Bonus

421 77 3
                                    

Siang yang cerah kali ini dihabiskan oleh Sehun dengan bersantai di kamar Wendy, tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Sembari menunggu Wendy yang masih di kamar mandi bawah, Sehun hanya duduk bersandar dengan kasur kecil Wendy sambil mengotak-atik ponselnya.

"Sehun?"

Sehun mengangkat kepalanya. Menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka dan menemukan Wendy dengan hoodie kuning sedikit kebesaran dan celana selutut. Handuk putih tergantung di lehernya.

Sehun tersenyum, lalu menepuk sisi di sebelahnya.

Wendy berjalan cepat lalu berlutut di depan Sehun. Wajahnya terkejut, benar-benar terkejut. "Kamu... kenapa bisa masuk?" tanyanya tidak percaya.

Tangan Sehun tergerak untuk mengacak rambut Wendy yang masih setengah basah. "Bisa-lah. Mama kamu yang bukain pintu tadi."

"Ish! Bukan gituㅡ ah, udahlah."

Wendy berdecih pelan, kemudian berdiri. Berjalan menuju meja rias, duduk di kursinya, dan mulai mengeringkan rambutnya.

"Kacamata kamu di mana?"

Wendy berhenti, lalu mengambil kacamata bulatnya di atas meja dan menunjukkan pada Sehun. "Kenapa?"

"Kenapa gak pernah pakai lagi di sekolah?"

Wendy meletakkan kembali kacamatanya di atas meja dengan sedikit kaku. Kepalanya menunduk dengan raut muka murung. "Gak pa-pa."

Sehun tersenyum tipis, kemudian beranjak untuk berdiri menghampiri Wendy yang menunduk.

Sehun berlutut, tepat di samping Wendy. "Jawaban kamu kayak mengatakan kalau kamu sebenarnya ada apa-apa," ujar Sehun sambil menyembunyikan rambut setengah basah Wendy di belakang telinga.

Wendy menoleh pelan. "Kamu nggak bakal ngerti, Sehun."

"Aku akan berusaha," Sehun tersenyum lembut. "Ceritain sama aku."

Wendy diam untuk beberapa saat. Merasa tidak yakin untuk menceritakan semua pikiran yang ada di kepalanya saat ini.

"Tapi... jangan marah, ya?"

Sehun mengangguk pelan dua kali.

Dengan satu tarikan napas panjang, Wendy mulai menceritakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. "Aku malu. Aku malu kalau harus jalan berdua sama kamu. Kamu tau 'kan, aku ini orang kayak apa? Sama sekali nggak bergaya dan culun banget dibandingin sama cewek-cewek sekarang. Aku 'kan, harusnya bisa mengubah beberapa penampilan biar layak jalan sama kamu."

"Lagi, aku juga gak mau orang-orang bilang yang jelek-jelek, baik itu tentang kamu atau aku. Aku nggak suka kalau ada yang bilang gini, "Halah, paling si cowok cuma mau ngambil harta si cewek." Atau gini, "Si cewek pasti maen dukun." Nah, aku nggak mau kata-kata itu keluar dari mulut orang-orang."

Sehun mengulas senyum. Mendengarkan setiap untaian kata yang dikeluarkan oleh Wendy barusan. Hatinya menghangat, tapi menahan marah dalam waktu yang sama.

"Sudah curhatnya?"

Wendy memanyunkan bibirnya sebal. "Kok kamu malah bilang curhat, sih?!"

Sehun membalasnya dengan kekehan singkat. "Ya, abis, mirip curhat sih," Dia menghela napas pelan. "Gini, dengerin aku, ya. Gak peduli apapun omongan lain, kamu cukup jadi diri kamu sendiri aja. Jangan merubah sedikit pun yang udah menjadi identitas diri kamu, selagi itu nggak mengganggu orang lain. Aku suka kamu yang berkacamata kok. Asal kamu tau, kalau jalan sama kamu, aku merasa kayak lagi jalan sama orang pinter. Jadi, ngapain aku harus malu?"

Sehun tertawa sekilas.

"Hidup memang begini, pacarku. Kita yang jalani, orang lain yang berkomentar. Kita nggak perlu melakukan yang mereka mau, karena pada dasarnya kita itu kita, diri kita sendiri. Kalau semua orang dengerin komentar-komentar jahat kayak gitu, gak ada lagi yang namanya spesial, karena semuanya udah sama; gak ada juga yang namanya unik, karena semuanya udah biasa-biasa aja," jelas Sehun panjang lebar. "Ngerti sekarang?"

Wendy menahan senyumnya sendiri mendengar celotehan panjang dari Sehun. Perasaan senang langsung menyelimuti dirinya. Akhirnya, dia bisa bebas memakai kacamata kesayangannya lagi. Jujur, memakai softlens membuat matanya sedikit sakit akhir-akhir ini.

"Oke, aku bakal balik pakai kacamata lagi."

Sehun mencubit gemas hidung Wendy. "Bagus kalau gitu," pujinya. "Uhm, kamu udah selesai keringin rambut?"

Yang ditanya meraba rambutnya sendiri. Sudah lumayan kering karena tidak ada lagi tetesan air yang turun. Wendy mengangguk bingung. "Udah, kenapa?"

"Mau baringan, tapi bantalnya paha kamu." Sehun memasang wajah memelasnya, dibalas dengan kekehan ringan dari Wendy.

Siapa yang bisa menolak pesona Sehun?

"Sini."

•●•

Huhuhummm so soft
Quotes dari bang Gilang di chapter ini :


Bagian yang paling bikin aku brhrap ketemu sama cowok gini nantinya:")





Baca ini dong

Baca aja dulu, syapa tau suka eheheAto langsung cek profil aku aja~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baca aja dulu, syapa tau suka ehehe
Ato langsung cek profil aku aja~~

Byebye muach:*

Kelas Bahasa IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang