Pentadeka

253 17 0
                                    

Senyum polos terulas di bibir tiap anak yang duduk di bangku-bangku kecil. Bahkan ada yang dengan percaya diri, meringis menampakkan gigi ompongnya. Menyambut kedatangan seseorang dengan wajah sumringah, seolah kedatangan hadiah—hal yang tak pernah mereka dapat.

Cowok itu berdiri tepat di depan papan tulis. Sekali pun yang di hadapannya hanyalah sekumpulan anak-anak kecil, tapi entah mengapa grogi tetap menjalar di benaknya. Dia tersenyum malu.

"Ehem," Difta yang tadi menggiring cowok itu masuk sekarang ikut berdiri di depan. Dia membenarkan dasi yang membelit lehernya.

"Nah, Adik-adik, Ka—"

"Ih, seneng, deh …," cetus seorang anak berumur tujuh tahunan. Memutus kalimat Difta.

"Ya? Seneng kenapa, Hanifa?" tanya Nabila dengan lembut, cewek berambut pendek mengombak yang bersandar di dinding belakang. Dia adalah anak IPS yang ikut SMANSA Charity.

"Ada kakak ganteng!" serunya sambil meringis dan menyembunyikan kedua belah pipi dengan telapak tangan.

Anak laki-laki yang bergerombol di sebelah anak gadis itu langsung bersorak menggoda ala anak SD. Tahu di kata, tak tahu artinya.

"Oh, terimakasih, Hanifa Can—" Difta gagal berlagak dengan gaya sok-nya begitu gadis kecil itu meralat dengan cara bicaranya yang galak.

"Bukan buat Kak Difta, tahu! Buat kakak kacamata!"

Semua orang di sana langsung tergelak. Tanpa terkecuali cowok yang Hanifa maksudkan.

Semenjak dia lebih akrab dengan Zifa, tawa bukan lagi hal langka yang keluar dari mulutnya. Meski demikian, sifat dinginnya tetap masih melekat, terlebih ketika berhadapan dengan orang lain yang tak diakrabinya.

Difta merengut. Dia yang merajuk lantas mengangkat tangan untuk menghentikan gelak tawa yang memenuhi ruangan.

"Oke, kakak ganteng yang Hanifa maksud ini, namanya Kak-Vir-go."

Virgo melambaikan tangan seraya tersenyum hangat. "Salam kenal, Adik-adik!" Perasaan gembira tengah menyeruak dalam dadanya. Senang melihat mata-mata muda dan lugu yang haus harapan itu cerah seolah tersinari. Virgo yakin dia tidak salah memilih divisi pengajar dalam keanggotaan SMANSA Charity.

Bisa dikatakan, Virgo dapat ijazah kesabaran setelah mengajari Zifa selama semester genap kelas satu. Kelas dua ini mereka tak lagi berada dalam satu kelas. Namun setidaknya nilai-nilai Zifa mengalami perubahan baik. Karena itulah cewek itu menyuruh Difta agar mengajak Virgo bergabung dalam SC.

"Kak Virgo bakal ngajar apa, Kak?" tanya Hanifa dengan semangat. Seketika anak itu membuat Virgo teringat akan Zifa saat MOS hari pertama. Pasti waktu kecil Zifa juga sudah sepede Hanifa.

"Kakak bakal ngajar hitung-menghitung."

"Oh, Kakak adiknya Kak Rendra, ya?" terka seorang anak laki-laki yang duduk di pojok belakang.

"Iya, kok tahu?"

"Soalnya dia nggak naik kelas dua kali, Kak!" sahut anak laki-laki lain sambil menunjuk yang bertanya. Membuat gerombolan itu tertawa mengejek. Anak laki-laki yang dipojokkan itu langsung mencubit anak yang telah menjatuhkan harga dirinya tersebut.

"Bimo, Kak Sasa sering ngajarin apa, hayo?" Sasa yang bertugas mengajar pendidikan moral segera melerai.

"Nge-bully temen sendiri itu enggak boleh, Kak!" jawab anak perempuan di belakang Hanifa.

"Betul kata Tia. Kalian semua itu teman. Nggak boleh ejek-ejekan. Yang penting kita semua di sini sama-sama belajar, bukan ngurus naik kelas atau enggak."

Valensi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang