Nona

299 26 0
                                    

Berulang kali Virgo melirik Rendra yang duduk di sampingnya. Mereka tengah sama-sama berkonsentrasi pada masing-masing tugas sekolah di atas meja belajar. Dia bingung apakah dia harus bilang kalau ada orang yang juga menyukai Zifa atau tidak. Pasalnya Virgo juga belum yakin apakah ekspresi bahagia pada wajah Dika tadi pagi mengindikasikan bahwa dia suka dengan Zifa atau tidak.

"Kak?"

"Hm?" Rendra tak benar-benar memperhatikan Virgo. Dia terus menarikan jemarinya di atas keyboard laptop.

"Zifa ...."

Sepertinya cewek itu tetaplah lebih penting dari tugasnya. Buktinya, Rendra langsung berhenti dan menyempatkan waktu untuk memandang adiknya yang menatapnya tanpa ekspresi itu. "Kenapa?" tanyanya seraya menyuguhkan senyum.

"Zifa-" Lidah Virgo terasa kelu tiba-tiba. Kata yang hendak dia katakan tertahan dalam tenggorokan. Apa dia yakin akan mengatakannya?

"Zifa ...."

Rendra sudah tak sabar lagi menunggu Virgo.

"Zifa nggak ikut eskul ap-," katanya terhenti melihat kelopak mata Rendra yang turun karena sebal. Virgo jadi geram pada dirinya sendiri. Bodoh!

"Lo udah bilang itu ke gue kemarin, Igo," tukas Rendra.

Tok ... tok ... tok ....

Kedua cowok itu sama-sama menoleh ke sumber suara ketukan itu. Ketukan pada pintu kaca. Mereka dibuat terkejut dengan keberadaan sesosok perempuan berambut panjang tergerai dengan baju putih, tengah mengintip sambil menyeringai. Mereka kontan berpandangan dengan membeliak. Rasa takut mulai menjalar.

"Vir, perasaan gue nggak enak. Sumpah!"

Virgo langsung merinding mengetahui pikiran Rendra ternyata sama dengannya.

"Lo cek lagi, Vir. Gue nggak sanggup," kata Rendra dengan jantung berdegup cemas.

Virgo meneguk ludah. Bagaimana kalau yang ada di luar itu memang apa yang ada di pikirannya dan Rendra?

Tok tok tok.

Pundak mereka sama-sama tersentak kaget mendengar ketukan cepat itu. Seluruh bulu kuduk mereka meremang.

"Vir ...," Rendra mulai kelihatan pucat. Dia tampak lemas. Dan itu membuat perasaan Virgo tak enak. Bukan karena apa yang ada di luar, melainkan keadaan Rendra yang gawat darurat.

Dia pun mencoba meyakinkan diri untuk melihat sosok putih berambut panjang itu. Dia memutar kepalanya perlahan-lahan dengan mata memicing. Ketika melebarkan mata perlahan-lahan, wajahnya kembali datar. Untungnya langit masih kelihatan sedikit membiru dan Virgo sadar pemikirannya salah. Kalau tidak, entahlah apakah partisi kaca itu masih tetap utuh atau tidak. Sosok itu melambai-lambai sambil berkomat-kamit.

Ya ampun, itu anak!

Rendra menyenggol lutut Virgo meminta penjelasan tanpa sedikit pun berani melirik ke luar.

Virgo menunjuk dengan dagu.

Melihat gestur Virgo membuat Rendra yakin untuk menolehkan kepalanya dengan santai. Seketika degupan cemas jantungnya berganti degupan senang. Sosok itu ternyata Zifa! Dia segera melompat dari kursi membukakan pintu.

"Tumben kamu ke sini?" Rendra tersenyum menyambut kedatangan Zifa.

"Iya, Kak. Mau minta bantuan Virgo buat ngerjain tugas," ujarnya dengan wajah ceria.

Rendra ber-oh panjang. Dia mengatur napasnya yang terlalu cepat karena girang. Oh Tuhan, tadi dia bicara dengan Zifa!

Cewek itu tak langsung menghampiri Virgo yang tengah menatapinya datar. Dia menyapukan pandangan ke seluruh ruangan bercat blaster kuning dan oranye itu.

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang