Oktakosa

643 22 2
                                    

Zifa sebenarnya merasa canggung berjalan sambil makan es krim begini. Di dekat Virgo yang masih pakai kostum drama pula. Pandangan setiap anak yang penuh ketakjuban mengiringi langkah mereka berdua. Rasanya aneh, padahal biasanya Zifa berjalan meloncat-loncat sambil melambaikan tangan ke sembarang orang pun, dia tak malu. Memang bukan malu sih, aneh saja. Perasaannya sungguh kikuk.

Lagi pula, bisa dibilang ini adalah pertama kalinya dia merasa Virgo hangat lagi padanya setelah sekian lama selalu bersikap dingin.

"Vir, lo enggak malu apa, pakai pakaian kek gitu? Kolot banget," ejeknya sambil melahap es krim, dengan muka yang seolah mrnganggap kalau pakaian Virgo itu jelek.

"Ngapain malu? Orang justru kayak pangeran gini, juga."

Kalimat itu langsung membuat Zifa menampar lengannya. "Ih, lo kok jadi ketular virus geernya Dab, sih. Hih!" Zifa bergidik risih.

"Bilang aja iya, Fa. Apa susahnya, sih?"

Zifa menelengkan kepala. Mendapati Virgo tersenyum pongah, Zifa mencubut pipinya gemas.

"Aw!"

"Nggak pakai kostum juga lo udah lebih ganteng dari Manu Rios kali, Vir!"

"Manu Rios?" Dahi Virgo berkerut.

"Mantan gue. Artis wattpad. Biasalah, lebih mengedepankan karir daripada pacar. Ditelantarin deh, gue!" ketusnya.

"Kasian …," ejek Virgo.

"Nggak pa-pa. Yang penting gue punya pacar dan sahabat yang lebih baik dari playboy kayak dia," ujar Zifa dengan gerak tangan yang menggelikan.

Virgo terkekeh pelan. "Andai aku ustadz ya, Fa?"

"Kenapa emang?"

"Biar bisa nge-ruqyah kamu supaya nggak ngelantur kejauhan."

Zifa meringis jengah.

Sayangnya bukan karena dia makan es krim sambil berjalan di koridor sekolah perasaan canggung itu semakin menguar. Bukan karena malu di sampingnya ada cowok cool tapi pakai pakaian aneh. Bukan juga karena tatapan kagum dari anak-anak itu.

Justru karena adanya Virgo di sampingnya. Karena Virgo, jantung Zifa berdentang-dentang. Karena Virgo, perasaan pelik hinggap dalam benaknya. Karena Virgo, dia merasa seolah-olah kalau bahagia ingin terus memihaknya tanpa akhir.

Karena dia ingat kalau Jihan mungkin benar mengenai Virgo yang ada rasa kepadanya.

"Tadi itu koreonya siapa yang buat? Bagus, deh. Gue iri tahu, lihat lo nari sama Chiara. Terus gue nyesel kenapa dulu nggak jadi masuk teater," curhatnya demi meredam kegugupan.

"Felma yang buat. Dia emang jago banget bikin gerakan semacam itu."

"Seneng, ya. Udah pinter, cantik, berbakat lagi. Gue bisa apa?"

Bisa narik hati aku.

"Ehem, tahu nggak sih, aku paling enggak suka ada orang yang ngerendahin dirinya sendiri. Karena secara enggak langsung, dia telah merendahkan orang yang ada di bawahnya dan menghina apa yang Tuhan kasih. Syukuri aja, Zifa. Pak Yakub kan sering bilang, orang yang selalu bersyukur itu akan ditambah nikmatnya sama Tuhan."

Zifa tersenyum. Hatinya selalu terasa tenang tiap kali diberi nasihat-nasihat oleh Virgo.

Terus, apakah kalau gue tetap bersyukur saat lo bakal berangkat ke Jepang dan ninggalin gue sendirian, Tuhan bakal balik semua itu?

"Lo kok bisa ikut drama, sih?"

"Kan aku udah bilang kalau mau kasih kejutan. Aku udah nepatin janji, kan? Jangan galau lagi, ya? Aku yang susah kalau kamu galauin terus."

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang