Lagi-lagi hari ini menjadi hari tersibuk bagi Virgo. Dia harus mengerjakan banyak sekali tugas dan beberapa ulangan yang selama hampir sebulan tertinggal oleh karena lengannya belum sembuh total. Padahal hari ini harusnya menjadi hari tenang memasuki UAS, di mana seluruh murid diwajibkan mengikuti kebersihan agar kelas-kelas menjadi lebih bersih dan nyaman ketika ditempati. Beruntung Zifa bersedia membantu Virgo menuliskan tugasnya, bahkan rela menyisihkan waktunya mengerjakan remedial hanya demi cowok berkacamata itu. Sampai detik ini, sore di mana anak-anak lain sudah pulang.
Zifa tersenyum senang ringkasan yang dia kerjakan untuk Virgo akhirnya selesai. Sekarang waktunya Zifa mengerjakan remedial matematika, yang hanya melihat garis kotak-kotak dalam bukunya saja sudah cukup membuat Zifa pusing. Dia harus minta bantuan Virgo kalau mau nilai perbaikannya sempurna.
"Ini ringkesan lo udah selesai." Zifa meletakkan buku Virgo di meja. Sementara Virgo tengah menulis di meja guru. Menulis dengan rajin di tengah keadaan meja yang kacau sambil membuka-buka buku dan sesekali mengernyit bingung. Cowok itu sepertinya tak sadar kalau Zifa sedang bicara, saking fokusnya dia dalam menggarap pekerjaannya.
"Vir, bantuin gue ngerjain remed matematika, dong!" suruhnya dengan senyum lebar, seolah-olah Virgo sungguh akan melayani permintaannya dengan senang hati tanpa rutukan.
Namun Virgo masih terus menulis dalam bukunya. Tak mengindahkan Zifa.
"Vir?" Zifa menatap cowok berkacamata itu lekat-lekat. Memudarkan senyum.
" ...."
Zifa menarik napas meredakan emosi yang tadi sempat menyembul mengetahui Virgo tak mengacuhkannya. Lalu berteriak, "VIRGOOO!!"
"Ck, berisik, kamu! Bisa diam, enggak?! Aku masih banyak tugas, Bodoh!" bentaknya tanpa melepas pandang dari buku di hadapannya. Dahinya berkerut-kerut dengan alis tajam menaut.
Zifa tersentak. Lalu terdiam. Tumben hatinya merasa tersentil oleh bentakan Virgo. Apa karena PMS? Zifa rasa tidak. Dia baru dapat jatah seminggu lalu. Lantas, kenapa setelah sekian lama Virgo telah memarahinya berkali-kali, baru sekarang hatinya merasa sakit?
Atau mungkin ... hati Zifa lelah? Ya ..., dia lelah berbuat baik pada Virgo tetapi tak pernah dibalas dengan kebaikan. Bukannya Zifa pamrih. Tapi, siapa yang tidak lelah berbuat baik pada orang yang tak pernah mau sadar dan berubah? Dia sudah melakukan berbagai cara menaklukan dinginnya sifat Virgo. Dia sudah menempuh berbagai jalan demi menembus sifat tertutup yang Virgo miliki. Dia rela mengulurkan tangan untuk membantu Virgo, hal yang selalu cowok itu tolak kalau saja bukan karena egonya yang membumbung ke angkasa. Dia sudah bersedia menjadi teman yang tahan banting menghadapi sikap Virgo, yang barang tentu akan membuat siapapun justru menjauhi cowok itu.
Lantas, apakah bentakan yang pantas Zifa terima? Apakah hanya karena Zifa bodoh, lantas Virgo yang cerdas boleh memperlakukannya semena-mena?
Zifa menghela napas. Perasaan sedih bercampur marah terasa menghimpit dadanya. Sesak. Rasanya Zifa ingin menangis. Tapi dia tak ingin menumpahkannya di hadapan Virgo. Tak ingin membuat Virgo terusik. Biarlah cowok itu tetap tenang tanpa Zifa harus memberitahu, kalau dirinya tak terima dengan perlakuan buruk itu.
Karena semua ini hanya membutuhkan satu hal; kesadaran Virgo.
"Kalau gitu," Zifa menelan ludah untuk melumasi tenggorokannya yang tercekat. "Gue pulang dulu, ya?" pamitnya setengah bergetar.
Virgo masih saja diam seakan tak mau peduli dengan Zifa. Dia bahkan tidak mengatakan terimakasih atau hati-hati pada cewek yang telah banyak membantunya itu.
"Huh," Virgo mengempaskan napas lega. Seluruh pekerjaannya telah selesai. Virgo menarik-ulur tangannya, melepas pegal. Sejak tangannya retak, dia jadi gampang sekali mengeluh tangannya mudah lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Valensi [Selesai]
Teen Fictionva·len·si /valénsi/ Kim : bilangan yg menyatakan kesanggupan bersenyawa suatu unsur dng unsur lain @@@ Punya teman dingin seperti Virgo adalah tantangan tersendiri bagi Zifa. Punya teman bengal seperti Zifa adalah mimpi buruk bagi Virgo. Disuruhnya...