Sudah lima jam lebih kamu memfokuskan diri untuk maraton drama Korea. Tak heran jika perutmu sekarang bergemuruh minta diisi. Maka, dengan malas dan setengah hati, kamu menyeret dirimu keluar kamar menuju kulkas di dapurmu, berusaha menemukan sesuatu untuk dimakan.
"Ah, sialan," umpatmu ketika kulkas sudah terbuka sepenuhnya. Yap, tidak ada apa pun di dalam sana, baik yang siap makan maupun bahan mentah.
Kamu menghela napas menyadari perutmu yang semakin bergemuruh. Kamu baru ingat jika kamu belum mengisi kulkas sejak empat hari yang lalu. Selama itu, suplai makanan kamu dapatkan dari ibumu yang sempat memasak dalam jumlah banyak, sehingga kamu tidak perlu memasak lagi dan hanya memanaskannya berulang-ulang. Dan tepat pagi tadi, masakan ibumu sudah tandas. Jadi, tidak ada pilihan lain selain membeli makanan untuk memenuhi keinginan perutmu.
Tapi, entah mendapat semangat dari mana, mendadak kamu ingin mengisi kulkasmu saja dengan belanja. Untuk mendukung itu, kamu menelepon seseorang, karena kamu butuh ditemani.
Ada jeda sekitar setengah menit sampai teleponmu diangkat.
"Halo?" Suara Winwin, orang yang kamu telepon, akhirnya menyapamu dari seberang sana.
"Hai!" Senyum di wajahmu terbit secara otomatis ketika mendengar suara Winwin. "Kamu bisa mampir sebentar?" tanyamu kemudian.
"Kenapa?"
"Temani aku berbelanja. Kulkasku sudah kosong."
Winwin tidak bersuara sebentar, mungkin sedang berpikir. "Tidak mau, ah," sahut Winwin akhirnya.
Kamu manyun. "Ayolah," desakmu, mulai merengek.
"Tidak."
"Please~~"
"Tidak."
"Astaga, baiklah," sahutmu ketus sambil memutus sambungan. Pasti dia sedang sibuk dengan game baru yang ia pasang di ponselnya semalam. Kamu seharusnya tidak heran, karena Winwin sudah sedikit banyak mengabaikanmu sejak berhadapan dengan game itu.
Yah, tentu saja, dalam dunia Winwin, game lebih penting dari pacarnya.
Winwin memang luar biasa dalam mengendalikan emosimu. Karena penolakannya tadi, semangatmu untuk berbelanja seketika luntur, demikian juga rasa laparmu. Kamu memutuskan untuk kembali ke kamar dan melanjutkan maraton dramamu untuk memperbaiki mood, tapi ketika kamu hampir mendudukkan diri di kasur, ada seseorang yang mengetuk pintu depan rumahmu.
Kamu berdecak kesal, malas untuk membukakannya. Tapi tidak ada pilihan lain, si pengetuk rupanya sudah tidak sabar, karena ketukannya semakin cepat dan keras. Akhirnya, kamu dengan setengah hati membuka pintu depan, dan hampir mendapatkan serangan jantung ketika menyadari kehadiran Winwin di sana.
"Apa yang kamu lakukan di sini?!" serumu terkejut.
Winwin menyahut datar, "Ayo, belanja."
"Hah?!"
Winwin mengabaikan rasa terkejutmu, lalu mendorongmu masuk ke mobilnya. Sampai Winwin memakaikan sabuk pengaman padamu, kamu tidak sanggup berkata-kata. Speechless. Belum ada lima menit sejak Winwin menolak menemanimu, tapi sekarang dia sudah ada di depan pintu rumahmu? Roh baik macam apa yang merasuki Winwin sampai ia mau mengalihkan perhatian dari game kepadamu?
"Mari kita belanja~" Winwin setengah berlagu seraya melajukan mobilnya.
"W-wow," katamu dengan nada seolah Winwin baru saja melakukan atraksi sirkus. "Kenapa kamu berubah pikiran?"
"Karena aku imut?" sahut Winwin, tidak jelas.
Kamu memasang ekspresi ingin muntah, dan ketika menyadari itu, Winwin mencubit-cubit pipimu sambil berkata, "Aku tahu aku imut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]
FanfictionKamu bisa jadi apa saja; termasuk jadi apa pun yang kamu inginkan bersama anggota NCT. Cukup dengan berandai-andai. Ini, adalah pengandaianku. Silakan ambil bagian di dalamnya.