Zifa celingukan di ambang pintu perpustakaan. Dilihatnya Bu Sujati yang kini sedang menatapnya dengan ekspresi datar. Penjaga perpustakaan itu pernah dibuat jengkel oleh Zifa gara-gara sering mengoceh tak henti-henti dengan suara keras di dalam ruangan. Tentu ketika dia masih sering belajar bersama Virgo.
Cewek ini tersenyum menyeringai. Mencoba mengusir rasa angkuh dan malu dalam dirinya untuk bersikap konyol. Ya, rasanya lama Zifa tidak pakai tampang-tampang seperti ini lagi.
Dia kemudian melangkah menyusuri rak-rak. Sampai kemudian menemukan Virgo yang tengah duduk sendiri di meja pojok. Cowok itu sedang membuka-buka buku, sesekali mencatat sesuatu ke dalam buku tulisnya.
"Hei," sapa Zifa ragu-ragu. Dia mendaratkan pantat di samping Virgo.
Virgo menoleh dengan tatapan datar, tak menyembulkan semangat sedikit pun melihat akhirnya Zifa memanggilnya, setelah sekian lama hubungan mereka tersendat. Atau bisa jadi, Virgo hanya tidak mau terlalu menaruh harapan terlalu besar bahwa Zifa akan kembali seperti dulu
"Lo masih marah, ya, sama gue?"
Hening menyergap sementara waktu. Virg rasanya susah mencerna apa maksud Zifa sampai mengira dirinya marah. "Marah?"
"Gue tau kelakuan gue kemarin-kemarin itu nggak ada baiknya sama sekali. Maafin gue, Vir."
Virgo terpaku menatap Zifa. Wajah cewek itu benar-benar menyuratkan rasa salah dan penyesalan. Permintaan maafnya terdengar sangat tulus di telinga Virgo.
"Diterima." Virgo mengangguk-angguk. Tangannya kembali membuka buku di meja. Sebenarnya Virgo merasa sangat canggung berada di dekat Zifa seperti ini. Lama mereka tak berbicara sedekat ini. Rasanya jadi seolah baru pertama saling kenal.
Zifa menggeram dalam hati. Bingung mau bilang apalagi. Ada begitu banyak hal yang ingin dia sampaikan pada Virgo. Tapi dia sadar ini belum jadi waktu yang tepat.
"Emm, gue ganggu, ya? Sori, gue cab—"
"Tunggu!"
Semua mata langsung tertuju pada Virgo. Namun secara otomatis Zifa justru melirik ke arah meja resepsionis di mana Bu Sujati berada. Takut diusir dari ruangan.
"Apa, Vir?" tanyanya dengan mata was-was.
"Duduk dulu."
Zifa sekarang busa duduk lagi di sebelah Virgo dengan rileks. Untung saja wanita itu tak mendengar suara Virgo.
"Aku nggak bermaksud nguping. Tapi aku denger semuanya malam itu. Waktu kamu dimarahin Kak Bagas."
Zifa tercengang mengetahuinya. Virgo mendengar semuanya?
"Terus gimana? Maksud aku—kamu udah ada uang buat ngembaliin ke temen kamu?"
Mata Zifa terkunci melihat wajah Virgo. Mata selegam rambutnya di balik kacamata memancarkan perhatian yang sangat dalam. Pandangannya turun sementara bibirnya mulai membeberkan sebuah cerita.
Kepala Zifa terasa berat memikirkan tugas sekolah. Ingin rasanya ke rumah Virgo meminta bantuan. Dia terlalu malu mau minta bantuan kakaknya sendiri. Tanpa menyelesaikan tugas, dia mengambil toples berisi lembaran uang di sebelah lampu belajar. Menghitung sudah berapa banyak uangnya terkumpul. Zifa melenguh. Bahkan tabungannya belum cukup menutup seperempat uang yang dia pinjam.
Tiba-tiba Bagas masuk. Mukanya kelihatan sayu seperti kurang tidur. Tanpa diduga tangannya meletakkan lembaran uang ratusan ribu di atas meja belajar Zifa. Zifa yang melihatnya tak bisa menahan syok. Mata maupun mulutnya ternganga lebar.
"Ini. Cepet kembaliin ke temen. Kasian temennya kalo sampai segan mau nagih."
"Abang dapat uang darimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Valensi [Selesai]
Teen Fictionva·len·si /valénsi/ Kim : bilangan yg menyatakan kesanggupan bersenyawa suatu unsur dng unsur lain @@@ Punya teman dingin seperti Virgo adalah tantangan tersendiri bagi Zifa. Punya teman bengal seperti Zifa adalah mimpi buruk bagi Virgo. Disuruhnya...