Bab 9 - Hari Pertama

264 38 2
                                    

Kemeja putih dan rok span hitam selutut sudah melekat sempurna di tubuh Kathryn Bernardo. Dia merasa risih dengan rok yang ia pakai. Rok itu agak ketat dan membuatnya susah berjalan karena belum terbiasa. Ditambah dia harus mengenakan high heels 10 cm yang tidak pernah dia pakai selama hidupnya.

Kathryn mencoba untuk berjalan memakai sepatu itu. Namun, dia selalu hampir terjatuh karena tidak biasa menggunakan high heels. Kathryn memang tidak bisa, tapi dia tahu kalau dia harus berusaha untuk Daniel. Selama ini, Daniel selalu baik padanya.

"Kau pasti bisa, Kathryn. Yakinlah!" ucap Kathryn pada dirinya sendiri. Dia mulai berjalan pelan-pelan. Sepatu yang ia pakai mirip dengan sepatu yang pernah diperlihatkan Kristel padanya. Memang mirip, tapi tentu lebih mahal milik Kathryn. Kathryn merasa bahwa dia tidak pantas memakai barang-barang yang diberikan oleh Daniel. Semua barang-barangnya sangat mahal baginya, tapi tidak untuk Daniel.

Daniel sudah berkali-kali mengatakan agar Kathryn tidak bawel. Kathryn selalu berceloteh karena merasa barang-barang yang dibelikan Daniel berlebihan. Dia menjadi tidak enak karena Daniel sangat baik.

Kathryn sudah merasa, bahwa dia dapat menguasai sepatu laknat itu. Sepatu yang mahal, tapi sangat susah dipakainya. Kathryn hanya memoles wajahnya tipis. Dia sedikit tahu tentang berdandan karena Kristel yang mengajarinya saat masih SMA. Beruntung sekali Kathryn bersahabat dengan Kristel.

"Ok, perfect. Hari ini adalah hari pertama kau bekerja, Kathryn. Jangan membuat bosmu marah!" kata Kathryn pada cermin di depannya.

Kathryn berjalan pelan ke arah pintu. Pintu perlahan terbuka dan menampilkan seorang laki-laki tegap dan tinggi. Bukan Daniel! Dia adalah supir yag dikirim Daniel untuk Kathryn. Oh, apakah Kathryn berharap Daniel-lah yang menjemputnya? Jangan harap!

---o0o---

Kathryn berjalan pelan ke arah ruangannya. Daniel sudah memberitahukan ruangan Kathryn saat di rumah sakit. Meski Grae sudah siuman, Kathryn masih tidak tega untuk meninggalkan Grae sendirian.

Kathryn mendorong pintu ruangannya. Ruangannya sangat besar dengan didominasi warna putih. Di sana terdapat dua meja. Meja pertama lebih besar dari pada meja kedua.

"Sepertinya, itu adalah meja sekretaris lainnya. Dia bilang sekretarisnya banyak," gumam Kathryn. 'Dia' yang dimaksud Kathryn adalah Daniel.

Kathryn duduk di meja sudut. Meja itu sangat rapi. Pintu terbuka kembali. Menampilkan seorang wanita paruh baya dengan membawa dompet hitam. Wanita itu masuk dan tersenyum saat melihat Kathryn.

"Apa itu sekretarisnya? Sudah tua masih bekerja? Hemm, pasti dia ini gila kerja seperti Daniel," pikir Kathryn.

"Kathryn?" ucap wanita itu.

"Ah, iya. Saya Kathryn, Bu. Ibu ini pasti sekretarisnya Daniel ya? Em, maksud saya Pak Daniel," ucap Kathryn sambil bersalaman dengan wanita itu.

Wanita itu hanya tertawa mendengar ucapan Kathryn.

"Daniel belum pernah menceritakan tentangku padamu?" tanya mama Daniel-Karla. Ya, dia adalah mamanya Daniel.

"Tidak, Bu."

"Jangan panggil ibu! Panggil mama aja!" titah mama Karla.

"Mama?" tanya Kathryn yang kebingungan.

Pintu terbuka kembali, menampilkan pria bertubuh jangkung dengan tuxedo biru tua. Tampak ada keterkejutan di wajah Daniel.

"Mama? Kok ada di sini?" tanya Daniel menghampiri mamanya.

"Kalau mama gak ke sini, kapan lagi mama bisa ketemu calon menantu. Kamu lagi, kenapa gak cerita sama Kathryn, kalau mama ini mama kamu," ucap mama Karla dengan tersenyum. Mama Karla berjalan mendekati anak sulungnya dan membisikkan sesuatu, "Dia cantik dan sepertinya baik. Sudahlah, cepat nikahi dia! Mama gak sabar pengen gendong cucu."

Kathryn hanya diam. Dia larut dalam pikirannya. Entah apa yang dibicarakan oleh kedua orang dihadapannya. Cucu? Apa maksud dari itu?

"Ma, udah lah. Aku gak mau cepet-cepet. Lagian aku masih muda, Ma. Mama pulang aja ya? Ganggu aku lagi kerja aja," ucap Daniel sambil menuntun mamanya keluar.

"Ganggu kerjaan atau... Ganggu waktu pacarannya...?" goda mama Karla.

"Ma..."

"Iya, iya. Ini mama udah mau keluar. Kamu jangan main-main loh ya!"

Daniel hanya mengangguk. Setelah mamanya pergi, Daniel duduk di tempatnya. Membenarkan dasi yang dia pakai dan mulai membuka laptop.

Kathryn hanya duduk diam dan tak mengerti harus melalukan apa. Dia tidak pernah menjadi sekretaris. Apalagi, di perusahan sebesar ini. Dia ingin bertanya pada Daniel, tapi dia takut. Daniel tampak sangat serius dalam bekerja.

"Emmm, Daniel. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Kathryn. Dia sudah bosan duduk selama lima belas menit tanpa melalukan apa pun. Dia hanya memandang Daniel yang sedang bekerja.

"Ah, kau bisa mengecek jadwalku. Pergilah ke Iyas! Dia adalah sekretarisku juga," jawab Daniel yang masih tidak berpaling dari laptopnya.

Kathryn keluar dari ruangannya. Dia tak menyangka, kalau dia akan satu ruangan dengan Daniel. Kathryn bertanya pada salah satu karyawan yang lewat di hadapannya. Setelah tahu ruangan Iyas, Kathryn mengetuk pintunya terlebih dahulu.

"Masuk!" suara Iyas terdengar serak. Suaranya khas orang yang habis menangis.

Kathryn membuka pintunya perlahan. Tampaklah Iyas dengan keadaan kacau. Matanya membengkak dan wajahnya sangat kusam. Lengan bajunya ditarik hingga ke sikunya.

"Aku Kathryn. Sekretaris barunya Pak Daniel. Aku disuruh untuk mengambil jadwal," ucapnya.

Iyas mengusap air matanya yang jatuh lagi. Dia mengambil sesuatu dalam tasnya. Kemudian, dia berikan pada Kathryn yang berdiri dihadapannya. Kathryn memberanikan diri untuk bertanya, "Kamu kenapa? Apa ada orang yang menyakitimu?"

"Ah, tidak. Aku hanya ada sedikit masalah. Aku benar-benar tidak apa-apa. Kau boleh keluar. Dan ingat! Kau harus menemani Pak Daniel meeting dan makan siang dengan Nyonya Adel. Tempatnya ada di buku itu," ucap Iyas.

"Baiklah. Terima kasih."

Kathryn kembali ke ruangannya dan mendapati Daniel yang sedang tidur di kursinya. Kathryn berdecak heran melihat Daniel. Itulah akibat dari dia yang gila kerja.

"Tampan," tanpa sadar, Kathryn mengagumi karya indah Tuhan. "Eh, tidak-tidak," lanjutnya. Dia tidak ingin memuji Daniel.

Kathryn membuka buku yang diberikan Iyas tadi. Sekarang, Kathryn terlihat sangat sibuk. Dia memang suka bekerja, tapi tidak gila kerja seperti Daniel.

"Hoaaappp!!!"

Kathryn berpaling dari buku ke Daniel. Daniel mengacak rambutnya. Kemudian, dia berdiri dan menghampiri Kathryn. Semakin dekat, semakin dekat, dan semakin dekat. Kathryn memundurkan wajahnya. Daniel mengeluarkan senyum liciknya. "Apa ada jadwal makan siang?" tanya Daniel.

Kathryn jadi salah tingkah. Kathryn ikut berdiri seperti Daniel. Mencoba menghilangkan rasa gugupnya. "Iya. Aku akan menemanimu makan siang bersama Nyonya Adel."

"Kenapa? Kau cemburu, kalau aku hanya makan siang berdua dengan Nyonya Adel?" tanya Daniel yang diselingi tawa.

"Tidak. Tadi, Iyas yang menyuruhku untuk menemanimu. Lagi pula, kenapa aku harus cemburu? Aku bukan siapa-siapamu. Ingat itu!" jawab Kathryn.

"Hey, pipimu merah. Hahahahaha..."

"Diamlah!" perintah Kathryn sambil memukul lengan kanan Daniel.

Daniel diam dan memandang lekat mata Kathryn.

Hari ini. Hari pertamamu bekerja, kau berhasil membuatku merasakan rasa itu kembali.

---o0o---

Terima kasih atas vote dan comments kalian.

Love you all!!!

👑💙

Don't Trust LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang