Bab 6 - Sakit?

343 39 35
                                    

Sudah hampir dua jam Grae berada di dalam ruang operasi. Kathryn, Daniel, dan Brace menunggu di kamar rawat Grae. Kathryn sedang berdoa untuk kesembuhan adiknya, Brace sedang tertidur, dan Daniel sedang memainkan ponselnya. Bisa ditebak, kalau Daniel sedang mengontrol pekerjaanya di kantor.

Ponsel berbunyi nyaring. Terdengar lagu Best Song Ever milik One Direction. Ponsel siapa lagi kalau bukan Brace. Brace masih tertidur, meski ponselnya terdengar keras. Daniel melihat siapa yang menghubungi Brace siang-siang begini?

Andree?

Daniel menggeser tombol hijau di layar ponsel Brace dan membawa ponsel tersebut ke telinga kananya. Terdengar suara keras dari sebrang sana.

"Hallo, Brace? Bagaimana? Kau suka topi yang kuberikan? Ingat! Itu bukan berarti aku ingin berbaikan denganmu karena kau yang salah. Kau dulu yang mulai pertengkaran di lorong hingga kita di hukum sampai jam istirahat. Topi itu hanya oleh-oleh dariku. Hey, kenapa kau diam saja dari tadi?"

"Ini bukan Brace, ini aku Daniel, kakaknya Brace. Brace sedang tidur. Nanti kalau dia sudah bangun, aku suruh menghubungimu lagi."

Sambungan telepon terputus sepihak. Andree memutuskan sambungan telepon secara tiba-tiba. Mungkin dia sangat malu karena berbicara panjang lebar.

"Siapa?" tanya Kathryn.

"Andree. Mungkin teman Brace," ucap Daniel sambil menaruh ponsel Brace kembali ke meja.

Seorang suster muda datang ke ruang rawat Grae. Suster itu menurunkan masker yang menutupi mulut dan hidungnya dan terlihatlah senyumannya yang manis.

"Maaf, apakah di sini ada keluarga dari pasien yang bernama Grae?" ucap suster itu.

"Saya, Sus. Saya kakaknya. Ada apa? Apakah Grae baik-baik saja?" ucap Kathryn yang berdiri dari duduknya dan memasang wajah khawatir.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Pasien sudah selesai di operasi dan dia sudah dipastikan sembuh. Namun, kondisinya sekarang sedang kritis."

"Apa, Sus? Apa boleh aku bertemu dengannya?" ucap Kathryn yang berlari mendekati suster.

"Silahkan! Mari saya antar!" jawab suster.

Brace terbangun setelah Kathryn dan suster itu pergi. Brace mengerjap matanya beberap kali. Di lihatnya Daniel yang sedang mondar-mandir.

"Ngapain, kak?" tanya Brace.

"Hah? Enggak..." dusta Daniel.

"Kak Kathryn mana?" tanya Brace lagi.

"Emm, itu... Dia.... Ke ruangannya Grae!" jawab Daniel. "Grae kritis setelah operasi," lanjut Daniel yang kini duduk di sebelah Brace.

"Kita doakan saja Grae! Semoga dia baik-baik saja," ucap Brace sambil mengelus punggung kakaknya untuk menenangkan.

"Daniel!"

---o0o---

Terdengar suara tangisan di dalam kamar rumah sakit. Enri yang akan bertemu dengan Daniel, mengurungkan niatnya. Dia seperti mengenal suara itu. Suara lembut yang menenangkan jiwanya, suara yang selalu membuatnya jatuh cinta, dan suara itu mengingatkannya pada seseorang yang dia rindukan selama ini.

Enri membawa map-map yang akan dia berikan pada Daniel. Enri memang bekerja di perusahan milik Daniel. Enri berjalan mendekat ke arah sumber suara. Awalnya, dia sempat ragu untuk mengetuk pintu. Namun, dengan rasa penasaran yang begitu tinggi, dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.

"Masuk!" suara yang terdengar dari dalam begitu serak. Bukan suara yang dia rindukan, tapi suara itu seperti suara ibu.

Enri membuka pintu pelan. Tangan kirinya memegang knop pintu dan tangan kanannya memegang map. Sedetik setelah memunculkan kepalanya, Enri di buat kaget. Map yang ia bawa jatuh ke lantai. Tangan kirinya menggenggam knop dengan sangat kuat. Apakah seseorang di hadapannya itu benar-benar dia? Dia yang selama ini Enri rindukan.

Don't Trust LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang