Sorak sorai penonton yang bersahutan, bergemuruh memenuhi gedung olah raga Anggrek Raya. Menyumbangkan sebentuk semangat pada mereka yang tengah berjuang memasukkan bola ke ranjang lawan.
"Tiga poin untuk SMANSA!"
Suara di balik speaker membuat para supporter SMA Kencana serentak mengusap-usap kepala, cemas. Pasalnya, pertahanan pemain SMANSA benar-benar sulit didobrak. Mereka masih ketinggalan empat belas skor dari SMANSA dengan poin 29-15.
Berbalik dengan suasana di tribun seberang yang begitu meriah. Pekikan girang begitu membahana. Semuanya semakin bersemangat bernyanyi dengan lantang, melantunkan anthem sekolah dengan gerakan-gerakan yang sangat antusias.
"Good job, Vir!" Gilang menepuk bahu Virgo. Bisa ditebak siapa yang barusan berhasil mencetak skor threepoint.
Virgo hanya mengangguk sambil tersenyum dan menyipitkan mata. Peluh sudah bertetesan di sekitar pelipis yang kini tak terhalang gagang kacamata itu. Mungkin pandangannya memang buram. Namun dengan warna seragam SMA Kencana yang berbeda dan kesungguhan Virgo dalam bermain, dia tetap dapat menyongsong pertahanan lawan.
Permainan masih berlanjut. Sementara itu, Dimas yang duduk bersama Zifa di tribun paling bawah hanya termenung. Tadinya dia disuruh Pak Ratno menjadi cadangan. Namun dia memilih untuk duduk di tribun bersama temannya yang lain. Tak peduli kalau ternyata masih ada keirian yang tersisa di benaknya.
"Fa, Bren kok ternyata ganteng banget ya, kalau lagi main basket? Rambutnya emang basah karena keringet sih, tapi itu maskulin banget, tau nggak?!" celetuk Zunisa yang duduk di belakang Zifa. Diikuti temannya yang heboh sendiri ketika Rendy berhasil meraih bola dari tangan lawan. Dari tadi cewek itulah yang paling keras mengelu-elukan nama Virgo di antara supporter cewek SMANSA.
Zifa nyengir menanggapi Zunisa.
"Bren! Ayo, Bren!" Bola sudah kembali ke tangan cowok itu. Namun Zifa tak begitu mengindahkannya. Dia lalu menyolek bahu Dimas yang matanya mulai kosong.
"Dim, kalem ajalah. Lo punya jatah lain, lagi!"
Bukannya ditanggapi dengan persetujuan, Dimas justru melebarkan matanya. Bersamaan dengan hal itu, hampir seluruh penonton perempuan menjerit tak beraturan. Teriakan girang beralih sumbang, menjadi jeritan keterkejutan. Ketika Zifa menoleh ke arah lapangan, bola sudah lepas dari tangan Virgo. Dan yang mengagetkan, cowok itu jatuh terguling di bawah ring di antara kaki anak lain. Spontan Virgo meringis kesakitan. Badannya yang telentang, diam, tak bergerak sedikit pun.
Pak Ratno, Gilang, dan yang lain segera mengerumuninya. Muka Virgo kelihatan syok dan pucat.
"Virgo, kamu kenapa?" tanya Pak Ratno yang khawatir melihat badan Virgo kelihatan kaku dan tegang seolah tak dapat bergerak sama sekali.
"Tangan Virgo kayaknya bengkak, Pak?" ujar Gilang.
"Iya, yang ini ya, Kak?" Ketika secara tak sengaja Rendy menyentuh lengan kanan Virgo, dia mengerang. Rendy langsung mengangkat kedua tangannya dengan wajah melongo seperti tertangkap polisi ketahuan mencuri.
Untuk sementara aula dikuasai keheningan. Diiringi anak-anak yang mulai menduga sebuah kemungkinan yang Virgo alami.
"Kasihan banget, si Virgo ...."
"Mungkin tulang Virgo retak?"
"Jangan-jangan tulangnya patah!"
Zifa tambah khawatir ketika seseorang berbisik demikian. Jantungnya berdegup cepat. Cemas membuat perutnya mulas tak keruan. Terlebih ketika beberapa petugas PMI berlarian ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Valensi [Selesai]
Teen Fictionva·len·si /valénsi/ Kim : bilangan yg menyatakan kesanggupan bersenyawa suatu unsur dng unsur lain @@@ Punya teman dingin seperti Virgo adalah tantangan tersendiri bagi Zifa. Punya teman bengal seperti Zifa adalah mimpi buruk bagi Virgo. Disuruhnya...