16.Sakit

1.1K 84 8
                                    

"Sakit itu saat harapanmu selalu menjadi sesuatu yang semu"

🌹🌹🌹

Sesuai dugaan Beauty, Rangga tak lagi ada saat dia kembali. Walaupun tebakannya sudah benar, entah mengapa Beauty masih merasa ada yang salah.

"Kak Rangga udah balik kak?" Tanya Beauty setalah ia duduk.

"Iya. Males dia lama-lama di kantin. Rame. Berisik" jawaban Mike memang biasa saja.

Tapi, entah mengapa Beauty merasa sakit mendengarnya. Beauty rasa maksud dari kata 'malas' yang tadi diucapkan Mike, bukan hanya karena keadaan kantin saja.

Tapi, juga karena dirinya. Apakah Beauty begitu mengganggu Rangga? Atau ini hanya karena Beauty yang terlalu perasa?

"Udah ah Ti, jangan ngelamunin kakel galak mulu. Gak guna. Makan tuh, bentar lagi masuk" ucapan Tiara menyadarkan Beauty akan lamunannya.

Beautypun akhirnya mulai memakan siomaynya setelah melemparkan senyum canggung untuk menanggapi ucapan Tiara.

Baiklah, Beauty. Lupakan Rangga. Kau hanya akan mengganggu bila dekat dengannya.

Benar kata Tiara, tidak ada gunanya memikirkannya.

🌹🌹🌹

Baruuuu saja Beauty ingin melupakan Rangga. Berhenti memikirkannya. Berhenti mengganggunya.

TAPI KENAPA SEKARANG KEADAAN MEMBUATNYA TAK BISA MELAKUKAN ITU SEMUA!? KENAPA!?

"Saya menolak pak" ucapan Rangga membuatnya melirik lelaki itu sebentar lalu kembali menundukan wajahnya.

Biar Beauty jelaskan, sekarang Beauty dan Rangga sedang ada diruang guru. Kalian tau karena apa?

Karena Rangga dan Beauty diminta untuk mewakili sekolah dalam olimpiade antar sekolah.

Bukankah itu artinya Beauty dan Rangga akan lebih sering menghabiskan waktu bersama? Oh bunuh saja Beauty karena dia tidak akan kuat!

"Kenapa menolak Rangga? Ini sesuatu yang membanggakan. Seharusnya kamu menerimanya dengan senang hati" ucap pak Mukhlis. Guru Matematika sekaligus Wakil Kepala Sekolah SMA Pelita.

"Kalo kamu, maukan Beauty?" Tanya Pak Mukhlis pada Beauty.

"Sa..saya gak bisa pak. Sa..saya kayaknya gak mampu deh, pak" ucap Beauty terbata.

Sebenarnya dia mau! Mau sekali. Bukan hanya karena dia menjalaninya bersama Rangga. Tapi, jika dia mengikuti ini pasti mama dan abangnya akan senang dan bangga.

"Kalo kalian gak mau, bapak harus minta tolong ke siapa?" Pak Mukhlis berucap frustasi.

Beliau lantas menatap Beauty dan Rangga penuh harap. Membuat Beauty makin menundukan kepalanya karena merasa bersalah.

"Saya mau ikut. Asal bukan dia pasangannya" ucap Rangga tiba-tiba.

Beauty sontak mendongakan kepalanya menatap Rangga. Menatap tak percaya pada ucapan lelaki itu.

Haruskah Rangga berbicara seperti itu? Sejujur itu?

"Memangnya kenapa kalau Beauty?" Tanya pak Mukhlis kemudian.

Beauty [End-Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang