Hepta

325 25 0
                                    

Bel pulang tak juga menguapkan geram dan resah dalam benak Virgo. Dia mengepaki buku-bukunya secara sembarang. Pikirannya masih saja berkecamuk dengan rasa kesal. Kenapa? Karena kelompok SBK yang dibentuk oleh gurunya terdiri dari dua anak yang diurutkan dengan nomor absen. Tentu penyebabnya bisa ditebak. Yup! Virgo satu kelompok dengan Dimas. Dan yang lebih mengesalkan lagi, besok dia harus ke rumah Dimas untuk mengerjakan tugas membuat poster.

"Vir! Virgo!" Galih yang tadi keluar membawakan buku-buku ke ruang guru (ngomong-ngomong dia sudah terpilih menjadi ketua kelas) masuk dengan lari kecil.

"Ikut jadi pengurus OSIS, yuk!" ajaknya penuh semangat.

Virgo bergeming. Sementara Galih dengan semangat '45 nya tengah menunggu jawaban dari cowok berkacamata itu.

"Enggak, Lih. Maaf."

"Ilham ikut juga, lhoh!"

Virgo tersenyum sambil menggeleng. Sudut bibir Galih yang tadinya terangkat langsung turun.

"Maaf, Lih."

"Iya, deh. Nggak pa-pa. Kalau gitu sampai ketemu besok Senin, ya! Gue duluan!" Galih langsung berlalu dari hadapan Virgo begitu cepat.

Sementara Virgo masih duduk di kursinya. Dia baru ingat. Hari Sabtu ini seluruh ekstrakurikuler yang ada di sekolah mengadakan pendaftaran.

Yah, daripada memikirkan Dimas, lebih baik dia memikirkan mau masuk ekstra apa sekarang.

Dari dulu Virgo selalu melewatkan program ekstrakurikuler sekolah. Tak lain adalah karena Devina yang selalu mengedepankan bimbel daripada ekskul. Untunglah pembelaan dari Rendra kemarin membuat Devina memperbolehkan Virgo ikut salah satu ekskul di sekolah.

Sebenarnya Virgo tergiur dengan tawaran Rendra untuk mengikuti SMANSA Charity. Tapi dia juga tergiur dengan pilihan lain yang telah didambakannya bahkan sejak SD. Hal yang sering dilakukannya diam-diam setelah kedua orangtuanya pindah ke Jakarta.

"Kau tidak mau ikut satupun eskul kah, Vir?"

Virgo mendongak dan mendapati seorang cowok berambut keriting tengah berdiri dengan tas menggantung di satu bahu. Wajahnya lonjong, berhidung mancung, dan berkulit hitam. Jose namanya. Cowok asli Papua.

"Masih bingung," katanya ragu-ragu.

"Tinggi kau oke, to. Bagaimana kalau basket?" Logat timurnya masih sangat mendominasi sekali pun dia telah tinggal di Jakarta beberapa tahun lamanya.

Kupu-kupu terasa beterbangan dalam perut Virgo. Itu dia! Itu dia yang Virgo inginkan!

"Aku juga mau daftar. Kita bareng aja, bagaimana? Itu kalau kau mau," katanya sambil mengedikkan bahu.

Virgo tersenyum riang. Ketika hendak bangkit dari kursi, seseorang menggebrak mejanya.

"Virgo!!"

Yang dipanggil hanya memutar bola mata. Lantas melewati Zifa begitu saja.

"Jangan ninggalin gue gitu, dong! Pulang, kan?" tanya Zifa sambil berjalan miring menyelip di antara Virgo dan Jose.

"Kamu nggak ikut eskul?"

"Ikut. Cuma eskul yang gue pengin itu daftarnya kelas dua, ternyata!"

Virgo berdeham tak peduli.

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang