Tetrakosa

245 17 0
                                    

Tiba-tiba sekali Virgo berdiri di depannya. Memberikan sebuah amplop warna merah muda dengan tanda cinta di ujung penutupnya, ketika Zifa tengah berteduh di bawah pohon beringin di halaman gedung serba guna, usai olah raga. Spontan teman-temannya langsung berkicau menggoda.

"Ciye, Zifa …."

"Awas aja nih, ya, gue bilangin Dika!"

"Mentang-mentang pacarnya sibuk UN, Zifa jalan di belakang seenaknya."

Virgo masih tetap diam, tak mengindahkan mulut teman-teman Zifa yang bicara seenaknya. Mungkin mereka cemburu kenapa hanya pada Zifa, dirinya menumpahkan seluruh perhatiannya.

"Apaan sih, kalian?" Seketika perasaan yang membuatnya salah tingkah menyembul dalam diri.

Sayang sekali ketika dia menerimanya, perkataan Virgo serentak mematahkan hati.

"Surat dari Dimas."

Cewek-cewek di sekitar Zifa sontak terbahak mendengarnya.

Sesegera mungkin Zifa memperbaiki wajahnya yang hendak merosot dari tempat. "Oh–eh …, thanks. Oh iya, Dimas sekarang tinggal di mana?"

Air muka cowok itu terlalu rata. Membuat Zifa sulit membaca ekspresinya.

"Di situ ada. Baca aja," jawabnya singkat  dengan wajah super flat. Ingin rasanya Zifa meremasnya wajah Virgo yang seperti itu. Sayang, sepertinya keinginan itu tak akan terealisasikan melihat Virgo berlalu dari hadapan Zifa. Tanpa memberi pamit atau senyum tipis sekali pun.

"AAAARRGHH!!"

Erangan yang menggema ke tiap sudut ruang ekskul Jurnalistik itu menarik dua pasang mata cewek yang sedang mengerjakan masing-masing tugas di mejanya. Mereka berpandangan sejenak, lalu menatapi sahabat mereka yang duduk membelakangi arah sambil mencengkram dua ikatan rambutnya, menariknya ke bawah. Cewek itu kelihatan stres sejak setelah jam olah raga.

"Lo kenapa sih, Fa? Ngerang mulu kayak singa," tanya Winda yang tengah sibuk menata tumpukan kertas.

"Gue kesel, Win. Kesel banget tau, nggak?"

"Kenapa kesel? Lo kan baru selesai minggu kemarin?" Jihan menaikkan salah satu alis.

"Mikirin Virgo."

Jihan dan Winda sama-sama melongo. Ada apa dengan Zifa sampai melamunkan Virgo.

"Emang kenapa sama Virgo?" Jihan mendekat dan duduk di samping Zifa. Diam-diam Jihan menyimpan rasa ingun tahu yang begitu besar pada cowok itu. Meski pun dibanding cewek lain, Jihan selalu tampak jadi anak yang paling cuek soal Virgo.

"Jangan-jangan yang tadi pagi itu, ya, Fa?"

"Iiih, bukan soal suratnya, Winda!" geramnya dengan muka dikerut-kerutkan.

Jihan memandangi kedua temannya secara bergiliran. "Surat apaan?" Dia tidak sekelas dengan Zifa dan Winda, jadi sudah pasti dia tidak mengerti.

"Jadi gini, Han—"

"Udah ah, gue nggak mau nginget lagi!" potong Zufa cepat. Dia memijat pelipisnya keras-keras.

"Kalau gitu, mumpung tinggal kita bertiga yang ada di sini, lo cerita deh kenapa," ujar Jihan dengan nada yang begitu menenangkan.

"Nih, ya. Gimana gue nggak sebel, coba? Virgo tiba-tiba dingin lagi sama gue. Dia enggak memperlakukan gue kayak biasanya lagi gitu, lhoh. Kalian tahu dong betapa deketnya kita dulu. Dia tuh udah kek penggantinya Dimas buat gue. Gue kan bingung nyikapinnya gimana. Gue juga nggak tau salah gue di mana sampai dia gitu lagi sama gue!" omelnya cepat tanpa spasi.

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang