Xiaojun

1.2K 132 3
                                    

Setelah sekitar empat puluh lima menit penuh bercuap-cuap, Dosen Gao mengakhiri kelasnya. Terdengar napas lega yang terhela bersamaan, sesaat setelah dosen necis itu keluar kelas. Tidak ada yang betah berada di kelas Bapak Gao yang Terhormat itu terlalu lama, termasuk dirimu. Jadi, seperti biasa, muncullah diskusi lanjutan mengenai performa Dosen Gao hari ini.

"Gila, bapak itu makin tidak bisa kupahami saja," Jianhua membuka.

Mata Sinzhu memelotot. "Ya, kan?! Apa-apaan itu lounge durée?"

"Kamu ingat juga, tidak, dia tadi berkata double herm–––eh, apa tadi?"

"Double hermeneutic?" sahutmu.

"Heuh, masa bodoh," Sinzhu memutar mata. "Kenapa kamu bisa ingat, sih?"

Percakapan tersebut terjadi seiring langkah kalian bertiga ke luar kelas. Bahasan dengan topik 'Kosa Kata Dosen Gao' itu ternyata mampu bertahan hingga pelataran di luar gedung kampusmu. Tidak hanya dua istilah tadi yang asing bagi kalian, mahasiswa jurusan Manajemen, Dosen Gao juga mengatakan raison d'être, sine qua non, verstehen, dan entah apa lagi. Cukup menunjukkan kalau dosen lulusan Inggris itu memang sulit dipahami.

"Hei, kenapa melamun?"

Pertanyaan Shinzu menyentakmu. "Eh, hehe," sahutmu.

"Kamu akan ke mana setelah ini?" tanya Sinzhu padamu.

Langit berangsur menggelap ketika kamu memandanginya beberapa saat. Itu menandakan keberadaanmu di kampus selama enam jam hari ini, dimulai dengan kelas Pak Chang, lalu kelas Dosen Gao yang barusan selesai ini. Setelahnya, kamu tidak ada rencana atau janji apa-apa. Jadi, kamu mengangkat bahu, "Tidak tahu."

"Tidak ada rencana dengan pacarmu? Siapa itu, eh, Lucas–––aduh!"

Sinzhu mengusap pinggangnya yang dicubit Jianhua. Baru saja ingin melayangkan protes, Sinzhu menutup mulut karena Jianhua malah mendelik-delik sambil mendesis, "Bodoh!"

Kamu tersenyum melihat mereka. Mungkin, Sinzhu belum tahu kabar terbaru tentang itu. "Tidak ada, kok," jawabmu pada pertanyaan Sinzhu.

Namun, bukannya menunggumu sampai memutuskan mau berbuat apa, Jianhua dan Sinzhu sudah berpamitan untuk melanjutkan kegiatan masing-masing, meninggalkanmu sebagai satu-satunya orang yang masih belum ada tujuan.

Ingin pulang, sedang malas. Ingin makan, sedang kenyang. Ingin menongkrong, sedang berhemat.

Mendadak, muncul ide yang paling ideal bagimu sendiri; main ke tempat seseorang yang jaraknya cukup dekat dari kampus. Tinggal lima menit jalan kaki. Jadi, kamu pun meneleponnya.

Ada waktu sekitar lima detik sampai teleponmu dijawab olehnya. "Halo?"

"Halo, Xiaojun?"

"Ya, ada apa?"

"Aku ingin berkunjung ke tempatmu, kamu ada di sana?"

"Hm," ia berdeham, mengiyakan. "Sini saja, mampir."

"Oke, aku jalan, ya."

"Sip. Kutunggu."

"Oke, dah~"

"Dah, hati-hati."

Sambungan pun diputus, lalu bergegaslah kamu menuju tempat tinggal orang itu, Xiao Dejun.

Kamu mengenalnya pada periode mahasiswa baru. Kalian sekelas waktu itu. Masih jelas di ingatan bagaimana Xiaojun, yang langsung terkenal seangkatan karena alis tebalnya yang mirip Sinchan, mengajakmu mengobrol pertama kalinya. Ia terdengar sangat basi, tapi kamu memakluminya karena, yah, namanya juga mencari teman. Lagipula, hubungan yang diawali dari obrolan basi itu bisa bertahan hingga kini, dua tahun setelahnya–––walau masih tidak jelas apa namanya.

Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang