. Itu kalau kamu nggak mau gantiin dia ngomong."

"Terus kenapa Kakak malah ngajakin saya ngomong?" sahut Zifa.

Cowok itu melirik kesal ke arah Zifa. Lantas berlalu ke barisan depan. Zifa tersenyum penuh kemenangan.

Virgo sendiri berdiri di barisan paling depan, barisan yang menurutnya nyaman karena jauh dari kata berisik. Dia terus bergeming seperti patung. Wajahnya terlihat sangat cool. Meski dia tak punya teman untuk diajak bicara, tapi dia punya daya tarik tersendiri bagi anak-anak di sekitarnya. Mereka berulang kali bertanya pada Virgo, tentang apapun. Tapi Virgo hanya menjawabnya sepele dengan kata 'ya' dan 'tidak', atau lebih parah hanya mengangguk, menggeleng, dan berdeham.

Dari tadi juga anak-anak cewek di belakangnya berdesas-desus. Kata mereka, Virgo itu mirip cowok yang ada dalam brosur pendaftaran. Barangkali itu adalah kakaknya yang sudah lulus. Bahkan ada yang secara tidak sengaja mengecap kalau Virgo itu ganteng. Membuat Virgo terganggu, bukannya tersipu.

"Sekarang, kakak-kakak kalian akan mengelompokkan kalian ke beberapa gugus. Gugus awal dimulai dari penjuru kanan. Kalian boleh langsung maju berdiri di belakang kakak pengampu yang memanggil nama kalian. Maka kami mohon ketenangan dan ketertiban dari kalian. Dengarkan baik-baik agar kalian tidak salah memasuki sebuah kelompok. Jika nama kalian ada yang belum disebutkan, dimohon menemui saya setelah pembacaan nama selesai secepatnya. Saya harap sudah jelas. Sekian dan terimakasih, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab ratusan anak serempak. Cowok itu kemudian bergegas turun dari mimbar.

Beberapa kakak kelas yang membawa selembar kertas berderet memanjang. Mereka mulai mengeluarkan suara toa masing-masing memanggil nama anak secara bergantian dari gugus awal menuju akhir, sesuai abjad nama depan, dan tempo yang begitu cepat. Kakak-kakak kelas yang tidak membaca bertugas mengulangi nama anak yang tidak maju tepat waktu pada saat itu juga. Di saat seperti itu, mereka mulai kelihatan aslinya. Beberapa terlihat mulai agresif dan galak. Seolah bernafsu sekali membalaskan dendam masa MOPD mereka saat pertama masuk SMA.

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang