Di kelas hari ini, kamu terpaksa membagi perhatianmu antara penjelasan guru di depan kelas dengan percakapan dua teman populer di belakang bangkumu. Sebenarnya, kamu merasa sangat terganggu pada dua orang itu, tapi kamu tidak berani menegur mereka. Lebih tepatnya, tidak bisa, karena mereka selalu menganggap apa pun yang mereka lakukan adalah benar. Seperti biasa, pegangan hidup orang-orang bodoh yang populer.
Setelah entah berapa lama membahas tentang fesyen, Sera, salah seorang dari dua orang itu, memulai topik baru dengan semangat. "Aku kemarin baru saja menonton film ini, Yeonji."
Lawan bicaranya, Yeonji, sepertinya sudah malas menanggapi Sera. Kamu menangkap itu dari cara bicaranya yang mirip orang mabuk. "Ah, apa judulnya?"
"Kamu tahu, Song Joongki jadi pemeran utamanya! Oh, suamiku yang tampan~"
Yeonji menghela napas. "Aku bertanya judul, bukan suamimu."
"A Werewolf Boy! Kamu benar-benar harus menontonnya!"
"Astaga, itu kan film lama. Kenapa kamu baru menontonnya sekarang?"
Suara Sera mengecil. Sepertinya dia merajuk. "Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan?"
"Terserah. Lagipula, werewolf is not my style," kata Yeonji yang akhirnya menciptakan jeda percakapan tidak penting itu, dan membuatmu bisa berkonsentrasi penuh pada gurumu.
Tapi, dalam semenit kemudian, Sera mengoceh lagi. "Astaga, keputusanku kemarin untuk keluar bersama Renjun dan gengnya sepertinya tepat, Yeonji."
Tepat ketika Renjun dan gengnya tersebut, perhatianmu tidak bisa lagi kamu tujukan pada gurumu. Memang sudah tabiatmu untuk fokus pada percakapan apapun yang mencatut Renjun dan gengnya, karena Mark termasuk di dalamnya. Kamu harus mendengarkan percakapan itu sebaik mungkin.
Yeonji menyahut antusias, karena setahumu, Yeonji menyukai Jeno, salah satu anggota geng itu. "Benarkah? Kenapa juga?"
"Karena aku bisa melihat mereka bermain basket!" seru Sera, tapi masih dalam batas aman lemparan penghapus gurumu.
"Wah, benarkah?" Suara Yeonji berubah semakin cerah. "Kenapa kamu tidak mengajakku kemarin?"
Sera menghela napas. "Bukannya kemarin kamu sibuk dengan ibumu?"
"Kalau saja aku tahu kalau mereka akan bermain basket, aku tidak akan pulang duluan."
Hening sejenak, karena mungkin si Sera itu sedang membayangkan pemandangan mereka yang bermain basket, seperti halnya kamu.
Sayangnya, topik mereka berganti lagi. Kamu tidak begitu memperhatikannya karena kepalamu teralih seluruhnya pada Mark. Bagus sekali untuk menggantikan pemandangan gurumu di depan kelas yang membosankan.
Ah, ya, Mark, laki-laki yang sudah kamu sukai sejak kamu masuk di sekolah ini. Statusnya sebagai murid kelas teratas, alias kakak kelasmu, membuatnya semakin keren di matamu. Kamu tidak tahu pasti apa yang membuatmu menyukai Mark. Tapi mungkin hal-hal inilah yang bisa jadi alasanmu.
Pertama, Mark tampan dan populer. Mark dan gengnya adalah tipikal laki-laki yang jadi idola di sekolah. Dalam pandanganmu, kepopuleran itu mereka dapatkan bukan karena keinginan mereka sendiri, karena mereka bahkan tidak melakukan apa-apa. Mereka tidak berusaha menjadi populer. Mereka hanya murid-murid biasa yang sayangnya penuh pesona. Kamu, sebagai remaja perempuan pada umumnya, tentu saja tidak buta pada pesona mereka. Lagipula, semua orang di sekolah ini menyetujuinya.
Kedua, Mark mudah bergaul dan punya banyak teman. Kamu tidak menyangka bahwa seseorang yang terikat pada geng akan mau bergaul dengan orang-orang yang bukan termasuk gengnya. Mark mengubah pandanganmu, karena hampir semua murid di sekolahmu pasti pernah diajaknya bicara. Yah, meskipun kamu adalah pengecualian.
Tiga, Mark berbakat dan serba bisa. Kamu pernah melihatnya menari, menyanyi, bermain gitar, dan melontarkan rap verse dengan fasih. Dia sering membuat lagu-lagu hip hop dengan lirik yang ia tulis sendiri. Dia atletis dan hampir bisa seluruh jenis olahraga. Plus, dia juga fasih berbahasa Inggris, karena dia sebenarnya sudah lama tinggal di Kanada. Pas sekali untukmu yang mudah jatuh pada aksen bule.
Semua tentang Mark jelas bertolak belakang dengan dirimu sendiri. Kamu tidak populer, kamu tidak pandai bergaul, dan kamu tidak berbakat sepertinya.
Dibanding kamu, orang-orang seperti Sera dan Yeonji akan lebih mudah mendekati Mark dan gengnya. Buktinya saja, Sera sudah menjadi pacar Renjun. Sera dan Yeonji juga tidak kalah populer – meskipun mereka populer karena mereka adalah anak orang kaya yang suka menindas murid lain. Kamu juga menyadari kalau pacar-pacar dari anggota geng Mark itu adalah murid-murid cantik yang juga populer.
Hm, mungkin memang sudah jalannya; kaum populer akan selalu bersama dengan kaum populer lainnya. Kamu, yang bukan apa-apa dan siapa-siapa, tidak akan pernah bisa menjadi bagian dari hidup mereka.
Kamu sudah tahu itu sejak pertama kali menyadari kalau kamu menyukai Mark. Tapi, sebenarnya, kamu memperhatikan kalau Mark berteman juga dengan anak-anak yang tidak populer. Sayangnya, mereka itu adalah anak-anak yang berani; yang tidak gugup ketika diajak bicara, yang santai saja ketika diajak keluar bersama.
Karena kamu tidak seperti itu, kamu tidak mengungkapkan rasa sukamu itu pada siapapun, bahkan teman-temanmu sendiri. Kamu menikmati pemandangan Mark yang akan lewat di depan kelasmu setiap pagi, menikmati pemandangan Mark yang tertawa bersama gengnya di kantin, menikmati pemandangan Mark yang serius dengan buku-buku di perpustakaan, atau menikmati pemandangan Mark di kelas olahraga di halaman sekolah tiap Kamis pagi, tanpa ada seorang pun yang menyadarinya.
Itu saja, untukmu yang bukan pemberani, sudah membuatmu bahagia.
***
Hari-hari berlalu, dan Mark semakin keren saja. Rasa sukamu padanya semakin besar juga. Namun tidak terasa, sebentar lagi kamu akan naik kelas. Teman-temanmu kelabakan memikirkan tentang ujian dan blablabla-nya.
"Ah, tidak, sebentar lagi kita akan stres menghadapi ujian-ujian," kata salah satu temanmu dengan nada mengeluh.
"Wah, iya, ya?" balas temanmu yang lain.
Lalu, temanmu yang lain berkata dengan nada yang sama tertekannya. "Kalian tahu apa yang terburuk? Kita tidak akan bisa melihat Mark berkeliaran lagi di sekolah."
Perkataan temanmu itu menohokmu dengan keras. Ya, Mark akan lulus sebentar lagi. Kalau demikian, tidak akan ada lagi pemandangan Mark yang lewat di depan kelasmu setiap pagi, pemandangan Mark yang bercanda tawa dengan gengnya, dan pemandangan-pemandangan lain tentang Mark yang biasa membuat harimu berwarna. Kamu tidak akan melihatnya lagi entah sampai kapan, atau mungkin juga selamanya.
Entah kenapa kamu tidak pernah memikirkan kenyataan ini, dan ketika kamu menyadarinya, kamu merasa patah hati.
Maka sejak itu, kamu berusaha keras mengingat segala seluk beluk pemandangan Mark di setiap kehadirannya di sekolah. Kamu bahkan hadir di upacara kelulusannya, secara diam-diam. Saat itu, kamu berusaha merekam dengan baik bagaimana dia tersenyum, tertawa, dan bercanda bersama teman-temannya; juga bagaimana dia menangis di pelukan teman-teman satu gengnya yang belum lulus bersamanya. Kamu berusaha, meski berat, karena itu mungkin jadi kesempatan terakhirmu, sebelum Mark sama sekali menghilang dari hidupmu.
Seberapa pun kerasnya kamu berusaha, sebenarnya kamu tidak bisa menerima kenyataan bahwa Mark akan menghilang dari hidupmu. Kamu tahu, satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan untuk mencegah hal itu terjadi adalah dengan bertanya. Mengutarakan perasaanmu yang sebenarnya, entah pada Mark, atau setidaknya pada teman-temanmu.
Tapi, sampai Mark tidak lagi bersekolah di tempat yang sama denganmu, dan benar-benar menghilang dari radarmu, kamu tidak melakukannya.
Dan kamu tidak menemukan penyesalan yang lebih besar daripada itu di dalam hidupmu.
juengjueng
di sini kayaknya gaada part dialog2 gitu ya. bosenin ya. gatau deh bodo amat wakakakak
seperti biasa, komentar selalu ditunggu yaay
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]
FanfictionKamu bisa jadi apa saja; termasuk jadi apa pun yang kamu inginkan bersama anggota NCT. Cukup dengan berandai-andai. Ini, adalah pengandaianku. Silakan ambil bagian di dalamnya.