Buku dengan tebal sekitar tiga sentimeter di hadapanmu seperti berseru untuk kembali dibuka. Kamu memandanginya dengan muak, karena sudah dua jam penuh kamu berkutat dengannya, mencoba mendalami isinya. Namun, kepalamu seperti tidak mau bekerja. Dua jam itu tidak menghasilkan apa-apa dalam kepala. Kalau sudah begitu, sepertinya kepalamu butuh dua jam lagi untuk bisa memahami isi buku tadi sepenuhnya.
Astaga.
Kamu ingin berteriak untuk melepaskan rasa muakmu, tapi kamu segera ingat kalau kamu sedang berada di dalam ruang belajar. Teriakan tidak akan berguna di sini, malah akan membawa masalah baru, karena semua orang sedang menekuni buku belajarnya masing-masing. Orang-orang di sekitarmu tentu tidak ingin diganggu, karena sama sepertimu, mereka sedang berjuang untuk hal besar yang akan diadakan seminggu lagi.
Yap, ujian masuk universitas.
"Dor!"
Suara barusan mengejutkanmu, tapi syukurlah refleksmu masih bagus dengan tidak berteriak. Fakta bahwa barusan adalah ulah Moon Taeil, pacarmu, yang memang dari tadi kamu tunggu, tidak membuatmu merasa lebih baik.
"Ada yang bisa kubantu?" tanyanya kemudian.
Sebenarnya, Taeil hanya bertanya dengan nadanya yang biasa. Tapi entah kenapa kali ini suaranya jadi super menyebalkan bagimu. Jadi, kamu menjawabnya dengan galak, "Bisa diam sebentar?!"
Taeil langsung menutup mulut. Raut wajahnya ikut berubah takut.
Menyadari perubahan itu, kamu pun panik dan buru-buru meminta maaf. "Oh, maafkan aku, maafkan aku!" katamu sambil meraih kedua tangan Taeil dan memasang raut menyesal di wajahmu.
"Itu tadi menyeramkan."
"Maaf," sahutmu dengan nada merengek.
"Sepertinya kamu lebih baik belajar sendirian saja."
"Eh, jangan! Aku takut sendirian,"
Taeil memasang wajah datar. "Apa-apaan, dari tadi kamu juga sendirian."
Kamu cengengesan. "Ya, sudah, kamu diam saja di situ. Yang penting kamu menemaniku. Aku tidak mau sendirian."
"Baiklah, baiklah," sahut Taeil, lalu mendaratkan bokongnya di kursi seberang mejamu.
Kembali kamu membuka buku di depanmu tadi. Setelah fokusmu lumayan terkumpul, ia harus terserak lagi karena penyebab baru; jantungmu yang berdebar keras. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena Moon Taeil. Bagaimana kamu bisa berkonsentrasi kalau Taeil bertopang dagu sambil mengarahkan pandangannya padamu? Tidakkah Taeil tahu kalau itu adalah pose terbaiknya?
Kamu pun protes. "Bisakah kamu tidak memerhatikanku?"
Taeil menegakkan lehernya. "Lalu apa yang harus kuperhatikan?"
"Entahlah, yang penting jangan aku!"
"Kenapa tidak boleh? Kamu kelihatan cantik hari ini."
Wajahmu terasa terbakar. Jarang sekali Taeil menggelontorkan kalimat sok romantis, dan justru karena itu kamu merasa tersipu setengah mati.
Taeil sepertinya menyadari itu, karena ia langsung meledek dengan menyebalkan, "Idih, malu~"
Kedua tanganmu refleks menempel di muka, berusaha menutupi rona merah yang muncul jelas di sana. Kamu merasa heran, kenapa kamu bisa selemah itu dengan pujian? Padahal bisa jadi Taeil hanya membual––
"Kamu tahu? Kamu kelihatan jelek sebenarnya, HAHAHA."
Nah. Betulan, kan?
"Sekarang jadi marah~" ledek Taeil ketika menyadari perubahan ekspresimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]
FanfictionKamu bisa jadi apa saja; termasuk jadi apa pun yang kamu inginkan bersama anggota NCT. Cukup dengan berandai-andai. Ini, adalah pengandaianku. Silakan ambil bagian di dalamnya.