Sebagai pengguna media sosial, tidak terhitung berapa kali kamu bersinggungan dengan konten berbau hubungan romantis. Itu adalah topik yang selalu laku di platform mana saja. Ketika menengok YouTube, banyak pasangan yang membuat kanal bersama. Ketika menggulir Instagram, banyak pasangan yang mengunggah foto-foto mesra, dan mendulang ribuan tanda suka. Ketika mengamati TikTok, banyak pasangan melakukan candaan pada satu sama lain, dan menjadi algoritma. Ketika mengecek Twitter, banyak cuitan berisi momen-momen menggemaskan atau menghangatkan hati tentang pasangan.
Tidak hanya yang manis-manis, media sosial juga menyuguhkan sudut pandang lain dari sebuah hubungan. Sudut pandang yang lebih depresif dan menimbulkan pertanyaan. Di ujungnya, banyak yang berkelakar bahwa hubungan romantis merupakan sebuah siklus yang mengandung tiga fase: jatuh cinta, ada di dalam cinta, dan kehilangan cinta.
Sebagai manusia yang pernah berkomitmen berlandaskan cinta, kamu menyetujuinya.
Sekarang, kamu memiliki pacar, yang membuatmu berhasil melewati fase pertama, dan tengah berada di fase dua. Namun, belakangan ini, kamu mulai merasa telah masuk dalam fase tiga, karena kegemaranmu menyimak konten-konten yang tidak manis soal hubungan. Ada perasaan yang sulit kamu rekognisi dalam hubungan romantismu kini dan hanya bisa tercerahkan oleh konten itu.
Internet banyak menyajikan kisah cinta di antara dua orang dengan kekurangan yang tampak jelas secara ragawi. Bagaimana jika kekurangan itu ada pada sifatnya, apalagi yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai bendera merah sama sekali? Seperti misalnya, ia orang yang hangat, tetapi kehangatannya keterlaluan sampai membuatmu gerah.
Atau, ia orang yang tenang dan lebih suka menyimak, tetapi ketenangannya itu terlalu... sepi. Sunyi. Dan, menyurutkan.
Apakah itu bahkan bisa disebut kekurangan?
Sayangnya, itulah yang sedang kamu hadapi dari pacarmu, Moon Taeil.
Kamu sadar betul, dirimu adalah orang yang penuh ide dan keresahan. Semua yang tidak berada di jalurmu akan terasa janggal, sampai kamu perlu menyuarakannya lantang-lantang. Sejak awal mencari seseorang untuk dicinta, kamu butuh seseorang yang tenang, sabar, dan tidak meluap-luap sepanjang waktu sebagai penyeimbang. Akhirnya, semuanya tepat saat Taeil datang.
Jika diibaratkan film remaja, Taeil adalah semacam tokoh sampingan yang bersedia menjadi tempat sampah sang pemeran utama. Bedanya, Taeil tidak punya kata-kata mutiara quotable, yang berpotensi tinggi untuk dijadikan solusi dari satu per satu masalah yang ada. Setiap kali kamu gembira, kecewa, bersungut-sungut, atau apa pun, Taeil hanya memperhatikan dan mendengarkanmu, tanpa memberi sepatah tanggapan yang lebih jauh daripada kepalanya yang manggut-manggut.
Selama lima bulan hubungan ini berjalan, kamu mengagumi persona Taeil yang satu itu. Tidak perlu takut dihakimi atau dianggap sepele saat bersamanya. Namun, sekarang berbeda. Reaksi yang awalnya menenangkan itu lama-lama jadi menyebalkan. Segala macam suasana hatimu Taeil simpulkan menjadi hal yang terlalu sederhana. Ia jadi muncul sebagai manusia minim emosi yang tidak bisa mengapresiasi sebuah cerita.
Lantas, setelah merasakan itu, sering muncul di pikiranmu bahwa mungkin di sini tidak ada lagi cinta. Kamu hanya punya rasa muak dan jemu terhadapnya.
***
Menyadarinya sendirian terasa menyesakkan. Pihak lain yang perlu tahu soal itu adalah Taeil, tetapi ada sesuatu yang selalu menahanmu. Jadi, untuk sekarang, kamu memilih mengungkapkannya pada Jinni, temanmu.
"Aku lelah."
Kalimat pendek itu membuka sesi keluh mengeluh dari benakmu. Jinni, yang sudah khatam membaca itu, memasang wajah prihatin. "Lelah kenapa?" katanya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]
FanfictionKamu bisa jadi apa saja; termasuk jadi apa pun yang kamu inginkan bersama anggota NCT. Cukup dengan berandai-andai. Ini, adalah pengandaianku. Silakan ambil bagian di dalamnya.