4.Petaka

1.6K 147 5
                                    

"Keluarga itu sumber bahagia bukan penyebab dari derita. Tapi, kenapa yang kurasakan malah sebaliknya?"

♉♉♉

Beauty memasuki halaman rumahnya dengan langkah ringan. Jika digambarkan, mungkin sekarang ada banyak bunga-bunga bermekaran disekelilingnya.

Dia sangat senang bisa pulang dengan Rangga. Bagai mimpi yang menjadi nyata.

"Ahh senangnya" ucapnya sambil membuka pintu rumah.

"Selalu aja perempuan itu, papa gak punya otak atau apa hah? Mama bahkan udah gila gara-gara papa! Papa itu bajingan! Brengsek!" Beauty menghentikan langkahnya.

Pancaran bahagia tak lagi ada di matanya. Aura kesedihan menyelimuti dirinya.

"Jaga omongan kamu, saya ini papa mu!" suara itu sama kerasnya dengan yang tadi. Bedanya suara ini berasal dari orang yang berbeda.

"Gak sudi gue punya papa kaya lo, cuih" dan setelah itu terdengat suara pukulan dan orang yang jatuh kelantai. Membuat Beauty segera mendekati mereka.

Mereka. Papa dan kakak laki-laki Beauty. Dua laki-laki tersayangnya.

"Stop pa" Beuty menarik mundur papanya yang sudah bersiap memberi pukulan kedua pada anak lelakinya.

"Abang gak papa?" setelah berhasil menarik mundur papanya, dia langsung menghampiri abangnya.

Air matanya lolos saat melihat sudut bibir pria itu berdarah. Satu-satunya pria yang menyayanginya saat ini.

"Gak papa, kamu masuk ke kamar sana" bahkan dia masih bisa tersenyum saat keadaan seperti ini. Tangan kasarnya menghapus air mata Beauty dengan lembut.

"Gak mau, ayo aku obatin lukanya kak" Beauty menarik berdiri abangnya, lalu mereka berbalik untuk mencari kotak obat.

"Kakak ke kamar kakak dulu, nanti aku nyusul" tanpa banyak bertanya, Dewa, kakak Beauty langsung berjalan ke kamarnya.

Setelah kakaknya agak jauh di penglihatannya, Beauty berbalik. Menatap sosok yang dulu menjadi sumber kebahagiaannya.

Tapi itu dulu. Karna sekarang dia adalah sumber luka hati dari seorang Beauty Cantika.

"Kalau sudah tidak ada kepentingan, silahkan pergi dari rumah saya" pria dewasa di depan Beauty terkejut mendengarnya.

Pria itu, Dewo, ayah kandung Beauty.

"Princess" ucap pria itu pelan.

Bukannya bahagia, hati kecil Beauty malah terluka. Terluka mendengar pria itu memanggilnya dengan panggilan masa kecilnya dengan nada kecewanya.

Kecewa? Dia tidak pantas untuk itu. Apa yang dia kecewakan? Anak laki-laki yang tidak mau mengakuinya?atau karna anak perempuannya bicara seperti orang asing padanya?

Astaga itu bahkan belum ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang dia lakukan!

"Jangan panggil saya dengan sebutan itu" air mata Beauty mengalir. Hatinya terlalu sakit. Sakit menerima kenyataan yang terlalu pahit.

Beauty [End-Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang