Johnny - Bukan Lubang Hitam

231 14 0
                                    

Semilir angin sore bulan Oktober menerpa seluruh makhluk di taman kota itu. Kamu, yang tengah melangkah ke sana, tidak terkecuali. Pepohonan dan rambutmu serempak berayun ke kiri. Sejumlah rontokan daun kering terangkat naik.

Penampakan taman tetap sama dalam lima tahun. Selalu ada ayah ibu yang mengawasi putra-putrinya di rerumputan, pasangan muda yang bermesraan, rombongan anak sekolah yang bersenang-senang, dan--- seperti dirimu---beberapa individu yang datang sendirian. Jika ada perubahan, kamu yang rutin mengunjungi taman itu pasti menyadarinya. Bahkan ada wajah-wajah yang kamu hafal. Walau bersifat publik, rasa familier yang menaungimu setiap berada di sana membuatmu aman dan nyaman.

Hari ini jelas ada yang lain.

Ada seseorang kurang lebih sepuluh meter dari tempatmu kini. Dia, laki-laki, yang masih sama. Tinggi badannya masih menjulang. Wajahnya masih benderang. Ujung-ujung rambutnya masih menyentuh tengkuk. Sinar matanya masih sejuk.

Sesuatu yang familier seharusnya membuatmu nyaman, tetapi pemandangan itu malah mengundang nyeri di dada. Berkebalikan dengan kesan yang kamu kenang, kehadirannya justru begitu menusuk.

Refleks pertama yang muncul di kepalamu adalah menghindar, atau setidaknya berbalik badan. Namun, kedua kakimu serasa tertancap kuat di tanah, tidak mampu melangkah.

Sampai akhirnya, mata kalian bertemu. Tidak ada yang bisa menjelaskan waktu yang tiba-tiba berhenti ketika Johnny, laki-laki itu, semakin mengurangi jarak di antara kalian.

"Hai!" Ia lalu menyapa, hangat.

Suaranya pun tak berubah. Dalam satu kata, kamu kembali teringat pada segala kalimat manisnya.

Andai Johnny memperhatikan dengan seksama, ia pasti bisa melihat tubuhmu yang gemetar. Kamu kesulitan menemukan kemampuan untuk membalas sapaan sesingkat itu, yang harusnya bisa dilakukan cepat-cepat. Namun, kamu terus mencoba, hingga akhirnya terbata-bata balik menyapa dalam tempo yang kurang wajar, "H-hai. Apa kabar?"

Johnny tidak menjawab. Alisnya terangkat, senyumnya masih mencuat. Itulah yang jadi pemandanganmu selama beberapa saat, sampai kamu sadar bahwa tindakan tadi adalah pelanggaran berat.

Terlalu banyak yang terbayang hanya dari sosoknya. Cepat-cepat kamu membuang muka.

Johnny melanjutkan, "Tidak kusangka akan bertemu kamu di sini."

Kamu mengangguk sekali, lalu mengarahkan pandangan ke mana saja selain pada Johnny. Kamu lalu mengikuti sinar matahari yang menerpa dari barat. Seolah tahu benda apa yang tepat, matamu tidak sengaja menangkap kilau dari jemari kiri Johnny. Ia pengguna dan pengoleksi aksesoris, tetapi perhiasan itu begitu mencuat untuk mengundang pertanyaan.

Johnny menyadari arah pandangmu, lalu menjawab pertanyaan dalam benakmu, "Ah, ya. Ini cincin pertunanganku."

Kilau dari cincin emas itu makin kuat ketika Johnny mengangkat tangannya. Di luar kendali, senyummu mengembang otomatis. Johnny bisa saja menyimpulkan turut berbahagiamu, tetapi rasa sesak yang membayangi senyum itu tidak sejalan dengan kehendakmu.

"Wow, selamat! Jadi, siapa perempuan ini?" Ada yang mengganjal di tenggorokan saat kamu mengatakannya. Siapa saja bisa mendengar betapa palsunya pernyataan itu.

"Namanya Rachel. Kurasa kamu mengenalnya."

Hanya ada dua perempuan bernama Rachel dalam daftar kenalanmu dan Johnny. Rachel pertama adalah Rachel Lee, aktris papan atas yang Johnny kagumi, sementara Rachel kedua adalah Rachel Kim, salah satu teman satu SMA-mu yang dikenal imut dan ceria. Kamu tidak meragukan pesona Johnny untuk bisa menarik hati Rachel Aktris, tetapi kemungkinan yang lebih besar jelas ada pada Rachel Kim SMA.

Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang