Jeno - Hai, Angkatlah Kepalamu

247 19 0
                                    

"Wish me luck."

Kamu mengangguk sungguh-sungguh pada pria di depanmu. Sebuah brand perawatan wajah dengan nama besar tengah mengadakan audisi model untuk iklan televisi. Katanya, tampil di televisi adalah ajang pembuka rezeki, walaupun popularitas televisi cenderung menurun akhir-akhir ini. Pelaku bisnis media tetap mempertimbangkannya sebagai pengalaman berharga seorang model. Jadi, jika ada yang berhasil terpilih, terutama yang baru merintis, karirnya hampir pasti berada di jalur cepat.

Karena itulah, kamu mengiringi setiap langkah Lee Jeno, pria tadi, ke dalam studio kecil itu dengan harapan besar. Ini adalah kali ketigamu menemaninya melakoni casting iklan. Dua proses sebelumnya belum membuahkan hasil, tetapi dia tidak menyerah. Ia masih ingin membuktikan televisi sebagai pembuka rezekinya.

Kamu kurang mengerti itu. Walaupun Jeno belum pernah muncul dalam iklan televisi, karirnya sudah bisa dikategorikan lumayan. Dengan lebih dari seratus ribu pengikut media sosial, Jeno telah bekerja sama dengan berbagai brand sebagai endorser. Memang belum sampai brand terkemuka, tetapi untuk seseorang yang baru memulai karir sepuluh bulan lalu, pencapaian ini patut diapresiasi.

Mungkin, mengejar kesempatan untuk syuting iklan televisi seperti Jeno adalah standar industri modelling. Dalam jarak pandangmu sekarang, setidaknya ada belasan laki-laki dan perempuan yang wajahnya familiar, yang tengah menunggu giliran. Mereka adalah pelaku media sosial yang juga memiliki banyak pengikut.

Iseng, kamu memandangi orang-orang itu. Sekilas, tetapi juga saksama. Sebagaimana manusia, mereka memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda satu sama lain, tetapi ada kualitas serupa yang memayungi mereka dalam satu kategori. Ujung kepala sampai ujung kaki terasa dipoles dengan hati-hati, yang menghasilkan padu padan busana, riasan wajah, dan gaya rambut penuh estetika. Serasi dan enak dipandang. Tidak lupa juga postur dan tingkah laku, yang terasa diatur sedemikian rupa.

Sebagai salah satu dari mereka, Lee Jeno pun demikian tertatanya. Ia, seperti orang-orang itu, begitu sempurna.

Walaupun kamu bukan model, kamu cukup peduli terhadap penampilan. Kamu punya selera yang tidak buruk. Trendi, pula. Kamu rajin melakukan perawatan tubuh, menjaga pola makan, dan berolahraga. Namun, di depan mereka semua, kamu seperti dihadapkan pada cermin-cermin besar menyilaukan. Segala usahamu terasa minim. Tidak berarti sama sekali.

Tanpa kamu minta, kepalamu terasa penuh. Pengalaman ketiga ini masih tiba pada kesan yang sama buatmu. Tempat yang penuh manusia atraktif seperti ini punya daya yang membingungkan. Kamu merasa sama-sama manusia, tetapi pesona mereka seakan meredam segala kualitasmu. Mereka tidak mengajakmu bicara, tetapi keberadaan mereka saja sudah cukup membungkammu.

Maka dari itu, kamu hanya bersedia menemani Jeno sampai di depan gedung studio. Kamu tidak punya nyali untuk ikut menunggu di dalam, sekalipun tidak ada yang melarang. Sebab, dunia yang kekasihmu geluti ini seperti di luar jangkauan. Kamu merasa tidak ikut diundang.

***

Kali ini adalah casting keempat Jeno yang kamu temani. Segalanya masih sama. Rasa berat itu masih ada. Untuk mengatasinya, kamu berusaha tidak memperhatikan siapa-siapa demi kelapangan diri. Jadi, selama Jeno berada di dalam gedung untuk casting, kamu berkutat pada ponselmu.

Instagram sudah mempertontonkan video pendek ketiga saat kamu merasakan kehadiran seseorang di sampingmu. Sejak tadi, kamu duduk di sebuah bangku panjang di depan gedung studio yang muat untuk tiga orang. Kamu berada di pinggir kiri, sementara orang itu di pinggir kanan. Karena bangku ini milik umum, siapa saja berhak menggunakannya. Dan, kamu tidak tertarik mengetahui siapa orangnya.

"Halo, sedang mengantre untuk casting juga?"

Ternyata orang itu mengajakmu mengobrol. Kamu menoleh, dan menemukan seorang perempuan semampai di sebelahmu. Kamu sedikit terkesiap. Sudah belasan model yang kamu jumpai, tetapi baru kali ini kamu bertatap muka dengan pesona sebegini terang. Kamu langsung berkesimpulan, bahwa dalam pandangan budaya mana pun di seluruh penjuru dunia, perempuan ini akan selalu memiliki privilese yang sama.

Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang