Nonadeka

262 18 0
                                    

Rengutan samar masih terlukis di wajahnya ketika berjalan melewati koridor bersama sahabat konyolnya. Lama-lama, mendengar Difta membual tanpa arah, kerutan di dahinya berangsur kentara.

"Lagian ngapain sih, lo pake ganti baju di toilet segala? Lo malu?"

Virgo masih diam. Enggan menghiraukannya. Dia hanya tersenyum tipis ketika satu persatu anak yang berpapasan menyapa. Rasa malu yang tadi sempat singgah beberapa menit, takut dicemooh karena kejadian memalukan itu, kini melayang jauh. Beruntung anak-anak lain belum keluar dari kelas saat dia masih dalam balutan celana pantai. Tapi tetap saja kekesalan masih begitu membandel, mengingat Tasya memotretnya dengan celana bokser itu saat Difta memancing langkahnya ke hadapan geng pemandu sorak tersebut. Tentu mereka langsung menghujani Virgo dengan bully-an. Duh, Virgo jadi khawatir aibnya akan tersebar melalui media sosial cewek centil tersebut.

"Iya?" tanya Difta melanjutkan cerocosannya. "Malu kenapa, sih? Lo panuan? Eh, masak anak pak dokter panuan? Mustahil ya?"

"Virgo …," sapa beberapa anak yang tengah duduk-duduk di depan kelas. Pamornya sebagai cowok cool tak pernah sedikit pun mengalami dinamika. Wajahnya selalu menarik, walau sedatar dan sedingin apa terpampang di depan mereka.

"Ah, curang! Masak Bren mulu yang disapa? Ini nama gue baca! Kalo nggak kenal, kenalan dulu!" Difta berdiri sebentar di depan mereka. Menarik name tagnya dan memperlihatkan pada cewek-cewek itu. Sayangnya yang dia dapat justru sorakan penghinaan.

"Kenapa? Oh gue tahu! Rambut lo ketekan ya—eh, kok rambut ketekan? Ram—eh, kok gue jadi latah gini, sih?" Difta mengibaskan tangan di depan juluran lidah. "Ketek lo banyak rambutnya ya, Bren?"

Virgo berdesis tajam. Difta bisa diam nggak, sih? Enggak tahu orang lagi kesal saja!

Namun tampaknya Difta tak menggubris desisan itu. Dia masih melanjutkan perkataannya. "Tenang aja, lagi. Lo tahu? Ketek Ilham juga item banget ketutupan rambut! Tapi lo diem aja, ya? Bukan soal gue bakal kena tabok gegara nomongin aibya. Tapi, entar citranya jadi ketua OSIS anjlok, kan payah."

Virgo ternyata harus kembali melewati anak-anak hits itu lagi. Dia mulai menampangkan raut defensif ketika perlahan langkahnya memperdekat jarak ke arah mereka.

"Eh, Bren lagi …."

"Wah, sayangnya Bren udah ganti celana. Padahal kan gue mau ikut nyebur."

"Nyebur ke mana? Selokan?"

"Ya nyebur di Jati Bunder, lah!"

Spontan anak-anak itu tertawa terbahak-bahak. Kecuali tiga cewek yang merupakan Zifa, Felma, dan tentu saja Tasya yang selalu membela Virgo.

"Hahaha, bau dong?" ujar Cintya.

"Diving sama yang kuning-kuning."

"Masih mending! Surfing dong, bareng roti Jepang bersayap!" guaru si cowok berwajah kotak lengkap dengan mengepakkan telapak tangan. Persis banci.

"Huahaha, parah, parah …."

"Ih, kalian tuh jangan bully pujaan hati gue, doong …," sanggah Tasya dengan bibir monyong.

Difta ikut merasa sensi mendengar mereka berbicara seperti itu pada sahabatnya. "Nggak usah dengerin mulut tuh cowok, Bren. Tampang buaya gitu mah, mulutnya bau rawa semua!"

Virgo mendengus sebal. Meski Zifa tak ikut membully-nya, namun cewek itu tetap memancing emosi. Pasalnya mata coklat itu hanya menatapnya dalam diam, lagi. Tidak membelanya.

"Kalau kamu tanya kenapa lagi, maka itu jawaban aku ganti baju ke toilet, Dif."

"Ha? Apa? Lo mau nguntit si Tasya?"

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang